Mencoba untuk teliti

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Sinopsis[sunting]

Aru Wallabi adalah anak jenius namun memiliki satu kelemahan yaitu malas membaca dan ceroboh. Sampai akhirnya rivalnya, Felera Wallabi mengajaknya bertaruh mengikuti lomba yang diadakan di Ibukota. Dapatkah Aru Wallabi mengatasi kelemahannya dan menjadi juara?

Lakon[sunting]

dua tokoh utama yang bertolak belakang dan menjadi rival
  1. Aru Wallabi
  2. Felera Wallabi
  3. Jakah Kucing
  4. Heli Rusa
  5. Danielle Kucing
  6. Pak Presiden Kukang

Lokasi[sunting]

  1. Ambon, Maluku
  2. DKI Jakarta

Cerita Pendek[sunting]

Taruhan[sunting]

Hiduplah seekor anak Wallabi jantan bernama Aru. Aru adalah anak yang jenius, dia sering diikutkan berbagai olimpiade di sekolahnya. Akan tetapi, ada satu kelemahan yang dimiliki Aru. Dia sangat malas membaca. Kelemahannya ini sering sekali membuatnya tidak fokus dan teliti. Nilai bahasa yang dimilikinya cenderung rendah dibanding nilai lainnya. Dia acap kali salah masuk kelas, salah masuk toko, toilet, dan lainnya akibat tidak membaca dengan teliti. Sehingga sudah menjadi kebiasaan dan juga dimaklumi oleh keluarga, guru, dan teman sekolahnya. Dering alarm membangunkan Aru.

Aru mengerjap-ngerjapkan matanya. Lalu segera mematikan alarm di jam weker dan ponselnya. Setelahnya melakukan sedikit peregangan tangan. Kakinya melangkah turun dari dipan kasur. Lalu dengan sigap Aru membereskan tempat tidur. Usai merapihkan tempat tidur, Aru melangkah keluar kamar.

“Kemana semua orang? Sarra buka semua tirai jendela di lantai 1 dan juga lantai 2,” ucap Aru pada jam tangan yang ada di pergelangan tangannya. Lalu sedetik kemudian tirai jendela terbuka lebar. Dan cahaya matahari dapat masuk ke segala penjuru rumahnya.

“Muder? Fader? Kalian dimana?” seru Aru memanggil sambil menuruni anak tangga. Seusai anak tangga terakhir, Aru melihat ada layar Ai yang menyala di tabung bermerek wortel kegigit, segera menghampiri layar tersebut. Orangtua Aru meninggalkan pesan video berupa mereka akan pergi pulang ke kampung, rumah Neneknya berada. Karena neneknya sakit.


“Oh iya, Aru. Bagaimana hasil olimpiade kemarin?” tanya Heli si  Rusa membuka percakapan ketika mereka berada di rumah Aru,

“Hasilnya belum keluar tapi aku yakin pasti aku juaranya!” jawab Aru percaya diri. Membuat tertawa mendengar ucapannya yang sangat percaya diri.

“Oh iya? Kau sombong sekali.” Felera menatap tidak suka pada Aru.

“Hahaha.. sudahlah Fel.. Ini kan baru Sabtu Pagi, masa kalian sudah—“ Danielle mencoba melerai.

“Enak saja! Di Sekolah aku si Rangking 1! Dan di setiap koridor sekolah terpajang berbagai pialaku!” Aru tersulut emosi.

“Meskipun pialamu berjejer itu tidak mengubahmu anak cuai. Baiklah, Aku tantang kamu untuk ikut lomba ini!” Felera mengeluarkan selembar kertas berisi informasi lomba tersebut.

“Yang kalah, melakukan permintaan pemenang sehari penuh!” lanjutnya.

“Tambah jadi sebulan penuh!” Aru mengambil selembaran kertas yang ditaruh Felera di atas meja. Lalu meremuknya.

“Oke! Aku akan daftarkan namamu dan juga namaku!” ucap Felera, lalu mengeluarkan ponsel genggamnya. Setelah itu menyodorkan ponselnya pada Aru.

“Silahkan lihat!” ucap Felera dengan lantang

“Tidak perlu membacanya aku juga pasti akan menang darimu cebol!”


Perdebatan alot itupun akhirnya dapat dileraikan oleh Heli dan juga Danielle. Beberapa teman Aru pamit pulang dengan membawa Felera. Sementara Jakah tidak pulang atas permintaan Aru untuk menginap. Aru datang membawa dua gelas cokelat dingin dan menyodorkan satu gelas kepada Jakah untuk diminum. Aru menjelaskan alasannya meminta Jakah menginap di rumahnya.

“Ya ampun! Semoga nenekmu segera lekas pulih...”

“Ya semoga saja, terimakasih Jakah.”

Jakah tersenyum, “Tidak masalah.”

“Tapi.. apa kamu tahu kalau lomba itu Lomba Bahasa Aru?”

Aru terbelalak, “Be-benarkah? Aku tak tahu itu.”

“Iya jelas kamu tidak tahu.. kamu tadi menolak untuk membacanya saat Fel menyodorkan ponselnya. Kelemahan kamu ini belum berubah haha”

Aru menggaruk tengkuknya, “Aku sudah terlanjur emosi dengan Felera tadi!”

“Iya aku percaya. Kalian ini senang sekali membuat kehebohan. Tidak di Sekolah atau di tempat lainnya. Kalau begttu apa yang akan kamu persiapkan? Lombanya akan dilaksanakan sebulan lagi.”


Aru terlihat berpikir sebentar. “Ya.. tinggal lakukan kan? Aku pasti menang.”

Jakah menggeleng-geleng melihat tingkah Aru.”Mumpung aku disini ayo aku bantu kamu berlatih membaca dengan teliti, detail, dan cepat. Bagaimana?”

“Ada bayaran untuk itu?”

“Hemm, ada! Berikan aku ikan tuna segar selama aku menginap disini.”

Keduanya pun tertawa bersama setelah mendengar ucapan Jakah.

“Kalau begitu bagaimana kalau kita mulai sekarang? Mulai dari penggunaan EYD dalam tiga bahasa, lalu rumus-rumus penggunaan bahasanya, dan cara cepat membaca dengan teliti dan tepat supaya kamu tidak menghabiskan waktu tes?”

“Apa perlombaannya akan diadakan dalam tiga bahasa?”

“Ya, dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan juga Melayu. Lombanya akan dilaksanakan di Ibukota. Sepertinya aku perlu mengajarimu cara membaca dengan teliti terlebih dulu haha!”

Tak terasa sudah dua minggu berlalu, Jakah masih tinggal sementara di rumahnya sambil melatih dirinya untuk mengikuti perlombaan. Sudah berkali-kali Aru menyerah mengenai perlombaannya. Karena berkali-kali gagal dalam setiap tes yang Jakah berikan. Dimulai dari mendapatkan hasil 60 dan yang paling tinggi hanya mampu mencapai 70 saja. Beruntungnya Aru memiliki teman seperti Jakah yang selalu semangat dan tidak mengeluh untuk mengajarinya berlatih dalam ketelitian membaca soal.


Ketika minggu ketiga Aru terkejut, seluruh Sekolah dan Kota pun sudah mengetahui bahwa Aru dan Felera mengikuti perlombaan Nasional sebagai perwakilan dari kota. Bahkan kemarin Orangtuanya menelepon dan mengatakan bahwa seluruh keluaga terkejut Aru mengikuti perlombaan bahasa. Yang mereka tahu, Aru tidak pernah mau diikutkan dalam lomba yang berkaitan bahasa. Karena kebiasaan Aru yang malas membaca dengan teliti.

“Bagaimana anak cuai? Sudah siapkah untuk lomba kamis nanti?” sindir Felera ketika memasuki kelas.

Aru melihat tak suka, “Ya. Tentu saja sudah.” Lalu ia melanjutkan makan siangnya.

“Tunggu Fel! Katamu tadi lombanya kamis?” Jakah terkejut mendengar informasi tersebut.

“Iya! Kau juga tidak membaca pemberitahuannya Jakah? Tumben sekali..” jawab Danielle.

Aru tersedak begitu pun Jakah. Mereka berdua saling pandang.

“Aduh! Anak cuai jangan harap bisa menang! Lombanya dipercepat jadi besok kita akan diantar oleh Kepala Sekolah sampai bandara dan dijemput panitia dari Ibukota. Makanya baca!” Felera berlalu ke mejanya.

“Kata siapa aku tak tahu! Dan juga aku pasti menang melawanmu! Ingat janjimu yang kalah akan melakukan permintaan pemenang selama sebulan!”

“Ya, ya anak cuai!”

Aru berdiri tidak terima mendengar perkataan Felera.

“Hentikan, sebentar lagi waktu istirahat makan siang sudah selesai. Lebih baik kita segera menghabiskan bekal kita.” Jakah menahan Aru yang hendak menghampiri Felera.


“Aku tak percaya perlombaannya akan dimajukan.” Jakah menduduki sofa usai sampai di rumah Jangmo.

“Aku pun begitu.” Aru terlihat gusar.

“Hey! Aku tak pernah melihat kamu seperti ini. Biasanya seorang Aru akan penuh percaya diri dan tekad yang kuat.”

Aru terkekeh pelan, “Yah.. mungkin ini pertama kalinya aku gugup untuk menghadapi suatu lomba.”

Mereka pun memulai kembali belajar bersama. Untuk sesi terakhir ini Jakah melihat Aru sudah bisa membaca teliti tanpa terburu-buru.

“Yak cukup.” Jakah menghentikan timer yang berbunyi. Setelahnya memasukkan hasil jawaban Aru kedalam mesin. Kemudian layar komputer membaca hasil jawaban tersebut. Lalu terpampang nilai yang hampir sempurna.

“Wah! Selamat. Aku baru pertama kali melihat nilai bahasamu setinggi ini. Kalau begitu sekarang kita siapkan perlengkapan untuk lombamu besok.” Jakah menepuk pundak Aru dengan kagum.

Dimulainya Perlombaan[sunting]

Akhirnya perlombaan yang ditunggu dimulai. Sesuai jadwal Aru dan Felera diantara oleh mobil Sekolah. Seusai perjalanan udara sekitar 5 jam akhirnya mereka tiba di Ibukota. Dan keduanya diintruksikan untuk menempati asrama yang disediakan. Tak lama kemudian seluruh peserta dihimbau untuk segera menempati Aula untuk pembukaan acara. Setelah acara pembukaan para peserta diarahkan ke kantin untuk menikmati makan siang. Dilanjutkan acara bebas karena perlombaan akan dimulai esok paginya dimulai dari ujian Bahasa Indonesia. Esoknya seusai ujian selesai, para peserta dipersilahkan oleh panitia untuk beristirahat di dalam kamar. Dan menginstruksi kepada para peserta untuk menjaga sikap selama perlombaan. Kesempatan itu Aru ambil dengan mempersiapkan diri untuk ujian selanjutnya sambil memakan bekal rotinya. Tak lama, Aru merasa ingin ke kamar mandi. Aru keluar kamar dan bertanya pada panitia yang lewat di mana letak kamar mandi berada. Segera Aru mengucapkan terima kasih dan berjalan cepat ke arah kamar mandi berada.

“Kepada para peserta, diharapkan untuk berkumpul di Aula. Karena akan dimulai permainan kelompok yang akan menambahkan poin kemenangan.” Suara tersebut berasal dari pengeras suara yang di pasang di beberapa sudut gedung.

Aru bertanya-tanya apakah ada jadwal untuk permainan kelompok dalam perlombaan ini. Namun pertanyaan yang ada di dalam benaknya diurungkan. Bukankah menarik ada permainan di dalam perlombaan? Aru pun bergegas pergi ke Aula. Sesampainya disana Aru di kelompokkan dengan Felera dan dua Rusa yang sangat fasih dalam Bahasa Inggris.

“Ah kamu lagi! Kalau begitu mohon kerjasamanya.” Aru mengulurkan tangannya kepada Felera. Felera menyambut jabatan tangan Aru dengan kecut.


Permainan tersebut sangat menarik dan menyenangkan, sehingga membuat Aru dan Felera melupakan permusuhan mereka. Dan kelompoknya menjadi juara pertama dalam kerjasama. Setelah permainan usai, ujian Bahasa Inggris pun dimulai dengan soal yang sama dan waktu yang sama seperti ujian sebelumnya yaitu 250 soal dengan waktu tiga jam. Keadaan Aula pun kembali hening dan khidmat, untuk ujian kali ini Aru mengerjakannya dengan sangat mudah. Akan tetapi dia tetap fokus dan teliti agar tidak terkecoh. Tak terasa waktu pun selesai, hari pertama perlombaan telah usai. Para peserta dipersilahkan untuk menikmati waktu luangnya di kamar, melakukan segala macam aktifitas.

Aru memilih untuk membersihkan badan terlebih dahulu kemudian langsung tidur. Ia berjalan ke arah antrian kamar mandi khusus anak laki-laki. Namun, seketika menghentikan langkahnya ketika melihat bayangan Felera di balik tembok. Sayup-sayup Aru mendengar suara isak tangis dari rivalnya. Lalu tak sengaja mendengar bahwa ibunya Felera memerlukan biaya yang sangat besar untuk perawatan di Rumah Sakit. Aru merasa iba, akan tetapi Ia urungkan niatnya untuk menghampiri rivalnya. Takut Felera akan semakin membencinya karena merasa simpati. Karena Aru tahu Wallabi betina itu tak suka dikasihani.

Usai membersihkan diri, Aru kembali ke kamar. Lalu membaca buku Kosa Kata Bahasa Melayu hingga tertidur. Esok paginya, Aru dan juga para peserta lainnya diminta untuk berkumpul di Kantin besar untuk mengambil sarapan. Menu sarapan kali ini disesuaikan berdasarkan makanan daerah masing-masing peserta.. Aru dan Felera duduk berseberangan, karena perwakilan Ambon hanya ada mereka saja jadi hanya disiapkan satu meja bundar dan sepasang kursi. Mereka berdua menyantap papeda dan ikan asap kuah kuning dengan diam hingga waktu ujian Bahasa terakhir dimulai.

Menu sarapan yang dimakan Aru Wallabi dan Felera Wallabi


Tak terasa tes terakhir usai, saatnya untuk pengumuman pemenang dari Lomba Bahasa. Semua peserta menanti dengan harap-harap cemas. Tak terkecuali dengan Aru dan Felera. Keduanya tampak sangat menanti hasilnya. Pak Presiden Kukang naik keatas podium untuk mengucap penutupan acara dan sekaligus mengumumkan hasil lomba. Juara tiga pun sudah disebutkan, tinggal menunggu juara kedua dan pertama.

“Lalu untuk juara kedua dan pertama dimenangkan oleh peserta perwakilan dari Ambon, Maluku. Felera Wallabi dan Aru Wallabi silahkan naik ke atas panggung.”

Kedua Wallabi itu terkejut sekaligus merasa bangga. Keduanya spontan berpelukkan sambil menangis bahagia. Lalu Felera menarik tangan Aru untuk ikut naik. Keduanya menyapa juara ketiga. Pak Presiden memberikan piagam dan piala kepada masing-masing pemenang.

“Saya harap semua peserta dalam perlombaan ini menjadi generasi berprestasi penerus bangsa dan dapat mengharumkan negara. Kalau begitu saya akan mengumumkan hadiah terakhir.”

Semua peserta yang hadir terkejut mendengar ada hadiah lainnya dalam perlombaan ini. Dan ternyata hadiah itu diberika kepada peserta paling sopan santun selama berada di wisma. Dan pemenangnya adalah Felera, Wallabi kecil itu menangis terduduk di atas panggung. Aru membantunya berdiri kembali.

“Semoga Felera Wallabi akan menjadi contoh tak hanya bagi para peserta. Namun juga bagi seluruh pemuda generasi bangsa. Felera Wallabi akan mendapatkan beasiswa penuh untuk melanjutkan SMA di Ibukota dan juga mendapat tambahan hadiah senilai delapan puluh juta rupiah.”


“Selamat Felera, aku minta maaf atas semua perilakuku padamu.” Lirih Aru.

Felera tersenyum lalu memeluk Aru, “Tak apa. Lagipula aku juga harus meminta maaf padamu karena sudah membencimu. Kamu hebat! Akan aku turuti permintaanmu selama sebulan.”

Aru membalas pelukan dan mengelus anak rambut Felera. “Aku minta kamu menerima hadiah juara pertama dariku untuk pengobatan ibumu?”

Felera melepas pelukan tak percaya. “Sudah kuduga kamu menguping! Tapi terimakasih banyak Aru, omong-omong benarkah tidak apa? Hadiah uangnya sangat banyak loh?”

“Ya. Tidak masalah aku hanya perlu membuktikan padamu kalau aku sudah tidak cuai.”

Felera tersenyum, “Ya kamu mampu mengatasi kekuranganmu itu.”

SELESAI