Permainan Tradisional NTB/Maleang

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
Permainan Maleang

Permainan Maleang adalah salah satu permainan tradisional yang berasal dari Nusa Tenggara Barat. Permainan ini dapat ditemukan di Desa Lingsar, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Nama permainan ini berasal dari kata "maleq" yang artinya kerja. Maleang berarti mengejar. Permainan Maleang ini hampir sama dengan Karapan Sapi di Madura atau Barapan Kebo di Sumbawa. Permainan Maleang biasanya dimulai sekitar pukul 13.00 dan akan berakhir sampai senja hari. Permainan ini berfungsi sebagai hiburan dan tanda syukur akan keberhasilan panen tahun lalu.

Sejarah Permainan[sunting]

Permainan Maleang awalnya dilakukan oleh masyarakat petani yang masih mengolah sawahnya secara tradisional. Pengolahan sawah secara tradisional biasanya menggunakan sapi atau kerbau. Alat yang digunakan adalah "tenggala" atau alat bajak yang ditarik oleh 2 ekor sapi, sedangkan untuk meratakan digunakan garu. Dahulu pengolahan sawah ini dilakukan secara gotong royong meratakan tanah. Pada saat tanah sudah mulai rata, para petani biasanya memacu sapi-sapi mereka di tanah yang berlumpur. Kegiatan memacu sapi ternyata menimbulkan kegembiraan yang dirasakan oleh pemain dan orang-orang yang menyaksikan. Hal tersebut yang kemudian berkembang menjadi permainan Maleang. Pelaksanaannya mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan jaman. Dahulu Maleang biasanya dilakukan pada saat "ngirek" atau meratakan sawah yang siap ditanam padi. Kalau dahulu, Maleang hanya dilakukan sebagai hiburan atau karena ada seseorang yang "besesangi" atau berkaul karena hasil sawahnya meningkat dan usaha ternaknya berhasil. Tetapi saat ini, selain untuk "ngirek", Maleang dilakukan secara khusus sebagai permainan misalnya pada hari-hari besar seperti 17 Agustus, Hari Ulang Tahun Kabupaten dan sebagainya. Kini, Maleang yang diselenggarakan oleh Pemerintah dalam rangka hari-hari besar nasional, sapi yang menjadi juara diberikan juga hadiah-hadiah. Cara penilaianpun lebih ditingkatkan, meskipun dasar-dasarnya tetap sama.

Pemain[sunting]

Permainan Maleang biasanya dilakukan oleh para petani yang memiliki sapi dengan fisik kuat dan bagus. Penunggangnya juga harus terampil dan tangkas. Para peserta ini diundang seminggu sebelumnya seperti undangan pesta. Dalam satu kali permainan Maleang dapat diikuti oleh berpuluh-puluh pasang sapi. Para peserta tidak hanya berasal dari desa sendiri, karena semua desa di sekitarnya akan diundang.

Peralatan Permainan[sunting]

Permainan Maleang menggunakan beberapa peralatan yaitu sebagai berikut.

  1. Krotok, yaitu semacam kalung yang digantungkan pada leher sapi, sehingga pada saat sapi berjalan akan besuara "krotok-krotok". Krotok mengalami perubahan yang dahulu ukurannya kecil, tapi kini krotok yang dipakai ukurannya sangat besar dengan panjang kurang lebih 1 meter dan tingginya kurang lebih 60 cm. Krotok terbuat dari bahan kayu "terep" atau kayu "bai" yang ringan dan suaranya lebih nyaring. Batu pemukulnya menggunakan "ruyung" atau kayu enau sebanyak 3 - 5 biji sebesar jari tangan.
  2. Garu, yaitu alat yang ditarik oleh sepasang sapi. Garu ini diberi hiasan sebuah "penjor" atau semacam cambuk yang ditancapkan pada garu.
  3. Bendera-bendera kecil yang dipasang pada palang kayu yang ada pada leher sapi.
  4. Pelengkungan yaitu hiasan pada arena Maleang yang terbuat dari daun enau yang masih muda. Di atas pelengkungan tersebut dibuat tempat yang bisa dinaiki oleh 2 atau 3 orang.

Iringan Permainan[sunting]

Permainan Maleang tidak memiliki musik pengiring yang berkaitan dengan permainan. Tetapi di sekitar arena Maleang biasanya dibunyikan seperangkat gamelan untuk memeriahkan suasana.

Aturan Permainan[sunting]

Permainan Maleang memiliki aturan permainan yang sangat sederhana dan hanya semacam parade disebut "Baledok" yang berarti beiring-iringan. Aturan permainan yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut.

  1. Sikap sapi waktu berlari harus tangkas.
  2. Lari sapinya harus lurus.
  3. Setiap peserta harus melewati pelengkungan.
  4. Pada saat memasuki pelengkungan, sapi harus lari secepat-cepatnya. Tidak boleh menabrak atau menyentuh pelengkungan.

Cara Bermain[sunting]

Terdapat beberapa tahapan dalam permainan Maleang yaitu sebagai berikut.

  1. Sebelum permainan Maleang diadakan, biasnaya "epen gawe" yaitu pihak penyelenggara atau pihak yang mengundang mempersiapkan "inan bangket" atau sepetak sawah yang paling luas, telah diratakan dan masih berair.
  2. Masing-masing peserta sudah mempersiapkan sapi-sapinya dengan meningkatkan perawatannya. Terkadang ada yang menggunakan "belian" atau dukun yang bertugas menjaga keselamatan gangguan "pasangan" atau ilmu hitam dari lawannya. Selain itu, peserta juga mempersiapkan garu yang sudah dihias dan krotok besar sebanyak 2 buah.
  3. Permainan diawali dengan pasangan-pasangan sapi dikumpulkan di tempat yang telah ditentukan di sekitar arena.
  4. Sapi-sapi tersebut telah memiliki penunggang masing-masing yang memegang "pecut" atau cambuk sebagai alat mencambuk.
  5. Jika permainan sudah dimulai, maka sapi-sapi tersebut berjalan beriring-iringan. Biasanya 3 - 4 pasang, sedangkan yang lainnya berada terpisah 6 - 10 meter di belakang.
  6. Setelah tiba di garis awal, sapi dicambuk sambil berteriak "ho... ho... ho..." agar sapi berlari secepat-cepatnya. Pada saat itu para penonton bersorak sorai.
  7. Setelah melewati pelengkungan, peserta dapat berjalan biasa kembali ke tempat dikumpulkan tadi atau yang merasa lelah boleh beristirahat. Sementara itu, peserta yang lain secara bergantian melewati pelengkungan.
  8. Yang dinilai oleh penonton dalam permainan Maleang adalah ketangkasan dan keserasian gerak yang dalam bahasa Sasak disebut "tandang" sapi. Tandang yang baik adalah sapi berlari "ngasngas" atau kepala tegak, telinga terangkat, dan ekornya terangkat.
  9. Pada akhir permainan, semua peserta Maleang akan dijamu oleh pihak pengundang dengan makanan dan minuman.
  10. Hasil permainan Maleang mempunyai arti penting bagi pemiliknya karena sapi-sapi tersebut harganya menjadi tinggi. Selain itu, terdapat kepuasan batin yang dirasakan saat sapinya mendapat tepukan meriah serta pujian dari penonton.[1]

Referensi[sunting]

  1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1984). Permainan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan