Permainan Tradisional Kabupaten Ciamis/Oray-orayan

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
Permainan oray-orayan dipentaskan di atas panggung sei pertunjukan.

Oray-orayan
[sunting]

Oray-orayan adalah permainan khas Jawa Barat, yang dikenal juga di Kabupaten Ciamis. Oray-orayan adalah permainan berkelompok yang cukup mudah, namun begitu mengasyikan. Oray-orayan sendiri berasal dari kata oray, yang artinya ular. Jadi permainan ini adalah permainan yang meniru-niru ular. Oray-orayan ini bisa dilakukan oleh laki-laki atau pun perempuan, dan oray-orayan ini termasuk ke dalam permainan berkelompok.[1] Oray-orayan merupakan permainan yang memerlukan atau diiringi kakawihan atau lagu. Dan kakawihan pada permainan oray-orayan adalah sebagai berikut:

Tampak kelompok yang ukuran badan oraynya sudah memendek


Oray-orayan

Luar-léor mapay sawah

Entong ka sawah

paréna keur sedeng beukah


Oray-orayan

Luar-léor mapay leuwi

Entong ka leuwi

di leuwi loba nu mandi

Dua orang yang bertugas jadi gawang, berusaha menangkap salah satu kepala oray.

Saha nu mandi

Anu mandi pandeuri


Oray-orayan

Luar-léor mapay kebon

Entong ka kebon

Di kebon loba nu ngangon

Mending ka leuwi di leuwi loba nu mandi

Saha nu mandi

Anu mandi pandeuri

Sejarah Singkat dan Makna Permainan Oray-orayan
[sunting]

Oray-orayan sudah dikenali sudah sejak lama oleh masyarakat Jawa Barat, dan tersebar hampir di seluruh wilayah Jawa Barat.[2] Penamaan pada permainan oray-orayan ini sepertinya didasari karena permainannya menyerupai ular, atau meniru ular.[2] Tapi pengertian meniru ular ini hanyalah meniru gerakannya saja. Dan esensi dari permainan oray-orayan ini adalah hal yang tidak dilakukan oleh ular yang sebenarnya. Gerakan ini, tentu memiliki makna tersendiri.[2]

Makna tersebut ada yang mengartikan bahwa oray-orayan adalah permainan yang identik dengan simbol ouroboros atau uroborus, yaitu simbol kuno yang merepresentasikan seekor naga atau ular yang memakan ekornya sendiri. Simbol ini sangatlah sarat akan makna, yaitu, mencerminkan refleksi diri atau siklus penciptaan diri. Dikatakan dalam  Giyartini (2014), bahwa oray-orayan adalah permainan yang memerankan binatang mitologi, dan merupakan wujud penyatuan mitos dengan dunia manusia.[3]

Alat Permainan
[sunting]

Tidak ada alat khusus dalam permainan oray-orayan, permainan ini sepenuhnya menggunakan panca indera.

Tempat dan Waktu Bermain
[sunting]

Tempat yang digunakan untuk permainan oray-orayan biasanya menggunakan lapangan atau tempat yang cukup luas, agar leluasa dalam bergerak. Waktu yang digunakan biasanya siang atau sore hari, dengan durasi sesuai dengan jumlah peserta yang bermain, jika sedikit mungkin hanya akan menghabiskan waktu 10-20 menit saja. Jika pesertanya banyak kira-kira sekitar 15-lebih dari 30 menit.[1]

Cara dan Aturan Bermain
[sunting]

Ada beberapa pola permainan oray-orayan.

Pola pertama[sunting]

  • Sebelum permainan dimulai, ditentukan dulu dua orang penjaga atau yang akan menjadi gawangnya. Menentukannya bisa dengan cara menggunakan permainan hompimpah atau cingciripit.
  • Dua orang tersebut harus memberikan nama kepada masing-masing timnya.
  • Anak-anak yang lain dibagi ke dua kelompok dan berbaris berjajar ke belakang, sesuai dengan urutan tinggi badan. Yang paling depan dianggap kepala ular, dan harus anak yang paling tinggi. Yang paling belakang dianggap sebagai ekornya.
  • Setelah berjajar ke belakang, mereka saling memegang bahu teman yang berada di depannya.
  • Setelah semua siap, kedua kelompok tadi berjalan meliuk-liuk sambil kakawihan atau menyanyikan lagu oray-orayan, dan harus melewati gerbang yang dibuat oleh dua orang teman tadi.
  • Jika kakawihannya atau lagunya selesai, maka, dua orang penjaga gawang tadi harus berusaha menangkap salah satu dari kedua kelompok tadi.
  • Setelah tertangkap, oleh kedua penjaga ditanya mau ikut ke penjaga gawang atau diberikan pertanyaan, sebelum kemudian memilih bergabung ke kelompok mana.
  • Permainan terus dilanjutkan dengan aturan yang sama, sampai semua anak habis dalam barisan di kelompoknya masing-masing. Dan pemenangnya dia yang mendapatkan anggota terbanyak.

Pola kedua[sunting]

  • Sejumlah anggota dibagi ke dalam ke dalam dua kelompok dengan adil
  • Setelah masing-masing mendapatkan kelompok, lalu berjejer ke belakang sesuai tinggi badan dan saling memegang bahu teman di depannya
  • Setelah siap semua berjalan atau bahkan berlari kecil, mengelilingi lapangan sambil menyanyikan kakawihan oray-orayan.
  • Ketika lagu hampir selesai, maka si kepala ular, berusaha menangkap ekornya. Peserta yang menjadi badan, harus menyesuaikan dan mengikuti gerakan kepala ular, dan jangan sampai pegangannya lepas.
  • Sang ekor harus berusaha menghindari si kepala ular, dan kepala ular pun harus berusaha menangkap si ekor.
  • Jika si ekor berhasil lepas, maka si ekor harus dikeluarkan dari area lapangan, dan permainan terus dilakukan seperti aturan tadi hingga badan ular semakin lama-semakin memendek.
  • Apabila badan ular terlepas dari pegangannya, maka permainan diulangi dari awal, membentuk formasi kembali, dan memulai permainan kembali.

Nilai Permainan
[sunting]

Permainan oray-orayan banyak sekali mengandung nilai dalam mengolah jiwa sosial anak, kebersamaan, mengolah emosi, serta melatih sportivitas anak.

Selain itu oray-orayan juga bukan sekedar permainan seru-seruan saja, tapi memiliki nilai filosofis dari rangkain permainan dalam mempertahankan kearifan lokal sebagai local genius, yaitu kita harus mampu bertahan terhadap budaya luar.[4] 

Rujukan
[sunting]

  1. 1,0 1,1 Ditulis berdasarkan pengalaman dan pengamatan langsung.
  2. 2,0 2,1 2,2 Atmadibrata, Enoch. 1981. Permainan Rakyat Daerah Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat sejarah dan Nilai Tradisional. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
  3. Giyartini, Rosariana. 2014. Makna Simbolik Kaulinan Barudak. Jurnal: Panggung 378-384.
  4. Ayatrohaedi. 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (Local Ge- nius). Bandung: Pustaka Jaya.