Permainan Tradisional Desa Balesari

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Permainan Tradisional Desa Balesari[sunting]

Buku katalog permainan tradisional ini merupakan buku katalog untuk proyek Yuwana. Jenis-jenis permainan tradisional ini dikategorikan berdasarkan asal daerah yaitu Desa Balesari. Hasil tulisan dalam katalog buku ini diambil dari pengalaman pribadi penulis pada masa kecilnya yaitu sekitar tahun 2000-an.

Permainan tradisional adalah permainan yang dimainkan oleh masyarakat tertentu dengan memanfaatkan apa saja yang ada di sekitarnya. Tentu saja permainan tradisional dilakukan berdasarkan kearifan lokal yang ada di wilayahnya. Permainan tradisional memiliki banyak manfaat, diantaranya untuk mengasah perkembangan motorik anak. Selain itu, permainan tradisional juga dapat mempererat hubungan antar warga.

Setiap daerah akan memiliki permainan tradisional yang berbeda-beda sesuai dengan sejarah, tradisi, kebudayaan dan nilai-nilai yang berlaku di daerah tersebut. Permainan tradisional sangat penting untuk dilestarikan karena hal ini akan membantu menjaga keberlangsungan budaya dari generasi ke generasi. Di sisi lain, permainan tradisional secara tidak langsung akan membantu menjaga kesehatan jasmani dan rohani bagi orang yang memainkannya. Hal ini disebabkan oleh kegiatan yang ada dalam permainan tradisional berupa olahraga dimana kegiatan tersebut memberikan rasa riang gembira.

Tak hanya orang yang memainkannya saja, permainan tradisional mampu menjadi hiburan bagi warga yang menontonnya. Oleh karena itu, kita sudah sepatutnya menghargai dan melestarikan permainan tradisional agar tidak punah sehingga bisa dimainkan oleh generasi selanjutnya. Salah satu caranya adalah dengan mengajak anak-anaknya atau warga desa maupun kota untuk bermain bersama.

Sekilas tentang Desa Balesari[sunting]

Desa Balesari adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Bansari, kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah. Desa ini memiliki luas wilayah 4,9 km² dengan jumlah penduduk 2.385 orang (BPS, 2022). Desa Balesari berada di lereng gunung Sindoro dan memiliki 5 dusun didalamnya, yaitu dusun Boresan-1, Boresan-2, Lembangan, Kalensari, dan Sorogaten. Desa ini memiliki kesenian berupa Kuda Lumping, Topeng Ireng, Bangilun, Rebana, Sholawat Jawa, dan Tari Lengger. Sebelumnya, pada tahun 1990-an, desa ini memiliki kesenian berupa Ketoprak, Wayang Wong, dan Uyun-uyun. Namun para pemainnya kini telah tiada dan keseniannya belum sempat ditularkan kepada generasi berikutnya.

Desa Balesari memiliki beberapa daerah berupa tegal dan persawahan yang dimanfaatkan dengan sistem terasering. Sehingga banyak warganya yang bermata pencaharian sebagai petani. Tanaman yang dikembangkan oleh para petani tersebut dibudidayakan dengan sistem tumpang sari. Berbagai macam tanaman sayur dan palawija memenuhi lahan pertanian mereka.

Istilah-istilah dalam permainan tradisional di desa Balesari[sunting]

1. Kobongan : salah menebak nama orang yang bersembunyi. Hal ini bisa dikarenakan kedua pemain yang bersembunyi saling tukar baju yang diapakai. Biasanya dilakukan anak laki-laki yang bermain saat malam hari.

2. Sawah : lulus permainan dalam semua tingkatan. Pemain berhasil menyelesaikan semua tahapan permainan dan akan mengulangi permainan dari awal. Jika lulus sekali disebut 'sawah siji' atau sawah 1,  lulus dua kali disebut 'sawah loro', dan seterusnya menggunakan urutan angka Jawa. Sawah digunakan dalam permainan 'yeye', 'sawahan', 'ting-ting byok', 'gatheng', dan permainan yang terdiri dari beberapa tingkatan.

3. Bates : batasan wilayah bermain yang disepakati para pemain. Misalnya barat sampai rumah Ahmad, timur sampai rumah Affa, utara dan selatan sebaris rumah yang ada di jalan utama desa. Biasanya digunakan saat bermain 'lipungan' dan 'sesgung' yang memerlukan tempat sembunyi. Kadang juga diberi batas bahwa tidak boleh bersembunyi di dalam rumah.

4. Hitungan waluh: hitungan dari 1 hingga 10 menggunakan hitungan Jawa secara cepat. Hitungan biasa dalam bahasa Jawa yaitu siji, loro, telu, papat, lima, enem, pitu, wolu, sanga, dan sepuluh. Hitungan waluh yaitu ji ro lu pat mo nem tu lung wa luh. Biasanya digunakan untuk menghitung waktu sembunyi atau 'deblagan' (hukuman dengan memukul secara ringan).

5. Ingkleng : melompat dengan satu kaki

6. Pemain Ti: pemain yang berjaga

7. Pingsut : metode menentukan pemain Ti menggunakan suit tiga jari yaitu ibu jari sebagai lambang gajah, jari telunjuk sebagai lambang orang, dan jari kelingking sebagai lambang semut. Ibu jari akan mengalahkan jari telunjuk, jari telunjuk mengalahkan jari kelingking dan jari kelingking mengalahkan ibu jari. Pingsut hanya dilakukan oleh dua orang.

8. Hompimpah: cara menentukan urutan pemain. Hompimpah menggunakan lambang putih (bagian telapak dalam tangan) dan hitam (bagian punggung luar tangan). Lambang yang berbeda sendiri akan menang. Cara ini dilakukan oleh minimal 3 orang. Sebelum tangan mereka diperlihatkan putih atau hitam, mereka mengayunkan tangan ke kanan dan kiri sambil menyanyikan lagu: hompimpah alaiyung gambreng.

9. Sor-sor dawa : cara menentukan pasangan atau urutan bermain. Sor-sor dawa dilakukan dengan menonjokkan tangan (posisi panjang/ dawa) atau menariknya (posisi pendek/cindek). Akan ada satu orang yang memandu dengan melagukan liriknya sebagai berikut.

a. Sor-sor dawa sing dawa dong dadi atau sor-sor dawa sing cindek ora dong dadi: berarti tangan panjang yang jadi/menang/sepasang

b. Sor-sor dawa  sing dawa ora dong dadi atau sor-sor dawa sing cindek dong dadi: berarti tangan pendek yang jadi/menang/sepasang

Semua pemain melingkar dan mematuhi lirik yang dilakukan pemandu. Biasanya dilakukan saat pemain yang ikut permainan dalam jumlah genap atau berkelompok seperti 'srantang', 'yeye', dan sebagainya.

10. Pitpitpit : bisa digunakan untuk menentukan pemain Ti atau menentukan urutan pemain. Biasanya digunakan jika pemain ada lebih dari 5 orang. Ada satu pemandu dengan memposisikan telapak tangan menghadap ke bawah di depan setinggi kepalanya. Semua pemain akan meletakkan salah satu jari telunjuknya di bawah telapak tangannya. Ia akan mulai dengan melagukan lirik yaitu 'pitpitpit gula batu kecepit'. Saat kata kecepit, semuanya berusaha menarik jari telunjuknya. Tidak boleh ditarik sebelum kata kecepit diucapkan. Pemandu akan mengucapkan secara lambat maupun cepat untuk mengecoh para pemain. Pemain yang jari telunjuknya kecepit, maka dia akan menjadi pemain Ti atau bisa juga pemain yang gilirannya paling belakang.

Jenis-jenis Permainan Tradisional[sunting]

1. Sesgung[sunting]

Sesgung merupakan permainan tradisional yang bisa dimainkan oleh banyak orang. Mulai dari anak-anak hingga dewasa bisa ikut dalam permainan ini. Alat dan bahan yang digunakan dalam permainan Sesgung terdiri dari ranting pohon atau kayu (bisa diganti dengan potongan bambu) sebagai piramida dan batu (bisa diganti sandal) sebagai senjata.

Permainan Tradisional Sesgung

Persiapan[sunting]

Semua pemain menyiapkan masing-masing satu buah kayu. Ukuran panjang sekitar 20 s.d. 30 cm dengan lebar atau diameter menyesuaikan bahan yang ada. Biasanya berukuran lebar 2 s.d. 5 cm. Semakin lebar maka akan semakin kuat digunakan. Selain itu, pemain juga menyiapkan sebuah batu berukuran sedang kira-kira sebesar genggaman tangan pemain. Semakin antep (berbobot) maka batu akan semakin baik digunakan.

Kayu ditata membentuk piramida sedangkan batu digunakan untuk melempar. Biasanya, permainan Sesgung dimainkan di lapangan atau pelataran terbuka seperti halaman rumah. Alas atau permukaan berupa tanah akan lebih disukai untuk digunakan.

Piramida kayu disusun di ujung halaman yang ditandai dengan garis membentuk lingkaran di tanah. Kemudian di ujung yang lain akan dibuat garis memanjang sebagai batas pemain untuk melempar senjata. Jarak antara garis batas dengan lingkaran sekitar ± 200 cm atau sesuai kebutuhan dan kesepakatan para pemain. Anak-anak akan menggunakan jarak lebih pendek dibandingkan dengan orang dewasa atau remaja yang menggunakan jarak lebih panjang.

Cara Bermain[sunting]

Para pemain mengantre di belakang garis batas sambil memegang senjata masing-masing. Secara bergilir mereka melempar senjata ke arah piramida kayu yang telah disusun bersama. Jika ada pemain yang berhasil merobohkan piramida, maka pemain di belakangnya (sesuai urutan baris antrean) akan menjadi pemain Ti, yaitu pemain yang berjaga.

Pemain Ti bertugas menyusun kembali piramida kayu. Setelah tertata, ia berjongkok menghadap piramida dan menutup mata serta berhitung sesuai keinginannya, minimal satu kali hitungan 'waluh' atau sesuai kesepakatan. Semua pemain lainnya bergegas untuk bersembunyi di sekitar tempat bermain. Mereka harus bersembunyi di tempat yang dirasa aman dan tak bisa ditemukan oleh pemain Ti, namun masih tetap bisa memantau gerak-gerik pemain Ti. Hal ini dilakukan agar mengetahui posisi dimana pemain Ti berada.

Pemain Ti akan mulai membuka mata dan mencari pemain lainnya ketika hitungan selesai. Ia bergegas lari mendekati piramida ketika menemukan salah satu atau beberapa pemain lainnya. Ia akan menyebut nama pemain yang ditemukan sambil mengayunkan salah satu kakinya diatas piramida membentuk pola lingkaran. Kemudian mengucapkan kata 'sesgung' setelah menyebut nama pemain itu. Misalnya, Ahmad Sesgung!

Hal ini berarti Ahmad sudah berhasil ditemukan. Pemain yang hebat adalah dia yang tidak bisa ditemukan oleh pemain Timnas, atau pemain yang dapat menghancurkan piramida ketika pemain Timnas menjauh dari lingkaran piramida. Ketika pemain ditemukan oleh pemain Ti, pemain tersebut masih ada kesempatan untuk merobohkan piramida dengan cara berlari lebih cepat dari pmmain Sebelum ada kata 'sesgung' dari pemain Ti, berarti pemain tersebut sah untuk menrobohkan piramida dengan menyepakkan kakinya.

Jika ada pemain yang berhasil merobohkan piramida, maka pemain Ti tersebut kembali berjaga. Namun jika semua bisa di-'sesgung' atau semua berhasil ditemukan oleh pemain Ti, maka akan dilakukan lempar senjata ulang. Pelemparan ini dilakukan tanpa diikuti pemain Ti sebelumnya. Sehingga pemimpin Ti sudah pasti tidak akan mendapat giliran berjaga lagi. Demikian seterusnya, permainan Sesgung akan dilakukan kembali sampai waktu sesuai kesepakatan.

Biasanya, permainan 'Sesgung' dimainkan saat istirahat sekolah di halaman sekolah, sepulang sekolah di halaman rumah pada sore hari hingga malam hari. Bahkan ada yang melanjutkan pada hari berikutnya dengan syarat para pemainnya sama. Jika pemain yang ikut berbeda, maka mereka tak jadi melanjutkan namun memulai Sesgung kembali dari awal.

2. Lipungan[sunting]

Lipungan merupakan permainan tradisional sejenis petak umpet yang ada di berbagai wilayah di Indonesia. Namun tentunya ada beberapa hal unik yang menjadikan Lipungan berbeda dengan petak umpet pada umumnya. Lipungan bisa dimainkan oleh anak-anak hingga dewasa. Namun semakin berkembangnya jaman, Lipungan hanya dimainkan oleh anak-anak.

Dalam permainan ini tidak diperlukan alat dan bahan yang perlu disiapkan. Lipungan hanya  butuh pemain untuk dapat dimainkan. Seluruh pemain terlebih dahulu menentukan pemain Ti dengan cara pingsut. Selain itu, bisa ditentukan dari 'kertas baru gunting', 'sor-sor dawa', hompimpah, dan sebagainya. Ketika sudah terpilih pemain Ti, para pemain akan bersiap untuk bersembunyi. Pemain Ti akan menutup mata dan menempelkan kepalanya pada tembok atau tiang sebagai titik 'lipung'. Sambil menghitung dalam hitungan 'waluh', pemain Ti berkata "Tak ditung ping patang waluh nek urung tit tak lipung!" (Kuhitung sampai empat puluh, kalau belum bersembunyi maka akan ku 'lipung').

Pemain Ti mulai menghitung dan akan membuka mata setelah hitungan selesai, kemudian mencari pemain yang bersembunyi.

Jika pemain Ti melihat pemain yang bersembunyi, ia harus bergegas menyebut nama pemain tersebut dan berlari menuju titik lipung kemudian berkata (misalnya) Ahmad lipung!

Sebagai pemain yang bersembunyi, mereka akan berusaha meraih titik lipung. Ketika ditemukan oleh pemain Ti di tempat persembunyian, mereka masih bisa adu cepat berlari untuk meraih titik lipung. Saat sampai titik lipung, mereka cukup berkata "Lipung!"

Jika telah lama mencari namun pemain Ti tidak menemukan satupun pemain lain, maka ia boleh berkata "Kabeh tak gawe nas!" (Semua saya bebaskan). Sehingga mereka akan keluar dari tempat persembunyian dan pemain Ti akan kembali berjaga. Hal ini juga berlaku ketika pemain Ti menemukan pemain lain namun tidak berhasil me-lipung semuanya.

Sebaliknya, jika pemain Ti me-lipung semuanya, maka akan dilakukan 'pilihan lurah'. Cara pilihan lurah adalah sebagai berikut. Pemain Timnas menutup mata menghadap titik lipung, sementara pemain lainnya berbaris memanjang di belakangnya membentuk satu barisan berbanjar. Pemain Ti kini bertugas sebagai lurah. Ia berhak memilih pemain Timnas selanjutnya. Ia harus mengucapkan nomor diatas sepuluh, misalnya 'nomer 27 karo lurahe' (nomor 27 dengan lurahnya). Kemudian ia membuka mata dan mulai menghitung. Jika 'karo lurahe' maka hitungan dimulai dari pemain Ti. Jika 'ora karo lurah e' (tanpa lurah)  berarti hitungan dimulai dari pemain yang berada tepat di belakangnya.

Hitungan dimulai dari depan ke belakang dan kembali ke depan lagi jika hitungan sudah sampai pemain di ujung belakang namun angka masih bersisa. Ketika sudah terpilih pemain Ti selanjutnya, mereka akan mengulangi permainan Lipungan kembali.

3. Yeye[sunting]

Yeye atau biasa disebut sebagai permainan karet Jepang merupakan permainan yang menggunakan karet sebagai bahan utamanya. Karet disusun menyambung menyerupai rantai panjang. Biasanya karet akan disusun secara rangkap (satu mata rantai terdiri dari 1 sampai 3 buah karet) agar tidak mudah putus sehingga lebih awet digunakan. Permainan yeye membutuhkan setidaknya 3 orang pemain yang terdiri dari 2 pemain Ti dan 1 pemain tergilir. Mereka bertiga terlebih dahulu menentukan urutan pemain tergilir. Biasanya mereka akan hompimpah untuk menentukannya. Pemenang pertama akan menjadi pemain tergilir yang berhak untuk bermain pertama kali.

Rantai Karet

Yeye juga bisa dimainkan oleh banyak orang dengan cara membaginya menjadi dua kelompok. Satu kelompok sebagai tim Ti dan satu kelompok lain sebagai pemain tergilir. Jika pemain tergilir lebih dari satu orang, mereka akan bermain secara bergantian dalam satu tim. Pemain tergilir akan bermain terlebih dahulu sedangkan pemain Ti bertugas memegang rantai karet. Ada dua macam cara memegang rantai karet yaitu satu jalur dan dua jalur. Keduanya direntangkan dari ujung pemain Ti ke ujung pemain Ti yang lain dengan jarak tertentu (biasanya berjarak sekitar 2 sampai 3 meter). Rantai karet satu jalur direntangkan membentuk garis sedangkan rantai karet dua jalur direntangkan membentuk persegi panjang (dengan kedua ujung rantai karet digabungkan).

Terdapat 3 tingkatan dalam permainan yeye.

Urutan permainan Yeye[sunting]

Rantai karet tepat di atas permukaan tanah.

Rantai karet setinggi mata kaki

Rantai karet sejajar dengan lutut

Rantai karet setinggi pantat

Rantai karet sejajar dengan pinggang

Rantai karet setinggi bahu

Rantai karet sejajar dengan kepala

Cara bermain Yeye[sunting]

Tingkat I[sunting]

Pada tingkatan ini menggunakan rantai karet satu jalur.

Rantai karet tepat di atas permukaan tanah.

Kata yang diucapkan yaitu "ajinomoto cap mangkok merah". Sedangkan gerakan kaki membuka diantara rantai karet kemudian melompat lalu kaki menyilang tanpa menyentuh rantai karet hingga kata yang diucapkan selesai. Jika kaki mengenai rantai karet makan pemain bergilir mati. Namun masih ada kesempatan untuk dibantu oleh pemain lain yang berada dalam satu tim. Sehingga pemain yang menggantikan akan memainkan 2 kali. Bantuan hanya dilakukan satu kali. Jika bantuan juga mati, otomatis pemain bergilir lainnya dianggap mati dan harus berganti menjadi pemain Ti.

Rantai karet setinggi mata kaki

Pemain bergilir akan memainkan dengan cara melompat ke kanan dan kekiri rantai karet. Posisi kaki harus menutup rapat. Ini dilakukan sampai hitungan 7 kali tanpa menyentuh rantai karet.

Rantai karet sejajar dengan lutut

Dilakukan dengan menyebrangi rantai karet menggunakan satu kaki yang berpijak. Ini dilakukan 7 kali hitungan melompat tanpa menyentuh rantai karet.

Rantai karet setinggi pantat dan pinggang

Pada bagian ini, pemain akan melompati dengan kaki bergantian tapi dengan ritme cepat. Sehingga dua kaki akan melewati rantai karet dengan waktu yang hampir bersamaan. Jika melompat dengan lambat makan pemain bergilir tersebut dianggap mati dan tidak bisa melanjutkan permainan.

Rantai karet setinggi bahu dan kepala

Posisi ini harus dilewati dengan melompat diatas rantai karet. Ada beberapa pilihan cara untuk dilakukan yaitu hanya melompat biasa dan melompat dengan menginjak rantai karet terlebih dahulu atau salto.

Perpindahan antara tingkat I ke tingkat II

Rantai karet setinggi mata kaki. Mulanya, pemain bergilir berada diluar rantai karet menghadap ke dalam hingga sisi pertama rantai karet menyentuh pergelangan kaki. Kemudian melompat kedepan hingga membelakangi sisi kedua. Setelah itu tarik dengan berjalan mundur hingga pergelangan kaki bagian belakang menyentuh rantai karet sisi kedua. Lalu melompat maju melewati rantai karet sisi pertama hingga kaki keluar dari jeratan rantai karet.

Tingkat II[sunting]

Pada tingkatan ini, pemain berhak menentukan posisi ketinggian rantai karet. Setiap tinggi rantai karet memiliki pilihan jumlah gerakan.

Gerakan yeye pada tingkat ini dibagi menjadi 3 macam yaitu gerakan mundur, rangkap mundur dan maju.

Berikut pilihan untuk gerakan mundur.

Rantai karet sejajar dengan lutut memiliki jumlah 25 kali gerakan yeye.

Rantai karet setinggi pantat memiliki jumlah 20 kali gerakan yeye.

Rantai karet sejajar dengan pinggang memiliki jumlah 15 kali gerakan yeye.

Rantai karet setinggi bahu memiliki jumlah 10 kali gerakan yeye.

Rantai karet sejajar dengan kepala memiliki jumlah 5 kali gerakan yeye.

Gerakan mundur dilakukan dengan cara menempelkan tubuh ke rantai karet tetapi tangan tak boleh menyentuhnya. Untuk mengantisipasi hal ini, biasanya para pemain akan memanfaatkan baju mereka sebagai alas atau bagian yang menyentuh rantai karet. Ada juga yang memilih untuk mengangkat tangan ke atas agar tidak menyentuh. Sedangkan posisi kaki ditekuk ke belakang mengapit rantai karet dan mengayunkannya ke atas kemudian menjatuhkan ke bawah. Lalu melepaskan rantai karet dengan mengayunkan kembali kearah sebaliknya.

Gerakan rangkap mundur

Pilihan jumlah gerakan ini lebih sedikit daripada gerakan  mundur.  

Rantai karet sejajar dengan lutut memiliki jumlah 20 kali gerakan yeye.

Rantai karet setinggi pantat memiliki jumlah 15 kali gerakan yeye.

Rantai karet sejajar dengan pinggang memiliki jumlah 10 kali gerakan yeye.

Rantai karet setinggi bahu memiliki jumlah 5 kali gerakan yeye.

Rantai karet sejajar dengan kepala memiliki jumlah 3 kali gerakan yeye.

Gerakan rangkap mundur sama dengan gerakan mundur. Hanya saja, saat kaki mengapit rantai karet, kaki diayunkan dua kali sehingga karet yang melilit terterlihat rangkap.

Gerakan maju

Pilihan jumlah gerakan ini lebih sedikit lagi daripada gerakan rangkap mundur.  

Rantai karet sejajar dengan lutut memiliki jumlah 15 kali gerakan yeye.

Rantai karet setinggi pantat memiliki jumlah 10 kali gerakan yeye.

Rantai karet sejajar dengan pinggang memiliki jumlah 5 kali gerakan yeye.

Rantai karet setinggi bahu memiliki jumlah 3 kali gerakan yeye.

Rantai karet sejajar dengan kepala memiliki jumlah 1 kali gerakan yeye.

Gerakan hampir sama dengan gerakan mundur, hanya saja kaki kanan mengapit rantai karet ke depan satu kali diikuti kaki kiri melompat dan mengapit ke depan. Kemudian kaki kanan melepaskan aliran dengan mengayunkan ke belakang sebanyak dua kali hingga karet lepas.

Tingkat III[sunting]

Posisi karet langsung pada ketinggian sejajar dengan pergelangan atau mata kaki. Pemain bergilir mengambil posisi di dalam rantai karet berbentuk persegi panjang. Kemudian kaki melompat dari dalam (diantara dua sisi) rantai karet kemudian melompat keluar dengan posisi kaki membuka lebar. Begitu seterusnya hingga hitungan 7 kali.

Posisi karet selanjutnya yaitu setinggi pantat pemain Ti. Kedua kaki pemain bergilir melompat dari dalam ke arah luar. Dilakukan sebanyak 7 kali hitungan.

Tamat.

4. Sedek-sedek[sunting]

Permainan ini membutuhkan karet sebagai medianya. Mungkin ada di beberapa wilayah dengan sebutan lompat tali atau sejenisnya. Di desa Balesari, lompat tali ini dikenal dengan sebutan Sedek-sedek. Nama ini diambil dari suara karet yang diayunkan kemudian mengenai permukaan bumi akan berbunyi Sedek-sedek.

Cara bermain cukup mudah. Rantai karet dipegang oleh dua orang pemain Ti dari ujung satu ke ujung yang lain dalam keadaan kendor. Jika ada pemain bergilir yang sedang bermain, maka tali digerakkan memutar dari kiri ke kanan atau sebaliknya.

Terdapat tiga tingkatan dalam permainan ini yaitu tingkat I, II, dan III.

Tingkat I[sunting]

Berawal dari posisi karet diam, pemain bergilir akan bermain sesuai urutan berikut.

Lompat biasa sebanyak 5 kali

Lompat sambil 'pethenthengan' (tangan memegang pinggang) sebanyak 5 kali

Lompat sambil berputar tubuhnya sebanyak 5 kali

Lompat pocong (kedua telapak tangan menguncup diatas kepala) sebanyak  5 kali

Lompat dengan satu kali sebanyak 5 kali

Lompat dengan berjongkok sebanyak 5 kalo

Semua gerakan tersebut bisa dilakukan secara terpisah maupun secara bersambung. Jika dilakukan terpisah maka setiap 5 kali hitungan berhenti lalu baru dilanjutkan gerakan berikutnya. Jika dilakukan bersambung berarti menggabungkan semua gerakan.

Melompat disini artinya melompati rantai karet yang diayunkan tanpa menginjakknya. Jika menginjak maka permainan mati dan harus berganti dengan pemain dari tim lain (pemain Ti berganti dengan pemain bergilir dan sebaliknya)

Tingkat II[sunting]

Berawal dari karet yang diayunkan kearah pemain bergilir, pemain tersebut harus melewati dengan melompat kemudian keluar ke sisi yang berbeda. Urutan dan jenis lompatan sama dengan tingkat I.

Tingkat III[sunting]

Tingkat ini biasa disebut sebagai jurangan. Karet berayun kearah meninggalkan pemain bergilir. Pemain tersebut harus melewati dengan melompat ke dalam sesuai urutan, jenis dan jumlah hitungan lalu keluar setelahnya. Urutan dan jenis lompatan sama dengan tingkat I dan II.

5. Dolanan Bur[sunting]

Bur adalah sebutan untuk kartu mainan atau sering juga disebut kartu wayang. Meski dijuluki kartu wayang, kartu yang berbentuk kotak ini tak hanya bergambar wayang. Gambar ada di dalam kartu wayang antara lain tokoh wayang, buah-buahan, sayuran, hewan, kartun anak-anak, dan gambar menarik lainnya. Dalam satu set kartu wayang, biasanya terdiri dari 30 lembar. Setiap lembar tak hanya gambar karakter namun ada juga tercantum angka mulai dari 1 sampai dengan 30.

Ada beberapa permainan menggunakan bur atau kartu wayang ini di desa Balesari, yaitu sanggong, tepuk bur, untalan bur, Tekpo, dan sebagainya.

a. Sanggong[sunting]

Sanggong merupakan permainan matematika dengan menjumlahkan angka-angka yang tertera pada bur/kartu wayang. Biasanya, sanggong ditentukan dengan jumlah angka 30, atau sesuai kesepakatan, misalnya 40 maupun angka puluhan yang lain. Cara bermain sanggong cukup mengocok kartu wayang dan menumpukkan di tengah para pemain. Pemain akan bergantian mengambil kartu satu per satu secara bergiliran. Jumlah kartu wayang yang diambil biasanya dibatasi paling banyak 7 buah. Sebelum mencapai 7 buah kartu, pemain dapat berhenti mengambil ketika jumlah angka mendekati 30. Jangan sampai mengambil kartu hingga jumlah angka melebihi 30. Hal itu bisa menjadikan kita mati atau kalah dalam permainan. Pemenang sanggong adalah pemain yang bisa mengumpulkan kartu dengan jumlah angka 30 atau paling mendekati angka tersebut.

Sanggong-Dolanan Bur

b. Tepuk Bur[sunting]

Tepuk bur biasanya dimainkan oleh 2 orang pemain. Mereka akan meletakkan satu buah bur diatas telapak kanan mereka masing-masing. Dalam hitungan ketiga, mereka akan saling ber tepung dengan tangan kanannya dan menjatuhkan bur ke bawah. Bur yang menghadap ke atas (terlihat gambarnya) keluar sebagai pemenang. Si pemenang berhak mengambil kartu pemain lain yang kalah  dan menjadi hak miliknya.

c. Untalan Bur[sunting]

Untalan bur berarti melempar kartu. Dalam permainan untalan bur, pemain tidak memperhatikan angka yang tertera pada kartu. Pemain cukup menghitung jumlah kartu yang digunakan. Cara bermain menggunakan bantuan bentuk persegi yang digambarkan diatas permukaan lantai atau tanah. Persegi tersebut dibagi menjadi 4 bagian/ruang dengan bantuan garis bagi. Setiap ruang akan diberikan nomor 1, 2, 3, dan 4. Kemudian akan dibuat garis batas sekitar 2 sampai 3 meter dari persegi tersebut.

Angka 1 dan 2 di bagian bawah sedangkan angka 3 dan 4 di bagian atas. Sehingga angka 3 dan 4 akan berada lebih jauh dari garis batas. Garis ini digunakan untuk membatasi para pemain dalam 'nguntalake' atau melempar kartu. Para pemain akan berusaha memasukkan kartu ke dalam ruang persegi berangka. Sementara satu pemain akan bertugas sebagai blandar, yaitu pemain yang menjaga persegi dan membayar bur jika para pemain berhasil memasukkan ke dalam ruang persegi tanpa mengenai garis bagi. Akan tetapi, jika kartu mengenai garis bagi maupun garis sisi persegi bagian luar, blandar berhak menarik kartu itu dan menjadi miliknya. Penarikan kartu juga berlaku jika kartu para pemain mendarat diluar ruang persegi.

Untalan bur bisa menggunakan paling sedikit satu kartu dan paling banyak 4 kartu atau sesuai kesepakatan. Pembayaran bur dihitung sesuai banyaknya kartu yang masuk ke dalam ruang persegi. Jika ada pemain menggunakan 4 buah kartu masuk ke ruang persegi dengan angka 3, maka jumlah yang dibayarkan blandar ke pemain tersebut sebanyak 4 x 3 = 12 buah. Blandar akan berganti ketika sudah miskin atau kartu wayang tinggal sedikit. Bisa juga berganti sesuai kesepakatan.

d. Tek Po[sunting]

Tek Po adalah permainan bur yang paling sederhana. Hanya dengan menumpuk kartu menjadi 2 buah tumpukan, tek po sudah bisa dilakukan. Tek po memperhatikan angka pada kartu bergambar tersebut. Permainan ini dilakukan minimal 2 orang pemain. Satu pemain menjadi blandar sebagai pengocok kartu dan satu pemain lainnya menjadi pemasang.

Blandar akan mengocok semua kartu dan membaginya ke dalam beberapa tumpukan secara tertutup (tidak terlihat gambar kartu dan angkanya karena menghadap kebawah). Sedangkan pemain pemasang  akan memasang kartu di depan tumpukan kartu sebagai pilihannya. Kartu yang dipasang boleh hanya 1 buah atau beberapa buah. Jika tumpukan yang dipilih adalah angka tertinggi, dia berhak mendapat bayaran sesuai jumlah kartu yang dipasang. Akan tetapi jika ada tumpukan lain yang angka kartunya lebih besar, maka dia kalah, dan kartu yang dipasang akan ditarik blandar.

Tek Po - Dolanan Bur

e. Urupan bur[sunting]

Urusan atau ijolan berarti bertukar. Urupan bur atau bertukar kartu dilakukan oleh minimal 2 orang pemain. Pemain akan mengambil masing-masing 2 buah kartu kemudian salah satunya ditukar dengan pemain lain. Pemain akan menjumlahkan angka yang tertera pada kedua kartu yang diperoleh tersebut setelah ditukar. Pemain dengan jumlah tertinggi keluar sebagai pemenang. Hadiah pemenang dapat berupa kartu yang diterima dari pemain yang kalah.

6. Setinan[sunting]

Setinan berasal dari bahasa Jawa yaitu kata 'setin' yang berarti kelereng. Sehingga 'setinan' dapat diartikan sebagai bermain kelereng. Tentunya banyak sekali permainan kelereng yang ada di berbagai wilayah di Indonesia. Setinan yang merupakan permainan tradisional di desa Balesari memiliki beragam jenis. Beberapa diantaranya yaitu rentengan, bunder, kothak, luwangan, pojok'ang, dan sebagainya. Semua jenis ini memiliki kesamaan yaitu memainkannya dengan cara 'dislentik' atau disentil.

a. Rentengan[sunting]

Para pemain mengumpulkan masing-masing 2 buah kelereng atau sesuai kesepakatan mereka. Kelereng ditata secara berjajar atau berbanjar mengikuti satu garis lurus. Pemain akan melempar kelereng secara bergantian dari garis batas yang telah ditentukan. Urutan pemain didasarkan pada posisi kelereng terhadap ujung garis banjar. Pemain yang memiliki kelereng paling mendekati ujung garis tersebut akan menduduki urutan pertama dalam bermain.

Rentengan- Permainan Tradisional Setinan

Misi pertama para pemain yaitu menyentil kelereng hingga mengenai kelereng yang ada pada garis banjar. Pemain yang berhasil menyentil kelereng hingga keluar garis akan memiliki hak kepemilikan atas kelereng tersebut.

b. Bunder[sunting]

Bunder berarti bulat atau lingkaran. Kelereng yang dikumpulkan masing-masing pemain diletakkan di dalam garis lingkaran. Misi pemain adalah membawa kelereng yang ada di dalam tersebut agar bisa keluar garis sehingga bisa menjadi miliknya.

Bunder- Permainan Tradisional Setinan

c. Kothak[sunting]

Kothak berarti kotak. Terlebih dahulu pemain membuat bentuk kotak yang dilengkapi dengan garis bagi dan garis diagonal. Kelereng yang dikumpulkan masing-masing pemain diletakkan di titik sudut dan garis-garis yang ada di dalam kotak tersebut. Misi pemain adalah membawa kelereng bergeser dari titik semula hingga keluar dari kotak tersebut.

d. Luwangan[sunting]

Luwangan berarti lubang tanah. Apda jenis ini, pemain tidak perlu mengumpulkan kelereng. Pemain cukup menentukan urutan bermain sesuai dengan lemparan kelereng yang mendekati lubang tersebut. Pemain pertama adalah dia yang kelerengnya paling mendekati lubang. Misi para pemain adalah menyentil kelereng milik lawan untuk dimasukkan ke lubang tanah sehingga kelereng tersebut bisa menjadi miliknya.

e. Pojok'ang[sunting]

Pojok'ang atau dalam bahasa Indonesia berarti pojokan. Para pemain melempar kelereng mereka dari garis batas menuju pojok tembok atau pojokan tempat permainan. Pemain yang kelerengnya terjauh (berarti paling mepet tembok) akan memainkan pertama. Misi para pemain yaitu mematikan lawan dengan cara menyentil kelereng miliknya sendiri hingga mengenai kelereng lawan. Kelereng lawan yang terkena sentilan berarti mati dan kelereng tersebut berganti hal milik.

Pojok'ang- Permainan Tradisional Setinan

7. Burji Burbeh[sunting]

Burji Burbeh adalah singkatan dari 'mabur siji mabur kabeh' yang artinya terbang satu, terbang semua. Permainan tradisional ini tidak memerlukan alat dan bahan khusus serta bisa dimainkan dimana saja. Tempat paling asyik adalah di pelataran rumah dengan berbagai benda yang ada di sekitar rumah tersebut. Burji Burbeh akan memanfaatkan benda-benda yang ada. Cara bermainnya pun cukup mudah.

Para pemain akan memegang salah satu benda yang ada baik itu daun, kayu, batu, bunga, tembok, dan sebagainya. Pemain Ti akan mengucapkan burji burbeh sebagai syarat pemain yang lain untuk terbang. Setelah diucapkan, para pemain harus terbang yang artinya berpondah dari tempat memegang benda pertama ke benda yang lain. Saat terbang dan tidak memegang benda itulah pemain Ti berkesempatan untuk menyentuh tangan para pemain agar menggantikannya sebagai pemain Ti selanjutnya. Para pemain yang tidak berpindah tempat berarti mati dan akan menggantikan pemain Ti. Jika terdapat beberapa pemain yang mati atau terkena sentuhan pemain Ti, maka pemain Ti selanjutnya ditentukan melalui pingsut seperti sebelumnya memulai permainan.

8. Jaringan[sunting]

Jaringan disini berasal dari kata jaring. Jaringan merupakan permainan tradisional yang sangat asyik jika dimainkan secara bersama-sama dengan banyak orang sekaligus. Cara bermainnya sederhana. Para pemain menentukan pemain Ti terlebih dahulu. Akan ada dua pembagian lokasi. Lokasi di ujung lapangan/halaman yang satu untuk pemain Ti sedangkan ujung lapangan yang lain untuk berkumpul para pemain lainnya. Setelah semuanya siap, pemain Ti akan menghitung sampai hitungan ketiga. Pada hitungan tersebut, pemain Ti dan pemain lainnya berlari menyebar.

Para pemain menghindari pemain Ti agar tidak terkena sentuhan tangannya. Sedangkan pemain Ti berusaha mengejar pemain lain untuk dapat disentuh dan membuat jaring bersama. Kemudian mereka berdua akan mengejar pemain yang lain lagi. Begitu seterusnya hingga pemain terakhir dapat ditangkap dengan jaring tersebut. Jika jaring terdiri oleh tiga orang atau lebih, maka tugas menyentuh pemain lain adalah orang yang berada di ujung kana  dan kiri jaringan. Mereka akan berusaha menangkap pemain yang belum tertangkap. Permainan jaringan dapat melatih kerjasama melalui aktivitas lari bersama dengan tetap mempertahankan jaringan agar selalu tersambung. Jika jaringan lepas, maka pemain lain yang tersentuh tidak akan bergabung bersama membentuk jaringan. Mereka akan terus berlari dan para pemain yang berada dalam jaringan harus mengulanginya untuk mengejar kembali. Senang rasanya jika menjadi pemain yang tertangkap pada urutan terakhir.

9. Up-upan[sunting]

Up-upan diambil dari kata 'up' sebagai pertanda diri menjadi patung. Permainan ini bisa dilakukan secara bersama-sama dengan banyak orang. Pemain Ti ditentukan dari pingsut/hompimpah/sor dawa. Mereka akan memulai jika semua pemain telah bersiap. Pemain Ti berada di ujung yang satu, sedangkan para pemain lainnya berdiri di ujung yang lainnya. Ia akan menghitung sampai hitungan tiga dan mulai mengejar para pemain lainnya dan berusaha menyentuh mereka. Para pemain yang terkena sentuhan pemain Ti harus berkata 'up' dan mematung tidak bergerak di hadapannya. Namun, sebagai patung dapat bergerak bahkan berlari selagi pemain Ti tidak melihat. Jika dia melihat, maka pemain tersebut harus menggantikan sebagai pemain Ti. Pemain yang mematung akan bebas dapat berlari kembali setelah disentuh oleh pemain yang lain. Pemain Ti akan menghentikan pengejarannya ketika semua pemain telah menjadi patung. Setelah mereka menjadi patung, pemain Ti akan berkata dan perkataannya harus dilakukan oleh semua patung. Misalnya berkata 'dadi kethek' /menjadi monyet, maka semua patung harus berpose menjadi monyet tanpa tertawa apalagi kelihatan giginya. Kemudian mereka akan mematung kembali pada hitungan ketiga. Jika ada yang kelihatan giginya, maka dia akan menggantikan sebagai pemain Ti selanjutnya. Pemain Ti juga berhak memberi godaan atau berpose dengan tingkah lucu agar semua pemain tertawa hingga terlihat giginya. Selain itu, pemain Ti dapat memindahkan semua patung sesuai dengan keinginannya. Misalnya pemain Ti akan memberikan semua patung di hadapannya agar ia dapat memantau semua patung dengan mudah.

10. Subur-subur[sunting]

Permainan ini menggunakan lirik lagu dan gerakan. Diawali dengan memilih dua orang sebagai gapura. Kemudian pemain lain berbaris memanjang kebelakang tepat di depan gapura yang dibuat antara dua orang tersebut. Mereka berdua akan menggabungkan kedua tangannya membentuk gapura dan saling menepuk ketika lagu dinyanyikan. Sementara pemain yang berbaris akan menyeberangi gapura tersebut. Masuk dari sisi gapura yang satu dan keluar melalui sisi gapura yang lain. Para pemain akan berbaris kembali setelah melewati gapura. Ketika lirik lagu selesai dinyanyikan, dua orang yang menjadi gapura akan menjatuhkan tangannya dan mengurung salah satu pemain yang menyeberang. Pemain tersebut lalu akan memilih ikut gapura satu atau gapura dua. Ia akan berdiri di belakang gapura sambil menunggu pemain lain juga akan memilih antara kedua gapura tersebut. Semua pemain harus memilih gapura secara adil. Misalnya jika jumlah pemain ada 11 orang, maka gapura akan terisi oleh 5 orang untuk gapura satu dan 6 orang untuk gapura yang lain.

Nyanyian lagu akan diulangi lagi setelah pemain memilih gapura. Lagu akan terus diulangi hingga pemain tidak ada yang menyeberang gapura. Setelah semua terbagi menjadi dua gapura, mereka akan melanjutkan misi permainan. Pemain terdepan sebagai gapura akan menaruh kedua tangannya di pinggang kemudian pemain di belakangnya akan memegang lengan tangan tersebut. Begitu seterusnya hingga pemain di ujung belakang. Misi selanjutnya yaitu menyentuh pemain di ujung belakang dari gapura yang lain tanpa lepas pegangan. Mereka harus memanjang seperti kereta api. Pemain gapura harus berusaha menjaga agar gerbong-gerbongnya tidak terkena serangan dari gapura lain. Jika pemain ujung belakang terkena sentuhan maka akan menjadi bagian dari gapura lawan. Pemain berakhir jika salah satu gapura kehabisan gerbong.

Berikut adalah lirik lagu subur-subur.

Subur-subur suwani wana subur, yoga-yoga pandepa-pandepa gagak biting.

11. Ting-ting Byok[sunting]

Permainan ini diambil dari bunyi yang dihasilkan dari lompatan satu kaki yang berbunyi ting dan lompatan dua kaki yang berbunyi byok. Pola yang digunakan untuk permainan ini adalah tangga dan persegi. Tangga dibagi menjadi dua bagian sedangkan persegi dibagi menjadi 5 bagian. Untuk pembagian di dalam bentuk persegi, terlebih dahulu membuat persegi kecil di dalamnya. Kemudian antar titik sudut ditarik garis sehingga akan terlihat seperti bentuk trapesium sama kaki.

Bentuk Pola Ting-ting Byok

Para pemain menyiapkan patahan genteng (wingko) atau uang koin sebagai pertanda wilayah yang tidak boleh diinjak oleh mereka. Mula-mula mereka akan menentukan urutan pemain kemudian semua koin akan diletakkan pada kotak tangga pertama. Pemain akan mengitari bagian satu per satu tanpa menginjak garis batas. Ia harus melompat dengan ting (satu kaki) , kecuali pada persegi di bagian tengah akan dilewati dengan byok (dua kaki). Setelah itu, ia akan kembali dengan hanya melewati satu bagian trapesium yang menempel pada bagian tangga. Ia akan mengambil koin/wingko pada saat sebelum melewati bagian yang terdapat wingko miliknya. Begitu seterusnya hingga semua bagian terlewati oleh wingko miliknya. Ini disebut satu putaran. Sedangkan putaran kedua, wingko harus dibawa diatas punggung tangan. Cara memasangnya tidak boleh memakai tangan yang satunya. Tapi harus dengan melemparnya keatas terlebih dahulu. Pertama, pemain memegang wingko kemudian dilempar ke atas dan tangan berbalik (dengan posisi telapak tangan menghadap ke bawah) kemudian harus berusaha menangkapnya tanpa terlempar/memantul atau jatuh. Akan ada 3 kesempatan dalam membalikkan wingko. Jika sampai ketiga kali masih juga jatuh, berarti dia harus merelakan gilirannya untuk tidak bermain dan menunggu giliran selanjutnya.

Untuk putaran kedua, jika pemain berhasil memposisikan wingko diatas punggung tangan, ia kemudian akan bermain ting-ting byok seperti putaran pertama. Ia harus menjaga agar wingko tetap berada diatas punggung tangan. Jika terjatuh, permainan mati. Setelah mengitari semua bagian dan kembali ke garis awal, ia akan membelakangi area ting-ting byok kemudian melemparkan wingko ke belakang dengan mengayunkan ke atas kepala dan berusaha menjatuhkan pada bagian tertentu tanpa menyentuh garis. Bagian yang terkena wingko lemparan akan menjadi wilayah kekuasaan miliknya. Hak kekuasaan adalah bisa melewatinya menggunakan byok atau dua kaki sedangkan pemain lainnya dilarang melewati. Permainan akan 'sawah' atau tamat jika semua wilayah telah dikuasai.

12. Gatheng[sunting]

Gatheng adalah permainan menggunakan bekel dan bola bekel. Selain bekel dari bahan kuningan, ada juga yang memanfaatkan kerikil sebagai pengganti bekel. Biasanya, jumlah bekel yang dipakai ada 10 buah, atau sesuai dengan ukuran genggaman tangan. Pada dasarnya, permainan gatheng hanya terdiri dari menggenggam dan melepas genggaman. Salah satu tangan menggenggam bekel dan memegang bola bekel di ujung jari menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Bola akan dilempar keatas kemudian bekel disebar ke lantai dan bola kembali ditangkap setelah jatuh sekali memantul ke lantai. Ketika bola sudah memantul untuk kedu kalinya tapi belum berhasil tertangkap, maka permainan mati. Pemain tersebut tak bisa melanjutkan permainannya. Kini giliran pemain lawan yang bermain.

Permainan Tradisional Gatheng

Bermain gatheng menggunakan bekel kuningan memiliki 4 tingkatan. Tingkat pertama hanya mengambil sesuai urutan angka 1 hingga 10. Tingkat kedua, sebelum diambil sesuai jumlahnya, pemain akan menata bekel menjadi satu posisi yang sama yaitu menghadap keatas, ini disebut 'walik siji' atau  berbalik satu. Pada tingkat ketiga, pemain akan membalikkan menghadap kebawah atau disebut "walik loro". Kemudian pada tingkat keempat, pemain akan menata bekel menjadi bentuk S atau biasa disebut "walik S". Untuk tingkat 2, 3, dan 4 akan dilakukan pengambilan berdasarkan jumlah dari 1 hingga 10 setelah semua bekel tertata sejenis.

Walik Siji - Permainan Tradisional Gatheng
Waik Loro Permainan Tradisional Gatheng
Walik S Permainan Tradisional Gatheng

Sedangkan untuk bekel menggunakan kerikil hanya memiliki 2 tingkatan. Tingkat pertama mengambil sesuai jumlah urutan angka. Pada tingkat kedua, pemain akan menyentuh kerikil satu persatu sebelum diambil sesuai jumlahnya.

Maksud dari mengambil jumlah dari 1 hingga 10 yaitu mengambil sesuai jumlah pada pantulan bola pertama. Misalnya sampai angka 2 berarti pemain harus mengambil per 2 buah bekel. Dalam satu pantulan bola, pemain  boleh mengambil lebih dari satu hitungan asalkan bola bisa tertangkap. Misalnya mengambil 2 buah bekel kemudian mengambil 2 buah bekel  lagi sebelum bola memantul untuk yang kedua kalinya. Jika bola tidak tertangkap, maka permainan mati. Begitu seterusnya hingga semua bekel habis terambil. Saat pengambilan terakhir, pemain akan mengocok semua bekel dalam 3 kocokan di lantai kemudian mengambil dan menyebarnya kembali. Tantangan pada permainan gatheng adalah ketika kita harus memikirkan jumlah yang diambil dengan letak persebaran yang tak teratur tanpa menyentuh bekel yang lain. Jika tangan kita menyentuh bekel yang tak terambil, maka permainan mati.

Pemain yang telah melakukan semua tingkatan berarti ia berhasil menamatkan satu putaran permainan, ini disebut "sawah 1". Jika berhasil tamat lagi berarti "sawah 2" dan seterusnya.

13. Cublek Suweng[sunting]

Terdengar sangat tak asing untuk Cublek Suweng ini. Permainan yang diambil dari bahasa daerah memungkinkan banyak variasi dalam memainkannya. Cublek Suweng di desa Balesari bisa dimainkan secara bersama-sama baik laki-laki maupun perempuan. Para pemain akan membuat lingkaran dan duduk bersila. Salah satu ada yang menjadi pemain Ti dengan posisi di tengah-tengah lingkaran. Ia menundukkan kepala dengan mata terpejam. Dibutuhkan sebuah kerikil yang akan 'dicublekkan' atau disimpan pada masing-masing tangan para pemain yang bersila secara bergantian. Sambil menyanyikan lagu Cublek Suweng, kerikil akan berputar mengelilingi pemain melalui telapak tangan mereka. Setelah lagu selesai dinyanyikan, semua tangan akan menutup. Sekarang pemain Ti boleh membuka mata dan harus menebak dimana letak kerikil bersembunyi. Ada 3 kali kesempatan dalam menebak, jika salah menebak, maka pemain Ti akan berjaga di tengah lingkaran lagi. Namun jika berhasil menebak, maka pemain yang memegang kerikil akan menggantikan sebagai pemain Ti.

Lirik lagu Cublek Suweng[sunting]

Cublek-cublek Suweng

Suwenge ting kelender

Mambu ketumbung gudel

Tak empo ela elo

Sapa ngguyu ndelikake

Sir sir ponggele kopong 2x

14. Srantang[sunting]

Permainan ini mungkin sama dengan gobak sodor. Srantang dimainkan oleh sedikitnya 4 orang yang terbagi menjadi 2 tim. Lapangan akan ditandai dengan garis batas yang terdiri dari 3 garis horisontal dan 1 garis vertikal. Tim sebagai pemain Ti akan menjaga tepat diatas garis horisontal bagian tengah dan belakang. Pemain bergilir akan berusaha melewati semua ruangan yang dikelilingi garis vertikal dan horisontal.

Permainan Srantang

Permainan akan sempurna jika satu tim terdiri dari 4 orang. 1 orang berjaga di garis horisontal pertama, 1 orang berjaga di garis horisontal kedua, 1 orang berjaga di garis horisontal ketiga, dan 1 orang berjaga di garis vertikal atau garis utama. Pemain bergilir akan mengarungi ruang demi ruang tanpa terkena sentuhan pemain Ti. Sedangkan pemain Ti akan berusaha menyentuh lawan dengan tetap berada diatas garis.

15. Embleg Debog[sunting]

Embleg Debog berarti permainan kuda lumping atau jaran kepang menggunakan media pelepah pisang. Embleg sendiri merupakan kuda kepang yang ditunggangi. Terkadang, Anak-anak tak memiliki embleg kecil yang terbuat dari kepangan bambu. Hal ini membuat ide kreatif muncul dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar rumah. Mereka memanfaatkan pelepah pisang sebagai pengganti emblek. Pelepah pisang dibersihkan dari daun-daun pada bagian kanan dan kirinya dengan menyisakan sedikit daun pada bagian pucuknya. Embleg Debog yang paling sederhana hanya berbentuk pelepah memanjang dengan sedikit daun sebagai ekor kuda. Ada juga yang berkreasi membuat variasi dengan pelepah tersebut. Misalnya diberi bentuk kepala kuda dan tali pengikat agar bisa ditunggangi tanpa dipegang dengan meletakkan tali pada bahu.

Perlengkapan Embleg Debog lainnya adalah pecut yang dibuat dari pelepah pisang juga. Untuk membuat pecut, pelepah pisang dibersihkan dari semua daunnya. Kemudian diberikan simpul mati pada bagian pucuk dengan menyisakan 1/3 bagian agar dapat mengeluarkan bunyi lecutan saat dimainkan.

Setelah embleg dan pecut selesai dibuat, mereka akan bermain dengan menyanyikan lagi "Jaranan" atau lagu-lagu-lagu Jawa lainnya.

Lirik lagu "Jaranan"[sunting]

Jaranan, jaranan, jarane jaran teji

Sing numpak Ndoro Bei

Sing ngiring para mantri

Jek jek gung, jek jek gung

Jek jek turut lurung

Gedebug krincing, gedebug krincing

Prok prok gedebug jeder

16. Sawahan[sunting]

Sawahan adalah permainan tradisional menggunakan pola gunungan dan memanfaatkan kerikil. Ada juga yang menggunakan pola cetakan congklak dengan manik-maniknya. Untuk pola gunungan, biasanya memiliki 10 kotak sawah yang terbagi di sisi kanan-kiri dan 2 gunungan. Disebut sawahan karena cara memainkannya mirip dengan petani saat menanam padi di sawah. Adanya 2 gunungan ini menandakan 2 buah gunung besar yang ada di sekitar desa Balesari yaitu gunung Sindoro dan gunung Sumbing.

Permainan Tradisional Sawahan

Pemain akan mengisi setiap kotak sawah dengan 5 buah kerikil sehingga diperlukan kerikil sebanyak 5 x 10 = 50 buah kerikil. Gunungan tidak diisi kerikil karena ini akan menjadi tempat panen pemain. Pada permainan sawahan ini, hanya diperlukan 2 orang pemain saja. Sehingga jika orangnya banyak, akan bergantian memainkannya. Bisa juga bermain secara bersamaan menggunakan pola sendiri.

Pemain akan memulai mengambil kerikil pada salah satu kotak sawah dan menyebarkan satu persatu, termasuk di tempat gunungan miliknya. Jika kerikil terakhir diletakkan masih menemukan kerikil di kotak sawah tersebut, maka kerikil masih disebar lagi hingga diletakkan pada kotak sawah yang kosong. Ketika kotak sawah kosong itu ada baris sawah miliknya, maka ia akan mendapat kerikil milik lawan di depan kotak tersebut jika berisi kerikil. Ia kemudian memasukkan ke dalam gunungan miliknya. Namun jika kotak kosong tersebut ada di barisan sawah milik lawannya, ia tak perlu membawa kerikil tersebut. Begitu seterusnya hingga semua kerikil di kotak sawah habis. Pemenang adalah yang mengumpulkan kerikil lebih banyak.

17. Sobyo[sunting]

Sobyo merupakan permainan yang membutuhkan konsentrasi dalam mengenal segala nama apapun. Di tempat lain, mungkin bukan sobyo namanya, melainkan ABC lima dasar atau sejenisnya. Semua pemain sobyo akan bergantian menjadi pemandu sobyo. Pemandu sobyo bertugas untuk memberi aba-aba dimulainya permainan dan menghitung sekaligus memberi lafal abjad pada jumlah tertentu.

Permainan Tradisional Sobyo

Pemandu akan berucap sobyo, kemudian para pemain akan memperlihatkan banyaknya jari tangan yang a dipakai. Bahkan ada yang menggunakan jari kaki sekaligus. Pemandu akan memulai menunjuk jari mereka dengan melafalkan abjad urut dari A sampai dengan Z. Jika sampai huruf Z tapi masih ada jari yang belum terhiting, maka penunjukan dimulai dari lafal A kembali. Misalnya perhitungan sampai dengan huruf J, maka semua pemain akan adu cepat atau secara berurutan mengucapkan kata yang berawalan huruf J. Sebelum mereka bermain, akan ditentukan terlebih dahulu kata apa yang akan dijadikan patokan. Misal nama-nama buah, berarti harus menyebutkan nama buah seperti jeruk, jambu, dan sebagainya. Setiap pemain minimal menyebutkan satu nama. Pemain yang tidak berhasil mengucapkan kata satu pun, ia berhak mendapat hukuman berupa 'deblagan' yaitu pukulan ringan pada tangan/kaki/punggungnya. Pemain dilarang 'mendeblag' secara keras. Satu kali tidak menjawab berarti mendapat deblagan satu kali hitungan waluh (10 pukulan). Tujuan pukulan ini bukan untuk menyakiti tapi hanya digunakan sebagai hukuman dan semangat agar pada putaran selanjutnya dapat menjawab lebih cepat.

Banyak kesepakatan yang diambil sebelumnya, misalnya menyebutkan nama-nama buah, hewan, merk produk, nama orang di desa Balesari, benda di sekitar, dan sebagainya sesuai kreativitas para pemain. Ada juga dalam satu putaran permainan menyebutkan 3 jenis nama dalam satu kali penunjukan huruf.

18. Tong Bolong[sunting]

Permainan yang unik sekaligus humoris untuk dimainkan. Tong Bolong diperagakan dengan tangan yang mengepal dan bolong di bagian atas-bawahnya. Para pemain akan menumpukkan kepalan kedua tangan mereka secara bersamaan hingga membentuk menara yang tinggi.

Tong Bolong

Salah satu pemain akan menjadi pemandu permainan. Ia hanya bisa menumpukkan satu kepalan tangan. Sedangkan tangan yang satunya akan digunakan untuk menutup tong bagian teratas dan menggerakkan semua tong secara melingkar. Tangan mereka akan otomatis bergoyang bersama sembari menyanyikan lagu tong bolong. Lirik lagunya sebagai berikut.

Tong-ting bolong

Nyicipi sego gosong

Pecaho ndog e siji

Tung pyar

Saat lirik tung pyar, tong bagian terbawah akan pecah ditandai dengan menghadapkan telapak tangan kearah bawah. Para pemain akan mengulangi nyanyian dan menggerakkan menara tong kembali hingga semua tong pecah. Setelah semua tong pecah, kini giliran udi sari. Pemandu akan menggerakkan jari telunjuknya di atas tangan para pemain satu persatu, urut dari atas. Lirik lagu udi sari  adalah sebagai berikut.

Udi-udi sari anjang-anjang midodari

Celeret mambu kembang apa?

Lalu pemilik tangan tersebut akan menjawab dengan nama bunga, misalnya si Ahmad menjawab kembang krisan.

Pemandu akan menyanyikan kembali dengan lagu seperti ini "kembang krisan, kembang krisan, si Ahmad oleh wong Boresan" (Artinya: Bunga krisan, bunga krisan, si Ahmad dapat orang Boresan- nama dusun di desa Balesari).

Udi-udi Sari

Permainan ini mengajarkan kita untuk mengenal rima yang dipadu pasangan dengan nama-nama bunga dan nama daerah. Tak hanya nama daerah, pemandu juga bisa mengaitkan dengan aktivitas orang, sifat orang, dan sebagainya.

!!! (Mohon maaf, akan dicontohkan dengan kata-kata yang mungkin dianggap tidak baik, tapi entah kenapa, ini adalah humoris dan paling laris pada waktu permainan ini masih digandrungi)!!!

Misalnya, kembang sogol, kembang sogol, si Ahmad oleh wong ndobol.

19. Wong-wongan[sunting]

Wong-wongan berasal dari bahasa Jawa yang berarti orang-orangan. Permainan ini banyak macam jenisnya, begitu juga dengan medianya. Permainan wong-wongan di desa Balesari yang paling digemari anak-anak adalah wong-wongan dari kertas, lemah/tanah, dan potongan kayu bekas. Permainan ini dimainkan oleh sebagian besar anak perempuan.

a. Wong-wongan Kertas[sunting]

Wong-wongan jenis ini akan memanfaatkan kertas yang terdapat karakter kartun dan telah diberikan jejak pola memotong dari pabriknya. Dulu sangat banyak ditemui penjual mainan yang menjajakan kertas karakter ini. Terdapat kartun orang beserta pakaian dan aksesorisnya serta peralatan yang ada di rumah. Anak-anak tinggal memotong sesuai pola dan memainkannya berdasarkan alur permainannya.

Wong-wongan Kertas

b. Wong-wongan Lemah[sunting]

Lemah disini berarti tanah. Sesuai namanya, wong-wongan lemah menggunakan media tanah. Biasanya mereka akan memanfaatkan tanah sebagai rumah maupun tempat aktivitas wong-wongan tersebut. Terlebih dahulu mereka akan menyusun arsitektur rumah mereka. Alat yang digunakan antara lain plastik sebagai amplas, koin sebagai alat gali, dan tangan sebagai pembentuk batas ruangan. Hal yang paling unik dari pembuatan rumah dari tanah ini adalah mengamplas dengan plastik bekas hingga tanah mengkilap.

Setelah rumah dan halamannya selesai dibangun, mereka menyiapkan wong-wongan dari lidi, ikan dari biji-bijian tanaman liar, dan sebagainya sesuai kreativitas mereka.

c. Wong-wongan Kayu[sunting]

Jenis wong-wongan ini memanfaatkan kayu bekas sebagai furniture dan arsitektur bangunan yang digunakan sebagai tempat beraktivitas wong-wongan tersebut. Biasanya, mereka akan mengumpulkan potongan kayu yang membentuk balok-balok dari orang rumah atau tetangga yang sedang menjadi tukang. Potongan-potongan kayu yang kecil tentunya sudah tak terpakai. Saat inilah anak-anak memanfaatkan untuk bermain.

Melalui permainan wong-wongan ini, anak-anak dapat meluapkan idenya menjadi sebuah permainan baik bermain pura-pura maupun bermain peran. Secara tidak langsung, permainan ini akan menjadi stimulasi bagi anak-anak.

20. Karet Tangan[sunting]

Permainan karet tangan menggunakan karet gelang yang dibentuk menjadi berbagai benda melalui pola jari. Benda-benda yang dapat dibentuk antara lain plinthengan/ketapel, kupu-kupu, bintang, celana dalam/segitiga, lapangan, gunting, dan sebagainya. Permainan ini dapat digunakan sebagai tebak-tebakan orang dewasa kepada anak-anak. Namun ketika yang memainkan adalah sesama anak-anak, biasanya mereka akan beradu cepat.

Permainan Karet Tangan

Simpulan[sunting]

1. Permainan tradisional di setiap daerah akan berbeda-beda menurut nama, jenis, dan cara permainannya. Ini merupakan keunikan yang dimilikinya sebagai kearifan lokal.

2. Permainan tradisional merupakan warisan budaya yang mengandung banyak pembelajaran dan manfaat. Oleh karena itu, sudah sepantasnya permainan tradisional dijaga kelestariannya agar tidak punah keberadaannya.

3. Permainan tradisional menjadi salah satu media untuk menstimulasi anak. Melalui permainan tradisional, anak bisa terasah kemampuan motorik (kasar atau halus) dan sensoriknya, belajar tentang nilai moral yang berlaku, serta menyalurkan jiwa keseniannya menggunakan alat dan bahan yang ada di sekitar.

4. Permainan tradisional adalah cara yang tepat dalam mengajarkan sosialisasi dan emosional. Selain itu, melalui permainan tradisional tentu anak-anak belajar tentang berpikir logis dan simbolis, bahasa, kesadaran diri, tanggung jawab diri dan orang lain, serta pemecahan masalah.

5. Permainan tradisional secara tidak langsung dapat menyehatkan badan melalui gerakan sebagai bagian dari olahraga.