Lompat ke isi

Pemulung

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Sinopsis

[sunting]

Tidak terpikir dalam Dandang kalau kejadian pencopetan yang dialami Andi dapat menghantarkan dirinya menuju kehidupan yang lebih baik. Bagaimana perjalanan kehidupan dadang? Seperti apa rintangan yang harus ia lewati?

Lakon

[sunting]

Dadang

Anak kecil

Andi

Cerita

[sunting]

Banyak botol plastik berserakan, dengan telaten Dadang memungutinya. Tidak ada yang dapat Ia harapkan selain menjadi pemulung. Setiap harinya ia menggantungkan nasib hidupnya dengan botol-botol plastik yang terbuang begitu saja. Tidak jarang, ia pernah tidak mendapatkan botol plastik sama sekali dan terpaksa memakan makanan bekas yang dibuang di sampah. Ia hidup sebatang kara, orang tuanya meninggal dunia yang disebabkan kecelakaan tabrak lari. Kini ia sendiri di tempat ini mengais rejeki untuk mempertahankan hidup.

Berpakaian lusuh, wajah kusam dan rambut panjang tergerai menjadi penampilan andalan Dandang. Ia tidak pernah sekalipun merasakan baju baru, bisa makan setiap hari pun sudah cukup baginya. Terkadang ada orang yang baik memberikan baju bekas untuknya. Kini keringat bercurunan dikeningnya tak dihiraukan lagi, dengan cekatan Ia bawa hasil pulungnya untuk dijual. Senyum bahagia terlukis diwajahnya saat menerima uang hasil penjualan botol-botol bekas itu. Akhirnya, Ia bergegas pergi membeli sesuatu untuk mengisi perutnya.

Dengan senyuman yang terlukis diwajahnya, Dadang melangkahkan kaki menuju warung nasi kucing. Terlihat warung nasi kucing langgananya ramai pembeli.Karena harga nasi kucing di sana terbilang murah dan rasa yang enak, membuat makan khas jawa tengah ini menjadi makanan kesukaan dadang. Ia langsung memesan nasi kucing dan duduk di kursi pojok.

Sambil menunggu pesanannya, dandang tidak sengaja melihat seorang anak kecil berjalan mengendap-endap dan menghampiri seorang bapak yang sedang asik makan nasi kucing. Mata anak kecil itu tertuju pada dompet yang ada di atas meja dan tangannya mulai mulai meraba meja. Akhirnya dempet tersebut langsung diambilnya dan berlari dengan cepat.

“Maling!!!. Maling!!!.” Seru Dadang sambil mengejar anak tersebut. Dengan jurus seribu kaki Dadang menggapai pundak anak itu.

“Ampun Bang, ampun!” ujar anak itu dengan wajah memelas.

“Lepasin Anak itu Mas, kasihan masih kecil” ujar Bapak yang kecurian.

Bapak itu mengeluarkan dua lembar uang sepuluh ribuan dari dompet yang dicuri tadi, diberikannya uang itu kepada anak tersebut. Anak tersebut dengan terburu-buru mengambil uang dan langsung kabur. Dadang hanya mematung melihat apa yang dilakukan Bapak itu, dipikirannya mana ada orang yang kecurian malah memberikan uang pada pencurinya. Menurutnya, bapak tersebut bodoh mau saja memberikan uang kepada orang yang berbuat jahat kepadanya. "Kalau aku yang mengalaminya jelas akan memukul pencuri tersebut tanpa ampun dan menyeretnya ke jalan untuk dipermalukan" ujarnya dalam batin.

“Mas!” Dadang tersentak dari lamunannya. Dilihatnya Bapak itu sudah ada di depannya.

“Terimakasih banyak,Mas. Sudah membantu saya menangkap pencurinya. Oh ya, nama saya Andi, Mas” sambil mengulurkan tangan ke arah Dadang.

Dengan sigap Dadang membalas uluran tangan tersebut “Saya Dadang.”

“Ini ada rejeki buat Mas Dadang yang sudah mau menolong saya” diulurkannya uang itu dihadapan Dadang.

"Wah, dapat rejeki. Lumayan nih, aku tidak perlu pusing-pusing lagi memikirkan untuk makan besok" ucapnya dalam batin dan tersenyum senang menatap uang itu.

“Terimakasih Mas Andi. Panggil aja Dadang saya lebih muda dari Mas.” Dengan cekatan diambilnya uang itu.

“Oke,dang” sambil tersenyum.

Terdengar suara adzan berkumandang. Suara ini yang membuat Dandang tenang, walapun Ia tidak tau artinya tapi ada sesuatu menggetarkan hatinya tiap mendengar.

“Masya Allah sudah adzan nih, saya pamit mau ke masjid dulu, Dang.” Hendak berjalan meninggalkan Dadang..

“Mau ngapain ke sana, Mas Andi” Tanyanya Dadang yang belum paham tentang agama.

“Mau sholat, Kamu mau ikut ayok.” Semakin dibuat bingung Dadang dengan jawaban Andi.

“Sholat? Buat apa?”

“Buat menunaikan kewajiban Kita kepada Allah” jelas Andi.

“Allah itu siapa, Mas. Presiden atau orang kaya?”

Mendengar ucapan dari Dadang, Andi paham bahwa lawan bicaranya ini belum mengetahui tentang Islam.

“Apa agamamu, Dang?” tanyanya dengan penuh penekanan.

“Agama? Saya tidak tahu agama itu apa?”. Jawab dadang polos.

“Dadang mau masuk Islam?”

“Islam?” semakin terheran Dadang.

“Islam itu adalah agama, dalam Islam Allah itu tuhan pencipta dunia ini, termasuk menciptakan Kamu dan Saya” Andi menghela napas. Ia tatap mata Dadang.

“Makanya kita melaksanakan sholat sebagai tanda syukur dan takut kepada Allah” sambil memegang pundak Dadang.

“Takut?”

"Iya takut kepada Allah. Dadang mau masuk Islam,ya!” bujuk Andi.

“Harus sekarang, ya?”

"Tidak juga,dang. Saya tidak memaksa kok, bisa kapan-kapan saja, menunggu kamu siap. Kamu di sini tinggal sama siapa?" Tanya andi penasaran dengan kehidupan dadang.

"Saya sebatang kara" ucapnya lesuh.

“Apakah Dadang mau ikut saya? Biar saya bisa mengenalmu tentang islam agar hidupmu bisa terarah dan damai. Selain itu,kamu tidak akan merasakan sendiri karena ada Allah bersama kita”.

“Iya sih, hidup Dadang merasa tidak terarah. Dari kecil saya hidup sendiri, tidak pernah merasakan sekolah apalagi mengenal agama atau tuhan. Dadang hanya tau cara mencari uang agar bisa mengisi perut dan bertahan hidup”. Ucapnya sambil menunduk.

“Makanya itu Dadang ikut Saya, ya”. Sambil mengulurkan tangan kepada Dadang.

Dandang masih ragu-ragu, ia merasa takut kalau nanti mas Andi memiliki niat jahat kepadanya.

“Lain kali ya, Mas. Dadang belum siap” sambil nyengir dan lari meninggalkan Andi sendirian.

Andi hanya menggeleng kepala melihat tindakan Dandang.

Matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Seperti biasa Dadang membawa kardus untuk alas tidurnya. Kolong jembatan sebagai tempat melepas letihnya. Adzan magrib berkumandang, selalu membuat Dandang tenang saat mendengarnya. Mengingat perkataan Andi tadi siang, membuatnya termenung sambil menatap langit yang mulai gelap. Terbisit dihatinya untuk mengenal lebih dalam tentang Islam. Tanpa disadari seekor kecoa merayap ditubuh Dandang, mulanya serangga itu merayap dari rambut sampai masuk ke dalam baju. Merasa ada sesuatu dalam bajunya, dilepaskanya baju itu terlihat seekor kecoa merayap diperutnya. "Ya, ampun kecowa!" ucapnya dalam hati. Tidak ada kata-kata yang bisa keluar dari mulutnya karena rasa takut yang terus menggerogoti pikirannya.

Keringat dingin mengalir dikening Dadang, diusapkanya baju yang tadi dilepas untuk mengusir kecoa itu, merasa kecoa sudah hilang. Akhirnya, Dadang pun lari tunggang langgung berusa menjauh pergi meninggalkan kolong jembatan tersebut sambil menahan debaran jantungnya yang berdetak cepat karena rasa takut kepada kecoa.

Di depan ruko Dandang menggelar kardus hendak tidur. Ia malah terbayang dengan seekor kecoa yang merayapinya. Ia selalu merasa takut saat bertemu kecoa, maka setiap ada kecoa Ia selalu menghindar sejauh mungkin. Diingatnya lagi, perkataan Andi tentang takut kepada Allah. Ia merasa heran,jika Andi takut kepada Allah kenapa tidak menghindar dari Allah. Rasa penasaran mulai muncul dipikiran Dandang, begitu banyak pertanyaan yang ada dikepalanya. Ia merasa pertanyaan itu bisa terjawab jika ia bertemu Andi. Dengan mantap ia putuskan akan mencari andi besok pagi.

Pagi sekali Dadang sudah ada di warung nasi kucing. Tidak lain hanya untuk mencari Andi, biasanya Ia datang untuk sekadar mengisi perutnya,tetapi sekarang ini berneda. Ia datang untuk menghilangkan rasa penasarannya. Sampai siang hari Dandang masih menunggu Andi, tapi nihil, sepertinya yang ditunggu tidak akan pernah datang. Dandang memutuskan pergi dari warung dan mendengar suara adzan. Ia terus berjalan mengikuti di mana Adzan itu berasal. Terlihat masjid kecil dan sederhana. Dandang menatap masjid itu lama, kemudian ia berjalan mendekati masjid tersebut dan berniat untuk masuk. Namun, sebelum itu, ia melihat ada seseorang yang sedari pagi ditunggnunya dan ternyata ada berada di tempat ini. Karena merasa diperhatikan, Andi berjalan keluar masjid. didapatnya Dadang menatapnya dan berdiri mematung.

“Dang…” panggil Andi.

“ehh, iya, Mas Andi” ucapnya kaget.

“Kamu kok, di sini?”

“Cari Mas Andi ada yang mau saya bicarakan”

“Mau bicara apa,ya?”

“Jadi gini, Mas pernah bilang kalau melaksanakan sholat sebagai tanda syukur dan takut kita kepada Allah, kalau Mas takut sama Allah kenapa Mas tidak menghindar saja. Kok malah mendekat. Biasanya kalau kita takut dengan sesuatu kita malah menjauh”. Ucapnya dengan rasa penasaran.

Andi tersenyum mendengar perkataan Dadang.

“Jadi gini Dadang, takut kepada Allah adalah sebagai tanda cinta kita kepada Allah, itu semua tidak bisa dipahami lewat kata-kata. Jadi kalau kamu mau tahu alas mengapa yang ditakutkan malah kita mendekat,kamu perlu masuk Islam dan mengenal Islam lebih dalam”. Jelas Andi.

Ada sesuatu yang menggerakkan hati Dadang untuk masuk Islam.

“Ajari saya untuk mengenal Islam, mas”. Ucap Dadang dengan mantap.

“Siap Dang”.

Hari berganti bulan, bulan berganti tahun, Dadang mulai mengenal Islam. Pakaiannya pun tidak lusuh lagi. Ia mulai menata hidupnya, walapun sekarang menjadi marbot di masjid tersebut. Dari sini Ia semakin dekat dengan Allah. Mulanya ia merasa kesulitan dalam belajar mengaji dan mengenal islam, tetapi kesabaran dan ketekunannya bisa melewati semuanya. Kini ia berdiri di depan masjid untuk menikmati pemandangan, ditatapnya langit berwarna biru. Pikirannya melabuh, teringat kejadian pertemuan antara ia dengan Mas Andi. Diingatnya lagi pertanyaan yang pernah Ia tanyakan kepada Andi tentang takut kepada Allah. Sekarang Ia mulai paham maksud dari kata itu, takut yang tidak membuat seseorang menjauh, tetapi malah semakin membuatnya semakin mendekat dan tidak akan berpaling. Ia sangat bersyukur masih diberi kesempatan mengenal islam dalam hidupnya.

Terlihat senyum manis terlukis di wajah Dadang dan sambil menatap langit ia bergumam "Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirobbil alamin (Sesungguhnya sholatku,ibadahku hidup dan matiku hanya untuk tuhan semesta alam)". Diiringi angin bertiaup semilir di sore hari yang cerah.