Lompat ke isi

Permainan Tradisional NTB/Mpaa Nggalo Maju

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Permainan Mpaa Nggalo Maju adalah salah satu permainan tradisional yang berasal dari Nusa Tenggara Barat. Permainan ini berkembang di Kampung Lonco, Desa Matua, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu, Sumbawa. Nama permainan ini berasal dari kata "Nggalo" yang berarti "berburu", "Maju" berarti "rusa". Jadi, "Nggalo Maju" berarti "berburu rusa" atau "berburu menjangan". Permainan Nggalo Maju biasanya dilakukan pada waktu siang atau sore hari. Permainan ini berfungsi sebagai hiburan, menambah kegembiraan dan mengisi waktu luang. Permainan ini juga dapat melatih keberanian dan kecekatan anak-anak.

Sejarah Permainan[sunting]

Permainan Mpaa Nggalo Maju diangkat dari kebiasaan masyarakat Dompu dalam berburu menjangan. Pulau Sumbawa terkenal sebagai pulau menjangan. Berburu menjangan dahulu dilakukan pada saat akan ada upacara perkawinan. Keluarga kedua belah pihak yang akan melangsungkan perkawinan bersama-sama melakukan perburuan. Menurut kepercayaan, jika tidak ada kegiatan berburu maka akan terjadi malapetaka. Kegiatan berburu juga dilakukan pada saat upacara Bakha ndiha yaitu upacara berburu beramai-ramai oleh kerajaan. Dalam perburuan tersebut, dibawa beberapa ekor anjing yang sudah terlatih sejak kecil dan memiliki tanda-tanda seperti kalau tidur di atas yang lain, kaki depan lebih besar daripada kaki belakang, ekornya miring ke kiri untuk yang jantan dan miring ke kanan untuk yang betina, serta telinganya tegak menghadap ke depan. Anjing yang memiliki ciri-ciri tersebut kemudian dilatih seperti dilatih khusus untuk mengejar dan untuk menangkap. "Lako mangawa" adalah anjing jagoan dalam berburu yang harganya sangat mahal bahkan bisa seharga seekor kerbau.

Kebiasaan berburu tersebut yang kemudian ditiru oleh anak-anak dalam permainan Nggalo Maju. Permainan ini bisa berbentuk perburuan dengan menggunakan anjing-anjingan yang bisa diperankan anak dan bisa dari pelepah pisang atau kayu. Bentuk lain adalah dengan menggunakan senapan. Sedangkan pada menjangannya ada perbedaan dalam pemasangan tanduk. Di daerah Pemungutan, tanduk menjangan diikat di kepala. sedangkan di Kecamatan Hu-u tanduk dipegang dengan tangan.

Pemain[sunting]

Permainan Mpaa Nggalo Maju biasanya dilakukan oleh anak laki-laki yang berumur antara 7 - 12 tahun. Jumlah pemainnya tidak tertentu, semakin banyak maka akan semakin meriah. Permainan ini hanya dimainkan oleh anak laki-laki saja karena kebiasaan berburu menjangan hanya dilakukan oleh laki-laki.

Peralatan Permainan[sunting]

Permainan Mpaa Nggalo Maju menggunakan beberapa jenis peralatan sesuai dengan peralatan yang dipakai dalam berburu tetapi sifatnya tiruan yaitu sebagai berikut.

  1. Buja atau tombak
  2. Cila atau parang
  3. Alat-alat perbekalan seperti ponda yaitu tempat air dari buah maja, bungkusan dari dauh nipah, dan lain sebagainya.

Aturan Permainan[sunting]

Terdapat beberapa aturan dalam permainan Mpaa Nggalo Maju yang sangat sederhana yaitu sebagai berikut.

  1. Mula-mula pemain yang menjadi anjing mengejar pemain yang menjadi menjangan.
  2. Jika pemain menjangan sudah tertangkap, maka para pemburu yang lain ikut mengeroyok sampai menjangan tersebut tidak berdaya atau tidak dapat melepaskan diri dari keroyokan.
  3. Menjangan yang sudah tertangkap ikut di dalam kelompok pemburu atau diam di suatu tempat. Sedangkan pemain yang lain mengejar menjangan yang belum tertangkap.
  4. Jika sudah tertangkap semua, maka permainan dinyatakan selesai.

Cara Bermain[sunting]

Terdapat beberapa tahapan dalam permainan Mpaa Nggalo Maju yaitu sebagai berikut.

  1. Permainan diawali dengan setiap pemain mempersiapkan peralatan masing-masing seperti membawa tombak, parang dan sebagainya.
  2. Jika semua peralatan sudah siap, selanjutnya ditentukan jumlah pemain yang akan berperan sebagai anjing pemburu, menjangan dan punggawa atau pemimpin rombongan. Khusus pemain yang menjadi menjangan pada kepalanya diikatkan tanduk-tandukan yang terbuat dari kayu atau ranting yang menyerupai tanduk menjangan.
  3. Apabila semua persiapan sudah selesai, maka rombongan bergerak menuju semak-semak atau arena yang telah ditentukan. Biasanya dilakukan di tempat yang sangat luas di pinggiran hutan yang terdapat tanaman-tanaman.
  4. Permainan dimulai dengan pemain yang menjadi menjangan masuk ke arena permainan dan bersembunyi.
  5. Kemudian dalam beberapa saat, para pemburu mulai bergerak mencari tempat persembunyian menjangan.
  6. Apabila ada yang menemukan menjangan, dia akan berteriak sambil mengejar yang diikuti oleh pemain lain dengan suara yang sangat riuh.
  7. Mereka berteriak-teriak mengeluarkan suara seperti pada perburuan yang sesungguhnya.
  8. Jika sudah terkepung, menjangan akan menyerang menggunakan tanduknya.
  9. Pada puncak permainan, mereka akan terbagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah menjangan yang ditemukan.
  10. Dalam suasana hiruk pikuk tersebut, beberapa ekor menjangan kadang-kadang bisa melepaskan diri dari kepungan dan bersembunyi lagi ke semak-semak.
  11. Jika para pemburu tidak dapat menemukan menjangan yang bersembunyi dalam jangka waktu yang cukup lama dan para pemburu sudah menyerah, maka ia akan berteriak "Cumpu ro ade" yang berarti habis hatiku atau tidak ada harapan lagi (menyerah).
  12. Jika terjadi seperti itu, permainan akan diulang dari awal dengan diadakan pertukaran pemain atau diulang begitu saja.
  13. Pemain yang menjadi menjangan dituntut agar larinya cepat, lincah, tidak penakut dan tangguh agar tidak mudah tertangkap.
  14. Jika pemain menjangan sudah tertangkap, maka para pemburu yang lain ikut mengeroyok sampai menjangan tersebut tidak berdaya atau tidak dapat melepaskan diri dari keroyokan.
  15. Jika semua menjangan sudah tertangkap semua, maka permainan dinyatakan selesai.
  16. Permainan diulang beberapa kali sampai semua pemain merasa lelah atau bosan.[1]

Referensi[sunting]

  1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1984). Permainan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan