Permainan Tradisional Kalimantan Selatan/Buta Lele
Tampilan
Buta Lele atau Panili, adalah salah satu permainan tradisional yang dimainkan di wilayah Kalimantan Selatan. Buta Lele memiliki arti yang sama dalam bahasa Indonesia, dimana buta berarti keadaan tidak bisa melihat dan lele adalah jenis ikan.
Aturan Permainan
[sunting]- Permainan dapat dilakukan secara individual atau kelompok dengan total jumlah pemain antara 4 -6 orang.
- Permainan dilakukan di lapangan dengan ukuran panjang antara 15 sampai 20 meter dan lebar 3 sampai 6 meter. Lubang dengan bentuk oval dan berukuran 3-4 x 8-10 x 3 centimeter dibuat di salah satu ujung lapangan.
- Permainan menggunakan alat berupa potongan kayu atau rotan bundar sebanyak dua buah, satu berukuran panjang sekitar 30 cm yang disebut sebagai induk dan satu berukuran panjang sekitar 10 cm yang disebut sebagai anak.
- Pemain yang mendapat giliran untuk bermain dilarang melempar atau memukul kayu keluar batas lapangan dan baru diperbolehkan melempar atau memukul kayu saat pemain yang jaga merasa siap.
- Apabila pemain yang jaga berhasil menangkap kayu anak yang dilempar pemain yang memukul, maka dia akan melemparkan kembali ke arah lubang dan pemain yang memukul harus menangkis dengan kayu induk selama kayu anak berada di udara, dilarang memukul jika kayu anak sudah menyentuh tanah.
Cara Bermain
[sunting]- Setelah ditentukan pemain yang melempar dan pemain yang jaga ditentukan, maka pemain yang akan melempar meletakkan kayu anak di atas lubang untuk dilemparkan dengan gaya tuas. Artinya, kayu induk diletakkan di bawah kayu anak dalam lubang dan harus melemparnya dengan mengangkat kayu anak tersebut.
- Pemain yang jaga harus dapat menangkap kayu anak yang dilempar pemain lawan dan akan mendapat poin yang disepakati sebelumnya (misalnya sepuluh) jika berhasil menangkapnya.
- Jika pemain yang jaga gagal menangkap kayu anak tersebut, dia tetap diharuskan untuk mengambil anak dan melemparnya ke arah lubang yang sekarang dihalangi oleh kayu induk.
- Apabila pemain yang jaga berhasil mengenai kayu induk, maka pergantian pemain terjadi.
- Apabila pemain yang jaga gagal mengenai kayu induk, maka pemain yang melempar mengambil kayu induk tersebut dengan genggamannya dan mengambil kayu anak dengan telunjuk dan ibu jari. Setelahnya, pemain melempar kayu anak ke udara dan memukul kayu anak tersebut dengan kayu induk dari tangan yang sama.
- Sama seperti sebelumnya, pemain yang jaga harus dapat menangkap kayu anak yang dilempar pemain lawan dan akan mendapat poin yang disepakati (misalnya sepuluh) jika berhasil menangkapnya.
- Jika pemain yang jaga gagal menangkap kayu anak tersebut, maka jarak jatuhnya diukur dari lubang menggunakan kayu induk. Misalkan jaraknya sejauh sepuluh kali kayu induk, maka pemain yang melempar mendapatkan sepuluh poin.
- Permainan terus berlanjut dengan kayu anak yang diletakkan di dalam lubang dengan posisi mencuat dan berada di bibir lubang agar memudahkan untuk dipukul.
- Dari posisi yang kayu anak yang berbeda dari posisi awal permainan, tugas pemain yang melempar tetap sama yakni melemparkan kayu anak tersebut menggunakan kayu induk agar pemain yang jaga menangkapnya. Pemain yang melempar dapat memukul kayu induk yang berada di udara.
- Masih sama, pemain yang jaga harus dapat menangkap kayu anak yang dilempar pemain lawan dan akan mendapat poin yang disepakati (misalnya sepuluh) jika berhasil menangkapnya.
- Jika pemain yang jaga gagal menangkap kayu anak tersebut, maka jarak jatuhnya diukur dari lubang menggunakan kayu induk. Misalkan jaraknya sejauh sepuluh kali kayu induk, maka pemain yang melempar mendapatkan poin dua kali lipat dari jarak tersebut yakni 20 poin.
- Permainan berakhir jika salah satu pemain mendapatkan jumlah poin yang disepakati sebelumnya (misalnya 500).
Referensi
[sunting]- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1980) (dalam bahasa Indonesia). Permainan Rakyat Daerah Kalimantan Selatan. hlm. 187-195.