Lompat ke isi

Perkara Simbiosis

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Pengantar

[sunting]

Penulis bernama Siti Aisyah. Seorang gadis muda yang akan beranjak 19 tahun dalam waktu dekat. Datang dari utara pulau Kalimantan, dan tengah menimba ilmu di perguruan tinggi negeri di sana pula. Cerita ini diunggah untuk mengikuti Kompetisi Proyek Yuwana oleh Wikibuku Indonesia. Terlepas dari ide cerita yang klise, penulis berharap cerpen ini akan bermanfaat bagi para pembacanya.

Premis

[sunting]

Demi menuntaskan tugas sekolah tentang interaksi antara makhluk hidup, lima gadis muda memutuskan untuk mencari inspirasi di taman. Namun, bukannya dapat ilham, justru timbul perdebatan.

Lakon

[sunting]
  1. Tittari
  2. Gita
  3. Kartika
  4. Anna
  5. Yulia

Lokasi

[sunting]

Taman

Cerita Pendek

[sunting]
Dari kanan atas: Anna; Gita; Tittari; Kartika; dan Yulia tengah mengamati kupu-kupu

“Wah! Coba liat kupu-kupunya deh, cantik banget!” Gadis bersurai hitam lebat itu bersorak antusias. Pekik kegirangannya menyita perhatian empat orang lainnya. Mereka secara perlahan mendekati gadis itu.

“Cethosia biblis,” ucap Tittari dengan penuh percaya diri. Yulia, gadis yang sebelumnya bersorak kini mengubah ekspresinya, roman kebingungan tampak di wajahnya. "Apa itu nama kupu-kupunya? Bagaimana kamu bisa tahu?" Yulia bertanya dengan penuh semangat.

"Tentu saja, dia tahu. Bukankah ia dan keluarganya pecinta serangga? Lihat saja rumahnya bak istana hewan-hewan kecil. Bahkan, Kartika saja tidak sanggup tinggal selama sepuluh menit dalam rumah itu." Bukan Tittari yang menjawab, melainkan Gita, si gadis berambut ekor kuda. Ia menjawab seraya melirik Kartika, perempuan berambut bergelombang yang baru saja ia sebut namanya. Kartika memutar bola matanya ke atas, "Kenapa aku harus disebut-sebut?" Ia menatap ke arah Gita, bertanya dengan kesal. Melihat wajah kesal Kartika, Gita tergelak, yang lain pun turut tertawa.

Tittari kembali mendekatkan wajahnya ke hadapan bunga dan kupu-kupu tersebut. Seperti merasa terancam, sang kupu-kupu terbang meninggalkan wajah-wajah polos para gadis muda itu. Semua mata menatap Tittari, sementara yang ditatap hanya memasang senyum canggung.

“Kupu-kupunya udah pergi dan kita belum sempat foto interaksinya dengan bunga, jadi sekarang bagaimana?” tanya Anna, si gadis berhijab. Mereka semua tampak berpikir, mencari ide lain. Di tengah keheningan yang melanda, sebuah pertanyaan muncul meriuhkan suasana. "Tugasnya apa sih?"

"Astaga, dari tadi kamu ngapain aja, Kartika?!" Gita tidak habis pikir dengan temannya yang satu itu. Selagi suasana riuh dengan pertanyaan tidak terduga dari Kartika, Tittari dengan tenang menjelaskan, "Jadi, tugas kita itu terkait identifikasi komponen lingkungan sekitar dan interaksi antara makhluk hidup di dalamnya. Nah, tadi kan rencananya kita akan pakai interaksi antara kupu-kupu dengan bunga sebagai contoh simbiosis mutualisme, tapi karena kupu-kupunya sudah pergi, dan belum sempat difoto untuk bukti tugasnya, jadi alternatifnya gimana nih?" ucap Tittari menjelaskan, dengan Kartika yang mengangguk paham.

"Ayo kita ganti aja deh contoh simbiosisnya, kupu-kupu dengan bunga terlalu biasa tidak sih? Kayaknya banyak kelompok lain yang pakai contoh yang sama," saran Gita.

"Iya, tapi mau pilih contoh yang bagaimana? Itu dia masalahnya!" ucap Tittari kembali bertanya. Gita menatap ke lingkungan sekitar, mencari ide untuk keberlanjutan tugas kelompok mereka. Di tengah situasi itu, netranya tidak sengaja bertemu dengan Kartika yang lagi-lagi tampak kebingungan.

Gita berdecak, lantas bertanya "Ada apa lagi Kartika?" Mendengar namanya disebut, Kartika kembali menampilkan senyum canggungnya. "Simbiosis yang kalian sebut tadi maksudnya interaksi antara makhluk hidup, kan?" tanyanya ragu. Bagaimana tidak? Roman tidak bersahabat dari wajah Gita menciutkan nyalinya untuk bertanya. Menyadari hal itu, Tittari lantas menjawab, "Iya, betul. Simbiosis kan artinya interaksi antara makhluk hidup." Jawaban singkatnya pun diiyakan dengan anggukan tanda setuju dari teman-teman.

"Kita pakai yang gampang aja, kebetulan ada matahari dan tanaman, pakai interaksi keduanya aja! Kan tanaman dapat untung dari adanya sinar matahari!" Yulia dengan semangat mengusulkan idenya. Gita menatapnya jengkel, sementara yang lainnya hanya tertawa kecil mendengar usul tersebut.

Gita tengah membentak

"Interaksi antara makhluk hidup, Yulia! Sedangkan matahari bukan makhluk hidup!" Jelas Gita penuh dongkol. "Loh, matahari bukan makhluk hidup?" Untuk kesekian kalinya, Kartika yang bertanya dengan polosnya. Gita tampak lelah dengan pertanyaan-pertanyaan tidak terduga dari teman sekelompoknya itu. Ia menghembuskan napasnya kasar, lalu berkata, "Yulia, Gita, kalau kalian tidak bisa apa-apa, bagaimana kalau kalian berdua diam saja? Jadi, kalian tidak akan merepotkan yang lainnya," geramnya. Mereka terkejut dengan ucapan Gita itu.

"Gita, kami tahu kamu kesal, tapi perkataanmu terlalu kasar. Mereka bertanya karena tidak tahu, jadi wajar dong?" protes Tittari. Suasana tegang menyelimuti mereka, baik Gita dan Tittari terus mempertahankan pendapatnya masing-masing.

"Kalian udah SMP, masa tidak paham soal simbiosis, hal segampang ini kalau tidak tahu bukannya keterlaluan banget, ya?" Ujaran Gita yang terkesan merendahkan lantas memperkeruh suasana.

Ilustrasi simbiosis mutualisme

"Ya … kalau memang mereka belum paham, terus kenapa? Kan dari sini kita bisa belajar, mereka yang awalnya tidak paham akan jadi mengerti dari kegiatan ini, dan dari kitalah mereka akan belajar. Apa susahnya untuk menjawab?" Tittari kembali menjawab.

Melihat situasi yang semakin memburuk, Anna lantas menyela perdebatan mereka, "Sudahlah, kalau berdebat terus kapan tugas kita selesai? Gita dan Kartika sekarang sudah jauh lebih paham, jadi buat apa berdebat lagi? Sekarang ayo fokus untuk selesaikan tugasnya!" Rupa mukanya yang tenteram dan cara bicaranya yang lembut, membuat mereka seolah tersihir dengan ucapan Anna tersebut. Perdebatan 'kecil' itu diakhiri dengan saling maaf antara keduanya.

Namun, belum selesai sampai di situ, mereka kembali dihadapkan dengan pertanyaan yang tak kunjung ditemukan jawabannya, yakni contoh simbiosis seperti apa yang akan mereka pilih?

Kini mereka tengah terfokus dengan gadget masing-masing, memanfaatkan teknologi yang ada untuk menyelesaikan tugas. Lama hening, Yulia pun mulai angkat bicara, "Aku dapat dari google, kita bisa pakai interaksi antara lebah dan bunga sebagai simbiosis mutualisme, menurut kalian bagaimana?" Ia bertanya seraya menatap ke sekeliling.

"Ih, jangan dong, nanti kita disengat gimana?" tolak Kartika. Gita pun turut menambahkan, "Iya, ganti aja. Itu contoh yang udah biasa banget."

"Kerbau dan buruk jalak, simbiosis mutualisme juga tuh," usul Anna. "Anna, di sini tidak ada kerbau," ucap Yulia. "Itu juga termasuk contoh yang biasa dipakai, cari yang lain deh," tambah Gita.

"Ini ada contoh simbiosis parasitisme nih, kutu rambut sama manusia," saran Yulia sembari tertawa. Selera humornya benar-benar patut dipertanyakan. Sementara itu, Kartika menatapnya jijik, ia tampaknya tengah membayangkan proses foto jika ide itu benar-benar direalisasikan, "Ewh, jangan dong, jijik tau!"

"Iya sih menjijikan, tapi Itu manusiawi tau!" Ujar Yulia. Ingatannya seketika membawanya ke masa lalu, ketika rambut panjangnya harus terpaksa dipotong karena banyaknya kutu rambut yang menjalar kulit kepalanya. Gara-gara peristiwa itu, ia semakin rajin merawat rambutnya, cukup sekali ia mengalaminya, jangan sampai terulang.

"Iya nih, jangan itu. Soalnya itu termasuk contoh yang biasa juga," ucap Gita untuk kesekian kalinya.

Tittari yang jenuh mendengar lantas angkat bicara, "Semua aja kamu sebut contoh yang biasa, jadi kamu maunya yang bagaimana? Ikan hiu dan ikan remora? Sana ke laut aja kalau gitu! Atau mau yang lebih nggak biasa lagi, kayak bunga rafflesia dan lalat? Kerjakan aja sendiri, ini kan tugas kelompok, jangan semaumu aja dong!"

"Siapa yang bilang aku mau kerjakan semauku? Buktinya aku masih bertanya pendapat kalian kan? Aku nggak memaksakan kemauanku kok, aku cuma bilang kalau kita jangan ambil contoh yang terlalu biasa, emang salah?" Pertanyaan itu dijawab lagi dengan pertanyaan ketus oleh Gita.

Anna, Yulia, dan Kartika yang merasakan akan adanya perdebatan bagian dua ini pun dengan segera melerai mereka berdua. "Aduh, sudahlah, baru juga selesai berdebat, masa mau berdebat lagi? Ayo fokus kerjakan lagi!" Ajak Yulia dengan semangat.

"Iya, betul. Ayo cari contoh lain, ada banyak kok, pasti ketemu yang sesuai!" Kartika turut menimpali. Setelah memenangkan diri, Gita kembali berkata, "Yaudah, maaf karena terlalu banyak mau, sekarang aku ikut sama keputusan kalian aja deh," ujarnya.

"Oke, asal kamu nggak keberatan," ucap Tittari seraya tersenyum simpul. Baru saja hendak menggunakan handphone-nya, matanya tak sengaja menatap ke arah Anna yang tengah bermain dengan gundukan pasir.

"Anna, kamu ngapain?" tanyanya keheranan. Hal itu lantas juga menjadi perhatian ketiga teman mereka. Anna melirik ke arah Tittari, "Oh ini, aku bosan jadi mau main sama cacing aja gitu," jawabnya datar. Di satu sisi, Kartika yang mendengarnya merasa syok, terlebih cara Anna menjawab pertanyaan itu dengan datar membuatnya tak habis pikir. "Ewh, itu cacing loh, Anna! Bisa-bisanya kamu bicara dengan nada datar kayak gitu," ucap Kartika.

"Nah! Aku tau!" Seruan Tittari mengejutkan mereka semua, terlebih Kartika yang berdiri tepat di sebelahnya. Sudah dibuat syok oleh Anna, teriakan Tittari pun mengejutkan dirinya, entah apa lagi yang menunggu Kartika.

"Ada apa?" Tanya Yulia keheranan. Anna yang sedari tadi berjongkok pun kini berdiri. "Daripada ribet memikirkan contoh apa yang mau dipakai, kita pakai aja contoh cacing dengan tanaman sebagai simbiosis mutualisme. Bisa kan? Ini sudah alternatif paling tepat, kawan! Ini sudah sore, kita sudah menghabiskan berapa jam di taman ini, jadi bagaimana kalau itu saja yang kita pilih?" ucapnya meyakinkan teman-teman.

Dari kiri: Yulia; Kartika; Anna; Tittari; dan Gita tengah mengamati interaksi cacing dengan tanaman

Mereka mengangguk setuju, tak terkecuali Gita yang pemilih. Mereka pun mulai untuk memotretnya. Foto pertama, cacing ditaruh di luar tanah. Foto kedua, cacing itu dimasukkan ke dalam tanah. Mereka sengaja melakukan itu, untuk memperjelas, secara akan cukup susah bagi mereka untuk memotret keadaan dalam tanah. Hasil foto pun didapatkan. Kegiatan mereka hari itu diakhiri dengan Yulia yang mengarahkan cacing ke arah Kartika sehingga terjadilah kejar-kejaran di antara mereka berdua, yang diiringi pula dengan gelak tawa teman-teman lainnya.