Pesawat Kertas

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Sinopsis[sunting]

Nadine dan Gio berteman baik, Nadine menyukai pesawat kertas dan Gio senang membuat pesawat kertas.

Pemeran[sunting]

  • Nadine
  • Gio

Cerpen: Pesawat Kertas[sunting]

Nadine adalah anak perempuan luar biasa berusia 10 tahun, ia tinggal bersama orang tuanya disebuah komplek perumahan sederhana.

Suatu hari disore hari yang cerah, Nadine bermain ayunan seorang diri di halaman depan rumahnya, lalu tiba-tiba ada sebuah pesawat kertas jatuh tepat di bawah kakinya. Nadine melihat sekitar, mencari tau siapa pemilik pesawat kertas tersebut. Tidak ada siapapun, karena penasaran Nadine pun mengambil pesawat kertas itu lalu ia melihat ada bayangan tulisan di dalamnya. Tertulis, ‘Hari ini aku dan ibu pindah ke rumah baru’. Menebak dari isi dari tulisannya pesawat kertas ini adalah milik anak laki-laki yang baru saja pindah di samping rumah Nadine, dan benar saja sekarang anak laki-laki sedang menatap Nadine dengan tatapan cemas.

“Maafkan aku, aku tidak bermaksud mengganggu mu.”

Nadine hanya tersenyum lalu ia mengambil pulpen yang ada di saku celananya dan mulai menuliskan sesuatu  ‘tak apa, pesawat kertas mu bagus.. mari kita berteman nama ku Nadine’, lalu ia mengembalikan pesawat kertas itu kepada anak laki-laki di depannya.

Anak laki-laki itu tertawa, lalu ia mengulurkan tangannya dan berkata, “baiklah Nadine aku Gio, senang berkenalan denganmu”.  Keduanya pun saling berjabat tangan, pertanda dimulainya ikatan pertemanan diantara mereka berdua.

Keesokan hari nya Gio mengajak Nadine pergi ke taman, tapi Nadine hanya sibuk dengan pesawat kertas saja, dan Nadine pun hanya berbicara dengan Gio melalui tulisan di pesawat kertas. Nadine adalah teman yang pemalu, pikir Gio. Keesokan harinya pun masih sama, begitu pula dengan keesokan harinya lagi. Hingga suatu ketika Gio bosan, Gio pun memaksa Nadine untuk pergi ke taman, awalnya Nadine menolak tapi karena Gio berjanji akan membuatkan 100 pesawat kertas untuknya, akhirnya Nadine pun terpaksa ikut.

Di taman Gio mengajak Nadine untuk melihat sebuah air mancur, Gio meminta Nadine untuk menunggu di pinggir air mancur sementara Gio membeli ice cream untuk mereka berdua. Kembalinya Gio dari memberi ice cream, betapa terkejutnya ia saat melihat Nadine menangis dan bajunya juga terlihat kotor seakan habis ada yang mendorongnya.

“Kenapa kamu menangis Nadine?”

Nadine pun menunjuk ke arah segerombolan anak-anak lain yang sedang bermain pesawat kertas di dekat mereka. Kertas kusut dan lipatan yang sudah tidak rapi itu tampak familiar di mata Gio, dan benar saja itu adalah pesawat kertas yang Gio buat untuk Nadine beberapa hari yang lalu.

“Hahaha apa ini ada tulisan di dalamnya,” kata seorang anak “Hihihihi iya lucu sekali, apa mereka berpacaran?” Ucap anak yang lainnya.

Gio pun menghampiri kedua anak tersebut, lalu langsung merebut pesawat kertas nya dengan paksa.

“Hei, apa-apaan kamu?” Ucap salah satu anak tersebut dengan marah.

“Kalian merebut pesawat kertas teman ku dengan paksa!!” Balas Gio tidak mau kalah, “kalian juga mendorongnya sampai ia menangis kan?”

“Kami hanya mau meminjamnya, tapi anak aneh itu membuat kami kesal karena diam saja.”

“Iya jadi kami merebutnya, tapi dia malah jatuh sendiri.”

“Mana ada jatuh sendiri kalian pasti berbohong!” Gio mengepalkan tangannya, hampir saja ia bertengkar dengan kedua anak tersebut jika saja Nadine tidak ada disitu. Akhirnya Gio hanya meminta kedua anak tersebut untuk meminta maaf, dan Nadine pun langsung menerima perminta maaf mereka begitu saja, walaupun sangat jelas permintaan maaf keduanya  sangat tidak tulus. Sepergi nya kedua anak nakal itu, Gio masih terbawa emosi dan tanpa sengaja ia pun memarahi Nadine.

“Kamu juga, kenapa diam saja dan menerima permintaan maaf mereka begitu saja? Hanya karena pesawat kertas yang usang ini kamu rela di olok-olok orang lain? Lagi pula apa spesialnya tulisan-tulisan yang sudah tidak bisa dibaca ini!”

Nadine hanya diam, namun air matanya terus jatuh, Gio pun semakin kesal jadi ia memutuskan   pergi sebentar untuk menenangkan pikirannya. Setelah menjernihkan pikiran Gio kembali lagi dengan ice cream di tangannya, ia membeli yang baru karena yang tadi sudah meleleh, dan juga sebagai permintaan maaf kepada Nadine karena sudah membentaknya. Namun, Nadine tidak ada di tempat terakhir kali mereka bertengkar tadi, Gio pun mencari di sekitar dengan tergesa-gesa. Sampai akhirnya ia melihat Nadine duduk di depan sebuah pohon sambil mengukirkan sesuatu pada batang pohon tersebut. Gio mendekat perlahan dan membaca tulisan yang diukir oleh Nadine, tertulis.

‘Hari ini Gio membelaku di depan anak-anak nakal tapi dia marah, ak..’

“Berhenti,” kata Gio sambil menahan pergelangan tangan Nadin. “Tanganmu akan terluka jika kamu lanjutkan,” kata Gio sambil menunjuk jari Nadine yang tergores karena terlalu erat memegang batu.

“Kenapa kamu menulis di pohon?”

Nadine menatap Gio sebentar lalu ia menuliskan sesuatu di tanah, ‘karena ini hari yang baik, aku ingin mengenangnya,  agar tidak rusak aku tulis di pohon dan akan terpahat selamanya, tidak seperti di pesawat kertas yang akan usang sehingga tidak bisa di baca. Setidaknya kamu akan tau tanpa harus ku katakan’

Gio terdiam sejanak, sebenarnya sudah sejak lama Gio menyadari kondisi spesial pada Nadine. Nadine tidak pernah bicara sekalipun, bukan karena pemalu namun karena ia bisu atau kata Ibu lebih baik disebut dengan tuna rungu. Namun Gio tidak mengira kalau kondisi Nadine ternyata sangat menyulitkannya, sampai bahkan momen dimana ia dimarahi oleh temannya sendiri pun masih dianggap spesial olehnya. Nadine tidak berbeda dengan anak-anak lain, ia juga ingin memiliki kenangan yang indah bersama dengan teman seumurannya.

“Baiklah, tapi nanti aku akan membuatkan mu pesawat kertas dengan kertas yang terbaik, sehingga kertas itu tidak akan usang, dan sesuai janji ku aku akan membuatkan mu.. 100 PESAWAT KERTAS! Kamu bisa menuliskan apapun yang kamu mau nanti.”

Nadine hanya tersenyum melihat sahabat baiknya itu kembali ceria.

“Sekarang berhenti menulis, jarimu nanti akan terluka. Tunggu pesawat kertas buatan ku, sebelum itu mari kita makan ice cream dulu. Ini sudah hampir leleh lagi di tangan ku haha..”

Keduanya pun memakan ice cream yang manis dengan perasaan yang lebih manis juga, dengan ikatan persahabatan yang lebih erat pesawat kertas akan terus mengantar mereka bersama melewati banyak waktu dengan bahagia hingga keduanya dewasa.