Lompat ke isi

Memahami Gangguan Stres Pasca-Trauma (Post-Traumatic Stress Disorder; PTSD)

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
(Dialihkan dari Memahami PTSD)

Versi final pertama dari Wikibuku ini telah selesai dituliskan pada tanggal 10 September 2020 pukul 10.31 WIB.

Merupakan bagian dari himpunan Wikibuku Pengantar Dasariah Kesehatan Jiwa: untuk Masyarakat Awam.

Apakah Gangguan Stres Pasca-Trauma Itu?

[sunting]
Sampul depan asli dari buku kecil NIMH tentang Gangguan Stres Pasca-Trauma.
Sampul depan asli dari brosur NIMH tentang Gangguan Stres Pasca-Trauma.

Gangguan Stres Pasca-Trauma (Post-Traumatic Stress Disorder – PTSD) adalah sebuah gangguan yang berkembang pada seseorang setelah mengalami kejadian yang mengguncangkan, menakutkan, atau berbahaya.

Merupakan hal yang alamiah untuk merasa takut selama atau setelah situasi yang traumatik. Rasa takut ini memicu terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam tubuh untuk merespon terhadap bahaya dan membantu orang tersebut untuk mencegah bahaya jika kejadian yang mirip terulang di masa depan. Respon “bertarung atau kabur” ini merupakan reaksi yang biasa yang berguna untuk melindungi orang tersebut dari bahaya. Hampir semua orang akan mengalami rangkaian reaksi setelah trauma, dan sebagian besar orang akan pulih dari masalah tersebut secara alamiah. Mereka yang berlanjut mengalami masalahnya akan dapat didiagnosa sebagai mengalami PTSD. Orang yang mempunyai PTSD dapat merasa tertekan atau ketakutan bahkan ketika mereka tidak lagi berada dalam bahaya.

Siapa Sajakah yang Bisa Mengalami PTSD?

[sunting]

Siapapun bisa mengalami PTSD, pada usia berapa saja. Ini termasuk para veteran perang sebagaimana juga penyintas [survivors, yaitu korban yang selamat – penerjemah] pada kasus serangan fisik dan seksual, perundungan (abuse), kecelakaan lalu-lintas, bencana, serangan teror, atau kejadian serius lainnya. Tidak semua orang dengan PTSD benar-benar telah melalui kejadian yang berbahaya. Beberapa pengalaman, seperti kematian orang yang dicintai secara mendadak dan tanpa diharapkan, juga dapat menimbulkan PTSD.

Menurut Pusat Nasional untuk Gangguan Stres Pasca-Trauma (National Center for PTSD), sekitar tujuh hingga delapan dari 100 orang akan mengalami PTSD pada suatu waktu dalam hidupnya. Wanita lebih mungkin untuk mengalami PTSD dibandingkan dengan pria. Beberapa trauma mungkin dapat menempatkan seseorang pada resiko yang lebih tinggi dan faktor-faktor biologis tertentu seperti gen dapat membuat sejumlah orang lebih punya kemungkinan untuk mengembangkan PTSD daripada yang lainnya.

Apa Sajakah Gejala-Gejala PTSD Itu?

[sunting]

Gejala-gejala biasanya mulai dalam rentang 3 bulan setelah kejadian traumatisnya, namun kadang-kadang mulainya dalam titik waktu yang lebih lama daripada itu. Untuk gejala-gejala yang dianggap sebagai PTSD, harus berlangsung lebih dari sebulan dan cukup parah untuk mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan. Perjalanan penyakitnya bervariasi dari satu individu ke individu yang lain. Sejumlah orang pulih dalam jangka waktu 6 bulan, sementara yang lainnya punya gejala-gejala yang berlangsung lebih lama. Pada beberapa orang, kondisinya menjadi kronis (berlangsung dalam jangka waktu yang lama).

Seorang dokter yang berpengalaman dalam membantu orang dengan masalah kejiwaan, seperti seorang psikiater atau psikolog, dapat menegakkan diagnosa PTSD.

Untuk didignosa sebagai PTSD, seorang dewasa harus mengalami yang berikut ini sekurang-kurangnya dalam jangka waktu satu bulan:

  • Sekurang-kurangnya satu gejala pengalaman yang berulang
  • Sekurang-kurangnya satu gejala menghindar
  • Sekurang-kurangnya satu gejala peningkatan intensitas emosi dan gejala peningkatan reaksi
  • Sekurang-kurangnya dua gejala daya pikir (cognitve symptoms) dan gejala alam perasaan (mood symptoms)

Berikut adalah penjelasan dari masing-masing gejala tersebut:

Gejala pengalaman yang berulang

[sunting]
  • Kilas balik [yaitu seolah-olah kembali ke masa yang lalu – penerjemah]. Trauma yang telah terjadi seolah-olah dialami kembali secara nyata, termasuk gejala seperti jantung yang berdebar kencang atau berkeringat
  • Mimpi buruk
  • Pikiran yang menakutkan

Gejala pengalaman yang berulang dapat menyebabkan masalah dalam rutinitas kehidupan sehari-hari. Hal itu dapat bermula dari pikiran dan perasaan orang itu sendiri. Kata-kata, benda, atau situasi yang mengingatkan kejadian tersebut juga dapat memicu berulangnya pengalaman itu.

Gejala menghindar

[sunting]
  • Tetap menjauh dari tempat, kejadian, atau benda yang mengingatkan akan pengalaman tersebut
  • Menghindar dari pikiran atau perasaan yang berkaitan dengan kejadian traumatik

Hal-hal atau situasi yang mengingatkan seseorang terhadap kejadian traumatik dapat memicu munculnya gejala penghindaran diri. Gejala ini dapat menyebabkan seseorang untuk mengubah rutinitas personalnya. Sebagai contoh, setelah kecelakaan mobil yang buruk, seseorang biasanya akan menghindari untuk menyetir atau menumpang sebuah mobil.

Gejala peningkatan intensitas emosi dan gejala peningkatan reaksi

[sunting]
  • Mudah kaget/waspada
  • Merasa tegang atau merasa “di ujung tanduk”
  • Susah tidur dan/atau punya kemarahan yang meledak-ledak

Gejala peningkatan intensitas emosi biasanya terjadi secara terus-menerus alih-alih hanya muncul ketika terpicu oleh sesuatu yang mengingatkan pada kejadian yang traumatik. Mereka dapat membuat orang yang mengalaminya merasa tertekan dan marah. Gejala-gejala ini dapat menimbulkan kesukaran untuk mengerjakan tugas sehari-hari, seperti tidur, makan, atau berkonsentrasi.

Gejala daya pikir dan gejala alam perasaan

[sunting]
  • Sulit mengingat hal-hal pokok dari peristiwa traumatik
  • Memiliki pikiran negatif tentang diri sendiri atau dunia
  • Perasaan yang berubah seperti menjadi merasa bersalah atau menyalahkan
  • Kehilangan minat dalam aktivitas yang menyenangkan

Gejala daya pikir dan gejala alam perasaan dapat mulai atau menjadi lebih parah setelah kejadian traumatik. Gejala-gejala ini dapat membuat seseorang merasa terasingkan atau tercerabut dari relasi pertemanan dan keluarga.

Setelah kejadian yang berbahaya, merupakan hal yang alamiah untuk memiliki gejala-gejala yang disebutkan di atas. Kadang-kadang orang punya gejala-gejala yang sangat serius yang menghilang setelah beberapa pekan. Ini dinamakan gangguan stres akut (acute stress disorder, atau ASD). Ketika gejala-gejalanya berlangsung lebih dari sebulan, berdampak sangat serius untuk berfungsi, dan bukan merupakan pengaruh dari penggunaan narkoba, penyakit medis, atau apa saja kecuali kejadian itu sendiri, orang tersebut mungkin mengalami PTSD. Orang-orang tertentu dengan PTSD tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa minggu atau beberapa bulan. PTSD seringkali diiringi dengan depresi, penyalahgunaan zat, atau beserta salah satu atau lebih gangguan kecemasan.

Apakah Anak-Anak Bereaksi secara Berbeda Jika Dibandingkan dengan Orang Dewasa?

[sunting]

Anak-anak dan remaja dapat memiliki reaksi yang ekstrem terhadap trauma, namun gejala-gejalanya mungkin berbeda dengan orang dewasa. Pada anak kecil (kurang dari 6 tahun), gejala-gejalanya bisa meliputi:

  • Mengompol setelah belajar untuk menggunakan toilet
  • Lupa atau tidak mampu untuk berbicara
  • Bertingkah seolah-olah ada kejadian menakutkan selama aktivitas bermain
  • Tidak seperti biasanya, selalu ingin berdekatan dengan orang tua atau orang dewasa lainnya

Anak-anak yang usianya lebih lanjut, termasuk para remaja, biasanya menunjukkan gejala-gejala lebih dari mereka yang telah dewasa. Mereka juga dapat mengembangkan perilaku yang mengganggu, tidak menghormati, atau merusak. Anak-anak dalam usia ini dan para remaja dapat merasa bersalah karena tidak mampu mencegah kematian atau peristiwa yang melukai. Mereka juga dapat punya pikiran untuk balas dendam. Untuk informasi lebih lanjut, silakan lihat seri buku kecil NIMH, “Membantu Anak-Anak dan Para Dewasa Muda Menangani Kekerasan dan Bencana” (Helping Children and Adolescents Cope with Violence and Disasters). Buku kecil ini tersedia di situs web NIMH, www.nimh.nih.gov.

Mengapa orang-orang tertentu mengalami PTSD dan lainnya tidak?

[sunting]

Merupakan hal penting untuk diingat bahwa siapapun yang hidup dengan melewati kejadian yang berbahaya akan mengalami PTSD. Faktanya, sebagian besar orang akan pulih dengan cepat tanpa intervensi apapun.

Banyak faktor memainkan peran dalam hal apakah seseorang akan mengalami PTSD. Beberapa di antaranya adalah faktor resiko yang dipunyai oleh orang tersebut sehingga mereka lebih mungkin untuk mengalami PTSD. Faktor lainnya, yang disebut dengan kelentingan atau resiliensi [yaitu kemampuan seseorang untuk kembali ke kondisi awal – penerjemah], dapat membantu mengurangi resiko untuk mengembangkan gangguan ini. Beberapa dari faktor resiko dan resiliensi sebenarnya sudah ada sebelum trauma dan yang lainnya menjadi semakin penting selama dan sesudah peristiwa traumatik.

Faktor resiko untuk PTSD meliputi:

  • Hidup dengan melewati trauma dan kejadian berbahaya
  • Pernah terluka
  • Melihat orang lain terluka atau terbunuh
  • Trauma sewaktu masa kanak-kanak
  • Merasa takut, tak terbantu, atau punya rasa takut yang ekstrem
  • Punya dukungan sosial yang sedikit atau tidak punya dukungan sama sekali setelah kejadian
  • Berurusan dengan stres tambahan setelah kejadian, seperti kehilangan orang yang dicintai, luka dan rasa nyeri, atau kehilangan rumah atau pekerjaan
  • Punya riwayat masalah kesehatan jiwa atau penyalahgunaan zat

Faktor resiliensi/kelentingan yang dapat mengurangi resiko untuk PTSD meliputi:

  • Mencari dukungan dari orang lain, seperti kawan atau keluarga
  • Menemukan kelompok dukungan setelah kejadian traumatik
  • Belajar untuk merasa baik-baik saja terhadap tindakan orang lain yang sebelumnya dapat memicu respon terhadap kejadian traumatis tersebut.
  • Punya sebuah strategi penanganan, atau sebuah cara untuk melewati kejadian buruk dan memetik pelajaran dari hal tersebut
  • Mampu untuk bertindak dan berespon secara efektif alih-alih merasa takut

Para peneliti sedang mempelajari pentingnya bermacam-macam faktor resiko dan faktor resiliensi termasuk genetika dan neurobiologi. Dengan penelitian yang lebih banyak dan lebih lanjut, suatu hari nanti merupakan hal yang mungkin untuk memprakirakan siapa yang cenderung akan mengalami PTSD dan melakukan pencegahan agar hal tersebut tidak terjadi.

Bagaimanakah Caranya PTSD diobati?

[sunting]

Merupakan hal yang penting bagi siapa saja dengan PTSD untuk diobati oleh seorang profesional kesehatan jiwa yang berpengalaman untuk menangani PTSD. Pengobatan utamanya adalah psikoterapi (terapi wicara), obat medis, atau keduanya. Setiap orang itu berbeda, dan PTSD mempengaruhi secara berlainan dari orang ke orang, maka pengobatan yang mungkin bekerja bagi seseorang bisa saja tidak bekerja dengan baik bagi orang lain. Orang dengan PTSD perlu bekerja sama dengan seorang profesional kesehatan jiwa untuk menemukan pengobatan yang terbaik bagi gejala-gejala yang mereka alami.

Jika seseorang dengan PTSD hidup melewati trauma yang berkelanjutan, seperti memiliki relasi yang terlecehkan (abusive), kedua masalahnya perlu diselesaikan. Masalah berkelanjutan lainnya meliputi gangguan panik, depresi, penyalahgunaan zat, dan punya pikiran untuk bunuh diri. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan dari keluarga dan kawan dapat merupakan bagian yang penting dalam pemulihan.

Psikoterapi

[sunting]

Psikoterapi adalah terapi wicara. Ada banyak jenis psikoterapi akan tetapi semuanya melibatkan wicara dengan profesional kesehatan jiwa untuk mengobati masalah kejiwaan. Psikoterapi dapat diadakan secara satu lawan satu atau dalam sebuah kelompok dan biasanya berlangsung selama 6 hingga 12 pekan, namun bisa juga lebih lama dari itu.

Banyak dari jenis-jenis psikoterapi dapat membantu orang dengan PTSD. Beberapa di antaranya menyasar pada gejala-gejala PTSD selagi yang lainnya menitikberatkan pada masalah-masalah sosial, keluarga, atau hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Dokter atau terapis dapat memadukan terapi yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan tiap-tiap orang.

Psikoterapi yang efektif cenderung untuk menekankan beberapa komponen-komponen kunci, termasuk pengetahuan mengenai gejala, keterampilan untuk mengidentifikasi gejala-gejala pemicu, serta keterampilan untuk mengelola gejala. Salah satu jenis psikoterapi disebut dengan cognitive behavioral therapy atau CBT. CBT dapat meliputi:

  • Terapi Keterpaparan (Exposure therapy). Terapi ini membantu orang yang bersangkutan untuk berhadapan atau mengendalikan rasa takutnya. Secara bertahap keterpaparan terhadap trauma sengaja dilakukan dengan cara yang aman. Biasanya melibatkan gambaran mental [yaitu, misalnya, membayangkan sesuatu dalam pikiran sehingga kurang-lebih dapat merasakan bagaimana rasanya jika berhadapan secara riil – penerjemah], tulisan, atau dilakukan dengan cara mengunjungi tempat di mana kejadian traumatik itu terjadi. Sang terapis menggunakan perangkat-perangkat ini untuk membantu orang dengan PTSD agar mampu menangani perasaan mereka.
  • Penyusunan ulang daya pikir (Cognitive restructuring). Terapi ini membantu orang untuk menjadikan kenangan mereka menjadi masuk akal. Kadang-kadang orang tersebut mengingat kejadian dimaksud dengan cara berbeda daripada yang sebenarnya terjadi. Mereka mungkin merasa bersalah atau malu tentang hal-hal yang sebenarnya bukan salah mereka. Sang terapis membantu orang dengan PTSD memandang pada apa yang telah terjadi dalam cara yang realistis.

Terapi wicara yang lainnya mengajarkan orang yang bersangkutan metode-metode yang bisa membantu untuk bereaksi terhadap kejadian-kejadian yang menakutkan yang memicu gejala-gejala PTSD mereka. Berdasarkan tujuan umum ini, terapi yang berbeda-beda jenisnya itu dapat:

  • Mengajarkan tentang trauma dan dampaknya
  • Menggunakan relaksasi dan keterampilan pengendalian amarah
  • Menyediakan tips untuk tidur, diet, dan kebiasaan berolahraga yang lebih baik
  • Membantu mengidentifikasi dan berurusan dengan rasa bersalah, rasa malu, dan perasaan-perasaan lainnya tentang kejadian traumatik yang dialami.
  • Memfokuskan bagaimana mengubah orang tersebut bereaksi terhadap gejala-gejala PTSD.

Obat Medis

[sunting]

Obat medis yang paling banyak dipelajari untuk mengobati PTSD adalah antidepresan, yang dapat membantu mengendalikan gejala-gejala PTSD seperti kesedihan, kekhawatiran, amarah, dan merasa kebas/ba’al. Antidepresan dan obat medis lainnya dapat diresepkan bersamaan waktunya dengan psikoterapi. Obat medis lainnya dapat membantu meredakan gejala-gejala khusus dari PTSD. Sebagai contoh, walaupun belum disetujui peredarannya oleh FDA [Foods and Drugs Administration, yaitu Badan POM Amerika Serikat — penerjemah], penelitian menunjukkan bahwa Prazosin dapat membantu masalah-masalah yang berkaitan tidur, terutama mimpi buruk, yang secara umum dialami oleh orang dengan PTSD.

Dokter dan pasien dapat bekerja bersama untuk menemukan obat medis atau kombinasi obat medis yang cocok, sebagaimana juga untuk menemukan dosis yang tepat. Silakan periksa situs web FDA (http://www.fda.gov/) untuk informasi termutakhir tentang panduan obat medis bagi pasien, peringatan, atau obat medis yang baru disetujui.

Bagaimanakah caranya agar saya bisa membantu kawan atau kerabat yang mengalami PTSD?

[sunting]

Jika Anda tahu seseorang yang mungkin mengalami PTSD, hal pertama dan terpenting yang dapat Anda lakukan adalah membantunya mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat. Anda mungkin perlu membantu orang tersebut untuk membuat perjanjian dan kemudian mengunjungi dokter bersama-sama. Semangati orang tersebut untuk tetap berada dalam pengobatan, atau untuk mencari pengobatan yang berbeda jika memang gejala-gejalanya tidak membaik setelah enam hingga delapan pekan.

Untuk membantu kawan atau kerabat, Anda dapat:

  • Menawarkan dukungan emosional, pengertian, kesabaran, dan pembangkitan semangat.
  • Mempelajari tentang PTSD sehingga Anda dapat memahami apa yang kawan atau kerabat Anda alami.
  • Mendengarkan secara seksama. Perhatikanlah perasaan dari kawan atau kerabat Anda itu, serta perhatikan pula situasi yang dapat memicu gejala-gejala PTSD.
  • Berbagilah dalam hal-hal positif sehingga tidak selalu fokus kepada penyakit seperti jalan kaki, pergi ke luar, dan aktivitas lainnya.
  • Ingatkan kawan atau kerabat Anda itu bahwa, seiring waktu dan pengobatan, ia akan menjadi lebih baik.

Jangan pedulikan komentar tentang kematian atau ingin mati. Hubungilah dokter atau terapis dari kawan atau kerabat Anda itu untuk bantuan, atau silakan hubungi hotline pencegahan bunuh diri atau hubungi konsultasi daring kesehatan jiwa sesegera mungkin.

Ada berbagai jenis pengobatan lainnya yang juga dapat membantu Anda. Orang dengan PTSD sudah seharusnya bicara tentang segala pilihan pengobatan bersama profesional kesehatan jiwa mereka. Pengobatan akan menyediakan keterampilan untuk mengelola gejala-gejala mereka dan membantu mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang mungkin mereka nikmati sebelum mengalami PTSD.

Bagaimanakah caranya saya membantu diri sendiri?

[sunting]

Merupakan hal yang sangat sulit untuk mengambil langkah pertama untuk membantu diri Anda sendiri. Merupakan hal yang penting untuk menyadari bahwa sekalipun membutuhkan waktu, dengan pengobatan dan dukungan yang tepat, Anda dapat menjadi lebih baik.

Untuk membantu diri sendiri:

  • Bicaralah dengan dokter Anda tentang pilihan-pilihan pengobatan.
  • Terlibat dalam aktivitas fisik yang ringan atau berolahragalah untuk membantu mengurangi stres.
  • Tetapkan tujuan-tujuan yang realistis untuk diri sendiri.
  • Pecahkan menjadi bagian yang lebih kecil tugas-tugas besar, tetapkan beberapa prioritas, dan lakukan apa yang Anda bisa setelah Anda mampu.
  • Cobalah untuk melewatkan waktu bersama orang lain dan berbagi ceritalah tentang kisah rahasia Anda bersama kawan atau kerabat yang bisa dipercaya.
  • Ceritakanlah kepada orang lain tentang hal-hal yang dapat memicu gejala-gejala Anda.
  • Harapkanlah bahwa gejala-gejala Anda akan membaik secara bertahap, bukan dalam waktu sesegera mungkin.
  • Kenali dan carilah situasi, tempat, dan orang-orang yang membuat nyaman.

Ke mana saya harus mencari bantuan?

[sunting]

Jika Anda tidak yakin ke mana harus mencari bantuan, tanyalah pada dokter keluarga Anda, kunjungi laman Bantuan NIMH untuk Masalah Kejiwaan (www.nimh.nih.gov/findhelp), atau hubungi seseorang dari salah satu kelompok berikut ini:

  • Spesialis kesehatan jiwa, seperti psikiater, psikolog, pekerja sosial, dan konselor kesehatan jiwa
  • Organisasi yang bergerak dalam bidang kesehatan
  • Pusat kesehatan jiwa masyarakat
  • Bagian psikiatri di rumah sakit atau klinik rawat-jalan
  • Jurusan kesehatan jiwa di universitas atau fakultas kedokteran
  • Klinik rawat-jalan di rumah sakit negeri
  • Layanan keluarga, dinas sosial, atau rohaniwan
  • Kelompok dukungan sebaya (peer support groups)
  • Klinik dan fasilitas kesehatan swasta
  • Program pendampingan bagi para pegawai
  • Perhimpunan medis dan/atau psikiatrik setempat

Bagaimana jika saya atau seseorang yang saya kenal berada dalam krisis?

[sunting]

Jika Anda berpikir tentang menyakiti diri sendiri, atau tahu bahwa seseorang yang punya pikiran seperti itu, carilah bantuan sesegera mungkin:

  • Dalam kondisi krisis, dokter di ruangan gawat-darurat dapat menyediakan bantuan sementara waktu dan dapat memberikan informasi akan ke mana dan bagaimana untuk mendapatkan dukungan lebih lanjut.
  • Hubungi 911 [di Amerika Serikat – penerjemah] atau pergilah ke ruangan gawat darurat rumah sakit atau tanyalah kepada kawan atau anggota keluarga untuk membantu Anda melakukan hal ini.
  • Hubungi hotline pencegahan bunuh diri untuk berbicara dengan konselor yang telah terlatih.
  • Hubungilah dokter Anda.
  • Jangan tinggalkan orang yang mencoba bunuh diri sendirian.

Langkah Selanjutnya untuk Penelitian tentang PTSD

[sunting]

Pada dasawarsa terakhir, para peneliti telah memfokuskan diri pada pemahaman tentang landasan mental dan biologis dari PTSD. Mereka juga telah meneliti mengapa manusia mengalami rentang reaksi [yang berbeda-beda] terhadap trauma. Para peneliti yang didanai oleh NIMH sedang melakukan:

  • Dengan data-data dari pasien yang mengalami trauma dalam ruang perawatan intensif untuk secara lebih baik memahami perubahan yang terjadi pada individu-individu yang tidak pulih dibandingkan dengan mereka yang gejala-gejalanya membaik dengan sendirinya
  • Mencoba memahami bagaimana kenangan akan rasa takut dipengaruhi oleh proses belajar, perubahan dalam tubuh, atau bahkan tidur
  • Mencegah perkembangan PTSD segera setelah terkena paparan trauma
  • Untuk mengenali faktor-faktor apa saja yang menentukan seseorang yang mengalami PTSD, apakah ia akan berespon secara baik terhadap salah satu jenis intervensi atau terhadap yang lainnya, hal ini bertujuan untuk mengembangkan pengobatan yang lebih personal, efektif, dan efisien.

Sejalan dengan penelitian genetika dan teknologi pencitraan yang semakin maju, para peneliti lebih mampu untuk menunjuk lokasi di otak, kapan, dan di mana ketika PTSD mulai dialami. Pemahaman ini dapat mengarah terhadap sasaran pengobatan yang lebih baik untuk menyesuaikan dengan kebutuhan setiap orang atau bahkan untuk mencegah gangguannya sebelum menimbulkan bahaya.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai PTSD:

[sunting]

Kepustakaan

[sunting]

Diterjemahkan dengan naskah-sumber berbahasa Inggris dari Publikasi NIH No. TR 16-4676. Naskah-sumber direvisi pada Tahun 2016.