Panas di Musim Kemarau

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Panas di Musim Kemarau

Sudah sejak bulan Juni hingga Oktober belum turun hujan. Tanaman sudah mulai kecoklatan tanda akan berakhirnya kehidupan. Pak Singa sebagai penguasa rimba tidak dapat berbuat banyak. Dia bertanya pada penasehatnya, “Kancil, bagaimana rakyat kita ini? tanaman sudah banyak yang mati dan sumber air juga sudah banyak berkurang?” Kancil hanya bis amenyampaikan bahwa pergantian musim kali ini tidak seperti biasanya bahkan jauh lebih terlambat. Belik sumber air sudah mengering. Rumput-rumput sudah banyak yang mati dan hewan-hewan pemakan rumput sudah banyak mengeluh bahkan ada yang sudah mati. Kelinci datang menemui Pak Singa. “Bagaimana ini raja, banyak warga saya yang sudah pada mati. Jumlah Kelinci tua sudah banyak berkurang karena mati. Yang muda juga sudah mulai kelaparan karena sumber makanan yang berkurang” keluh Kelinci.

“Bagaimana dengan warga yang lain?” Tanya Pak Singa.

“Saya tidak yakin apakah mereka juga bisa survive karena tempat untuk mencari makanan juga semakin berkurang”. Jelas Kelinci.

“Bagaimana Kancil, apakah kamu punya ide untuk mengatasi masalah ini?” Pak Singa bertanya pendapat Kancil. “Bagaimana jika kita bermigrasi ke sumber makanan?” Saran Kancil.

“Apakah kita harus berkelahi untuk merebut wilayah lain? Berapa banyak warga kita yang mampu untuk melakukannya?” Jelas Pak Singa.

“Kita harus mencari sumber air yang bisa dialirkan ke padang rumput Pak Singa” Kancil mengusulkan.

“Bagaimana Caranya Kancil, Belik sumber air juga sudah mulai mengering dan kita tidak tahu pasti kapan akan segera turun hujan. Sungai yang masih mengalir pun terlalu jauh dari sini” Keluh Pak Singa.

“Apakah kita perlu mengajarkan pada warga kita tentang dampak perubahan iklim ini sehingga mereka punya resiliensi untuk bisa beradaptasi dan survive?” Sela Kelinci.

“Ap aitu perubahan iklim? Mengapa dampaknya perlu dipelajari?” Tanya Pak Singa.

“Iya, pak Singa. Seharusnya kita mengajarkan pada warga kita agar mereka punya kesadaran sehingga mereka mampu melakukan Langkah mitigasi” Usul Kancil.

“Baiklah jika begitu, segera buat materi dan kumpulkan warga agar kita bisa melakukan dialog untuk mencari solusi dari masalah ini. Emang sudah bener harus ada musyawarah warga ini mah” komentar Pak Singa.

--bersambung—