Oase

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Premis[sunting]

Oase adalah anak pemulung yang bercita-cita menjadi dokter. Nasib hidupnya berubah ketika bertemu Pak Karno, guru SD nya sekaligus guru mengaji.

Lakon[sunting]

  1. Oase
  2. Ibu Oase
  3. Pak Karno

Lokasi[sunting]

  1. Pemukiman kumuh
  2. Sekolah

Cerita Pendek[sunting]

Pemungut sampah[sunting]

“Duh, panas sekali hari ini.” keluh bocah kelas 5 SD Arum Bangsa yang sedang menuju rumahnya. Telah seharian ia habiskan waktunya untuk belajar dan bermain di sekolah, sekarang waktunya pulang ke tempat buruk itu lagi atau bisa disebut juga rumahnya. Setelah jauh menelusuri jalanan beraspal berhiaskan botol bekas, plastik makanan, ban penyok, sandal yang hanya sebelah, dan sepeda rongsokan Ia berbelok ke arah Timur menuju sebuah kampung dengan pemandangan yang semakin meriah, bahkan disortir menurut jenisnya. Itulah pemukiman kumuh di pinggiran kota yang mayoritas penduduknya adalah pemulung. Memungut sampah-sampah yang kalian buang sembarangan agar mereka tetap bisa menyambung kehidupan.

“Assalamu’alaikum!” ucapnya setelah membuka pintu rumah, berderit memekakkan daun telinga. “Oase pulang Bu.”

Tak ada jawaban di dalam rumah itu, yang ada hanyalah kegaduhan di belakang rumah. Puluhan, bahkan ratusan sampah sedang dipisahkan oleh ibunya. Kelontang bunyi kaleng dan sampah besi juga terdengar bising. Setelah berganti pakaian Oase segera mendatangi ibunya dan membantu memisahkan sampah-sampah itu, yang nantinya akan diserahkan kepada pengepul atau penerima.

“Sudah, kamu belajar aja!” perintah ibunya, tidak tega melihat anaknya yang masih kecil bekecimpung dalam dunia pekerjaan orang dewasa.

“Nanti saja Bu, Ibu juga kerepotan kan?” jawab Oase yang hanya diiyakan oleh ibunya karena ibunya tahu sekuat apapun dia dibujuk, maka semakin bulat tekadnya untuk membantu.

Oase adalah anak pertama dari dua bersaudara. Anak perempuan yang diharapkan kedua orang tuanya menjadi penyejuk dahaga di antara kegersangan gurun-gurun kehidupan, makanya dinamakan Oase. Sejak kecil ia rajin membantu kedua orang tuanya memungut sampah karena itulah hal yang dilakukan bocah-bocah di sana untuk mengisi waktu bermain. Memungut sampah pun bisa dikatakan sebuah permainan.

Umurnya baru 8 tahun, tiba-tiba ayahnya entah pergi kemana dan menghilang begitu saja. Hal ini membuat sang ibu nyaris berputus asa dalam menjalani kehidupan. Laki-laki yang dicintainya dengan tega meninggalkannya dengan dua anak kecil-kecil yang tidak bisa memahami kepergiannya. Begitulah kenyataan pahit sebuah kehidupan, terkadang kita hanya bisa menerima dengan lapang dada dan berusaha terus melangkah untuk kehidupan yang lebih baik. Kemudian Oase menjadi tulang punggung nomor dua keluarga yang dapat diandalkan setelah ibunya. Sampah adalah dunianya, jika kau bertanya mengenai hal yang paling dicintainya mungkin sampahlah salah satu jawabannya. Walaupun kotor, bau, dan diremehkan namun sampah telah menghidupinya sejak kecil hingga sekarang.

Kala itu dia belum bersekolah, walaupun pemerintah sudah menggratiskan biaya untuk masuk ke sekolah. Bukan itu masalahnya, melainkan ibunya tidak mampu membelikan seragam merah putih dan sepatu. Hingga pada suatu saat datang bantuan dari pemerintah yang menangani masalah pendidikan, terkhusus masalah ekonomi. Setelah itu, ibunya dengan segera membelikannya seragam merah putih kebanggaan rakyat Indonesia dan sepatu ‘warrior’ hitam putih khas anak SD yang membuat hati Oase berbunga-bunga. Dia akan bersekolah layaknya anak-anak seusianya, dia akan memiliki teman-teman baru, dia akan mengenakan seragam rapi dan bersepatu keren lalu berangkat jam 7 ke sekolah, pulang saat matahari tepat berada di atas kepala. Angan-angannya melambung malam itu dengan berbagai imajinasi liar seorang anak perempuan pemungut sampah.

Awal yang baru[sunting]

Hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah, hari yang sudah terbayang-bayang sejak ia dibelikan ibunya seragam dan sepatu baru. Walaupun umurnya sudah kelebihan 1 tahun untuk anak kelas 1 SD, namun itu bukan hal yang dipikirkannya.

“Selamat pagi Pak Satpam!” sapa Oase kepada penjaga gerbang sekolah dengan suara imut dan wajah riang gembira. “Pagi Non.” balas si satpam. Lalu Oase melanjutkan berjalan sampai berada di depan pintu kelasnya. Sejak saat itu ia resmi menjadi murid SD Arum Bangsa.

Banyak teman-teman baru yang dia kenal, ada juga tetangga rumahnya, tetapi yang membuat Oase terpesona dengan sekolahnya adalah salah seorang guru yang penuh energi dan berhati baik, tak lain dan tak bukan adalah Pak Sukarno. Beliau sering dipanggil Pak Karno, beliau adalah guru pelajaran IPA, IPS, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan masih banyak lagi. Banyak peran yang diambilnya dalam sekolahan ini dikarenakan jumlah guru yang terbatas. Tidak salah orangtuanya menamainya Sukarno, jiwanya mirip dengan yang asli, penuh semangat dan inspirasi. Ia terkenal pandai, gigih, penuh energi, dan sabar menghadapi tingkah muridnya yang macam-macam. Bahkan pernah pada satu waktu ada murid yang mengalami sakit perut, lalu si murid tidak sengaja eek dicelana. Pak Karno dengan sigap mengarahkan murid itu ke kamar mandi sebelum menjadi bulan-bulanan teman-temannya. Karena celananya kotor, Pak Karno membelikannya celana baru di toko. Begitulah perhatian dan kasih sayang dari Pak Karno, beliau menjadi guru favorit Oase. Seharusnya memang begitulah sikap seorang guru, selain memberikan materi pembelajaran tetapi juga memberikan perhatian dan kasih sayang kepada murid yang sedang dibimbingnya.

Ada satu pelajaran lagi yang juga diampu oleh Pak Sukarno, yaitu mengaji. Itu adalah mata pelajaran terpisah yang dibuat beliau sendiri untuk menekankan unsur keagamaan, terutama dalam membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an. Pelajaran hanya seminggu sekali pada hari senin setelah usai pembelajaran formal. Biasanya dilakukan di Musala yang terletak di samping SD. Oase selalu tertarik mengikuti pelajaran tambahan itu karena sejak kecil dirinya tidak begitu mengerti akan ajaran agamanya, yaitu islam. Banyak dari kita anak Indonesia yang mengatakan beragama, namun keberagamaan itu kita dapatkan dari jalur ayah-ibu (keturunan), kita tidak mempelajarinya bahkan meremehkan. Maka Oase tidak menginginkan islam hanya menjadi agama yang ia ucapkan, namun ia dalami secara benar dan sungguh-sungguh. Mulai saat itu, sekolah, Pak Karno, dan mengaji menumbuhkan perkembangan belajar dan berpikirnya. Dia menjadi anak seorang pemulung yang beruntung dapat mengenal ketiga hal tersebut.

“Oase, bagaimana perlombaanmu kemarin?” tanya Pak Karno pada suatu pagi.

“Alhamdulillah lancar, minta doanya ya Pak!” jawab Oase sekenanya.

“Baik, nanti saya doakan.” jawab Pak Karno lembut.

“Sekarang aja Pak! jangan nanti-nati.” rengeknya.

“Yah, semoga kamu dapat menjadi juara. Aminn.”

“AMIIIIN……” Oase mengamini dengan sungguh-sungguh.

Kemarin Oase mengikuti lomba hafalan surat pendek yang diadakan kecamatan desanya. Sebenarnya dia tidak mau ikut perlombaan semacam ini, karena bujukan dari Pak Karno ia terpaksa ikut dengan tujuan menaati perintah gurunya.

Prestasi[sunting]

Diumurnya yang baru 12 tahun ini ada beberapa prestasi yang diraihnya. Oase pernah menjuarai perlombaan Science and Math tingkat kecamatan, lomba pidato tingkat sekolahan, lomba makan kerupuk 17 Agustus sering ia menangkan juga, dan tinggal menunggu hasil dari lomba mengaji yang diikutinya itu.

Tidak terasa waktu berjalan dengan cepatnya, sampai ia menyadari bahwa hidupnya tinggal beberapa tahun lagi berada di SD Arum Bangsa. Ia akan bergerak ketingkat yang lebih tinggi dalam belajar. Ibunya masih saja memungut sampah untuk keperluan sehari-hari. Oase juga masih aktif membantu ibunya memilah-milah sampah. Si adik sekarang sudah kelas 2 SD, sekolah yang sama dengan Oase. Sebuah keajaiban mendapati anaknya yang berprestasi di sekolah, si ibu sungguh bangga akan pencapaian-pencapaian yang ditorehkan Oase selama ini walaupun hanya tingkat kelurahan dan kecamatan. Tidak menyangka bahwa anak seorang pemulung dapat mengharumkan nama keluarga dengan prestasi itu. Dikalangan para tetangga ibu Oase sering dipuji dan disanjung atas hal tersebut. Rasa syukur yang begitu dalam selalu terucap atas nikmat yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepadanya.

“Ibu, bagaimana jika Oase belajar lebih intensif dalam mengaji” tawaran Pak Karno kepada ibu Oase setelah beliau mengantar Oase pulang dari ekskul mengaji, “Kalau saya perhatikan dia cukup mahir dalam membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an” tambahnya meyakinkan.

“Kalau begitu kehendak Bapak, saya pasti menyetujuinya.” jawab ibu Oase dengan pasti.

3 tahun yang lalu Pak Karno mendatangi ibu Oase untuk meyakinkan bahwa anaknya mahir dalam bidang mengaji. Tanpa sebuah penolakan si ibu menyetujui hal tersebut. Maka jam mengaji Oase ditambah, yaitu dalam seminggu menjadi tiga kali pada hari Senin, Rabu, dan Jum’at. Sejak saat itu Oase rajin datang ke tempat mengaji pada hari-hari yang telah ditentukan. Itulah awal mula bagaimana Oase mampu membuktikan bahwa anak seorang pemulung dapat meraih prestasi. Dengan Al-Qur’an.

Oase mampu memahami makna kerja keras, kedisiplinan, keuletan dari kisah-kisah yang ada pada Al-Qur’an. Motivasi-motivasi itu membuat dirinya tumbuh dan berkembang untuk belajar lebih keras lagi dalam menggapai impian. Katanya dia mau menjadi dokter.

“Pak Karno, jadi dokter itu keren ya?” ucap Oase setelah membaca majalah tentang kedokteran.

“O iya, dokter itu keren banget.”

“Mereka banyak membantu orang-orang sakit, membantu anak-anak kelaparan, merawat orang tua jompo, dan masih banyak lagi.” Pak Karno menjawab sesuai kadar pengetahuannya, “Emangnya kamu mau jadi dokter Se?” tanyanya kembali.

“Iya Pak, aku pengen menolong orang yang kesusahan, yang sakit-sakitan, yang tidak punya biaya untuk berobat” jawab Oase jujur penuh harapan. Tidak menyangka anak didiknya memiliki impian seindah itu, Pak Karno terharu mendengarnya.

Kemenangan[sunting]

Waktu terus berjalan sesuai kodarat Ilahi, sebentar lagi wisuda kelulusan akan dilaksanakan. Tentunya setelah pelaksanaan ujian sekolah yang menguras banyak pikiran. Oase membuat ibunya bangga sekali lagi, ia menjadi top rank di sekolah itu. Sungguh pencapaian yang mengagumkan. Untuk itu ibunya menjadi sorotan orangtua murid-murid lain saat dirinya maju dipanggung wisuda membersamai anaknya yang menjadi juara paralel di SD Arum Bangsa. Beliau mengucapkan banyak terima kasih kepada guru-guru yang telah mendidik anaknya menjadi seperti sekarang ini, terutama pada Pak Karno yang telah rela mengorbankan waktunya untuk mengajari Oase mengaji. Tangis haru dan bahagia meleleh menghiasi suasana acara wisuda SD Arum Bangsa itu.

Berbahagialah keluarga kecil itu, meskipun dilatarbelakangi dengan sesuatu yang dipandang remeh oleh orang-orang, dianggap bagai kalangan rendah, dianggap sebagai beban masyarakat, namun dengan semangat perubahan yang dimiliki mereka dapat berubah menjadi manusia yang dihargai oleh orang lain, manusia yang mengispirasi banyak orang. Tentu dengan bantuan orang-orang baik disekitar mereka yang peduli.

Rencananya Oase akan melanjutkan studi ke SMP favorit kota itu. Impiannya masih jauh di sana, ini hanyalah awal mula dari sebuah kemenangan. “Semangat ku masih menyala-nyala, tidak ada yang bisa memadamkannya!” katanya melangkah menuju cita-cita.