Permainan Tradisional Kabupaten Ciamis/Anjang-anjangan
Anjang-anjangan
[sunting]Anjang-anjangan atau sebagian anak-anak di Kabupaten Ciamis menyebutnya dengan istilah dadagangan, ada pula yang menyebutnya imah-imahan, dan papasakan adalah permainan yang lazimnya dimainkan oleh anak perempuan. Tapi dalam dalam kesempatan-kesempatan tertentu, anak laki-laki pun sering terlibat dalam permainan ini. Permainan ini adalah permainan yang sifatnya fleksibel tergantung imajinasi si anak yang bermain, alur ceritanya mau dibawa kemana, suka-suka mereka yang bermain.[1]
Anjang-anjangan dalam bahasa Sunda berasal dari kata anjang yang artinya bertamu atau berkunjung ke rumah orang. Jadi anjang-anjangan adalah menirukan atau memerankan kebiasaan orang tua mereka ketika bertamu atau kedatangan tamu. Meskipun secara arti, anjang-anjangan adalah berkunjung atau bertamu, tetapi permainannya tidak melulu tentang cerita orang bertamu.[1]
Sedangkan dadagangan berasal dari kata dagang yang artinya menjual sesuatu kepada orang lain. Dadagangan berarti meniru-niru orang berdagang, dan permainannya menirukan kebiasaan orang dewasa dalam berdagang pada kehidupan sebenarnya. Meskipun namanya sebagai dadagangan, tapi dalam rangkaian permainannya, tidak melulu soal dagang.
Imah-imahan asal katanya dari imah yang berarti rumah. Imah-imahan berarti meniru-niru kehidupan atau kebiasaan di rumah. Dalam hal ini, anak-anak bermain peran sebagaimana kebiasaan di rumah pada kehidupan sebenarnya.
Papasakan, asal katanya dari pasak yang artinya memasak. Jadi papasakan berarti meniru-niru orang yang sedang memasak. Dalam bermain papasakan, anak-anak biasanya ada yang memasak makanan beneran ada pula yang hanya bahan-bahan imajiner.[1]
Anjang-anjangan, dadagangan, iimahan dan papasakan adalah satu kesatuan, yang dalam sepanjang permainan pasti menemukan keempat momen tersebut.
Alat Permainan
[sunting]Alat yang digunakan dalam permainan anjang-anjangan, dadagangan, papasakan atau imah-imahan ini adalah peralatan rumah tangga atau peralatan dalam kehidupan sehari-hari dalam versi mini atau miniatur atau imitasinya. Biasanya semua peralatan rumah tangga ini terbuat dari plastik, anyaman, kayu, kaleng, dan sebagainya. Untuk bahan-bahan yang digunakan biasanya ada yang menggunakan makanan yang yang sebenarnya, sisa sayuran, atau ada juga yang menggunakan tumbuhan dan benda-benda yang ada di sekeliling anak itu bermain.
Jika dirinci, peralatan yang digunakan dalam permainan anjang-anjangan, dadagangan, papasakan atau imah-imahan adalah meliputi:
- Alat untuk memasak, adalah alat kelengkapan dapur umpamanya kompor-komporan, pring, gelas, pisau, panci, dsb.
- Alat untuk di ruang tamu, meja, baki, kue-kue, dsb.
- Alat-alat berjualan, umpamanya meja, timbangan, berbagai macam barang yang akan dijual, uang, dsb.
- Alat pendukung lainnya, bisa boneka, rumah-rumahan, kasur-kasuran, dsb.[1]
Cara dan Aturan Bermain
[sunting]Permainan anjang-anjangan, dadagangan, papasakan atau imah-imahan ini adalah permainan yang menirukan kehidupan sehari-hari dalam kehidupan rumah tangga, atau bisa disebut juga permainan bermain peran. Permainan ini bisa dilakukan dengan cara berkelompok atau pun individu.
Jika permainan dilakukan secara berkelompok maka setiap anak mengambil perannya masing-masing. Pada awal permainan dibagi dulu tugas dan perannya, ada yang menjadi ibu, ayah, anak, pedagang, dan sebagainya. Setelah itu meraka menata segala macam alat dan kebutuhan selama permainan sesuai dengan konsep dan daya imajinya.
Jika dilakukan secara individu, biasanya mereka bisa berperan multiperan, kadang menjadi ibu rumah tangga, menjadi penjual, menjadi pembelinya sekaligus, menjadi tetangga dan sebagainya. Jika bermainnya sendirian, mereka biasanya akan melakukan monolog (ngobrol sendiri), tetapi memerankan banyak tokoh dalam satu orang. Dalam permainan anjang-anjangan, dadagangan, papasakan atau imah-imahan, pasti ada salah satu dari mereka yang mengatur jalannya cerita, secara tidak sengaja, mereka telah menjalankan peran belajar sebagai sutradara.
Permainan ini dilakukan secara spontan dan alami. Kekuatan imajinasi dalam permainan ini sangatlah kuat. Anak-anak berimajinasi seolah-olah memerankan tokoh dalam kehidupan nyata.[1]
Waktu dan Tempat Bermain
[sunting]Waktu yang biasanya digunakan untuk bermain anjang-anjangan, dadagangan, papasakan atau imah-imahan adalah waktu siang hari sepulang sekolah, atau sore hari. Anak-anak biasanya melakukan permainan ini dengan durasi yang cukup lama, tergantung alur cerita dan imajinasi mereka. Umumnya paling sebentar dilakukan kurang lebih setengah jam. Bahkan jika permainannya seru dan ceritanya kompleks, mereka akan bermain sampai berjam-jam, dan bahkan ceritanya dilanjutkan kembali keesokan harinya.[1]
Tempat bermain anjang-anjangan, dadagangan, papasakan atau imah-imahan ini bisa dilakukan di dalam rumah, atau pun di luar rumah. Untuk permainan yang berada di luar rumah biasanya alat yang digunakan cenderung lebih bersih, dan menggunakan bahan-bahan yang bersifat kering atau bahkan bahan-bahan imajiner bukan barang dan bahan yang sebenarnya. Misalnya nasi diganti dengan potongan kertas, sayur, buah, dan sebagainya terbuat dari kain flanel, uang yang digunakan uang yang dibuat dari kertas, dan seterusnya.[1]
Sedangkan untuk permainan yang dilakukan di luar rumah, biasanya anak-anak lebih bebas ekspor barang-barang dan bahan-bahan yang berada di lingkungan sekitar. Umpamanya membuat kue-kuean dari tanah, membuat minyak-minyakan dari sari daun bunga sepatu, membuat emi-emian dari tumbuhan tali putri, uang receh menggunakan tumbuhan picisan, dan sebagainya.[1]
Nilai Permainan
[sunting]Permainan ini adalah permainan yang mengajarkan nilai religi, kebersamaan, melatih kemampuan berbahasa dan berkomunikasi, terdapatnya nilai-nilai moral dan sosial, keterampilan kognitif dan melatih emosional anak.
- Nilai religi pada permainan ini, tercermin saat ada adegan makan atau melakukan kegiatan tidur, dan sebagainya mereka akan melakukan doa.
- Nilai kebersamaan, mereka akan bermain bersama saling membantu dan bertukar pendapat
- Kemampuan berbahasa, tercermin dalam sepanjang permainan, mereka melakukan komunikasi satu sama lain sesuai perannya.
- Nilai moral dan sosial, dan emosional, tercermin pada sepanjang permainan ini anak terus bersosialisasi satu dengan yang lainnya, belajar menyelesaikan konflik yang terjadi, serta berusaha menjadi peran yang menurut mereka baik.
- Aspek kognitif, tercermin dalam permainan ini anak-anak belajar mengenal bentuk, warna, barang, dan ukuran.[1] [2]