Petualangan Almi dan Robot Techa

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Petualangan Almi dan Robot Techa

Deskripsi Singkat:

Almi pergi ke sebuah gudang tua di rumah kakeknya dan menemukan sebuah robot tua yang nampak usang. Karena rasa ingin tahu, dia mencoba mengotak-atik robot itu hingga robot itupun berhasil hidup. Almi bergembira ketika robot itu mulai aktif, diapun kaget ketika robot itu mulai memeriksa sekitar. “Hei, namaku Techa,” ucap robot itu kepada Almi. Almi menjawabnya dengan rasa penasaran dan senang, robot itupun mulai mengajak Almi ke petualangan luar biasa melalui teknologi mesin waktu yang dimilikinya.

Deskripsi penulis:

Nama asli: Muhammad Rizqi

Nama pengguna: Kingki19

Tempat dan tanggal lahir: Kudus, 19 September 2004

Domisili sekarang: Semarang (berkuliah)

Pekerjaan: Mahasiswa

Hobi: ngoding, ngegame, dan nulis

Rangkuman cerita dalam 1 kalimat:

Petualangan seorang anak kecil dan robot cerdas menjelajahi sejarah ilmu pengetahuan melalui teknologi mesin waktu milik Techa.

Naskah cerpen:

Di libur akhir tahun ini, Almi diajak oleh ayahnya untuk liburan di rumah kakeknya yang berada di pegunungan. Sebagai anak rumahan yang tidak suka untuk keluar dari kamarnya, dia lebih memilih untuk bermain HP seharian ketimbang menghabiskan waktu libur ini untuk pergi liburan kemanapun.

Ayah mengajak Almi untuk bertemu dengan kakeknya yang sangat ingin berjumpa dengannya, namun Almi tidak merasa tertarik dan menganggap tidak ada hal menarik di sana. Meskipun demikian, Almi akhirnya menerima ajakan tersebut karena tidak ingin mengecewakan ibunya dan mengakui bahwa kesempatan seperti ini hanya datang sekali setahun.

Almi mempersiapkan semuanya, hal-hal yang dia butuhkan selama di rumah kakek seperti baju, topi, dan jaket sehari sebelum keberangkatannya menuju rumah kakek. Keesokan harinya, Almi dan kedua orangtuanya bersiap untuk pergi di pagi hari pada jam tujuh pagi. Ayahnya memperkirakan untuk sampai di rumah kakek di jam dua belas siang. Perjalanan dari rumah Almi menuju rumah kakeknya memakan waktu lima jam.

Singkat cerita, Almi dan kedua orang tuanya sampai di rumah kakeknya. Perjalanan panjang yang melelahkan bagi seorang anak kecil. Almi masih mengingat waktu pertama kali dia kesini ketika berumur lima tahun. Rasanya baru kemarin, sejak pertama kali dia datang ke rumah kakek. Dia sekarang sudah berumur dua belas tahun dan akan lulus sekolah dasar pada bulan Juni tahun depan. Namun rasa lelah yang dialami Almi lenyap untuk sementara waktu ketika tampak rumah kakek dari balik jendela kaca mobil.

Suara kendaraan mobil ayah terdengar di telinga kakek, kedatangan Almi dan kedua orang tuanya disambut bahagia oleh kakek. Kakek menuju ke luar rumah, menyambut mereka bertiga di teras. Selepas diparkir di pelataran halaman rumah kakek, Almi keluar mobil terlebih dahulu dan berlari menuju kakeknya. Disusul kedua orang tuanya yang membawa koper dan oleh-oleh yang sudah mereka siapkan kemarin.

“Akhirnya, kek, Almi sudah sampai. Perjalanan tadi melelahkan sekali,” seru Almi kepada kakek. “Oh kamu kelalahan yah, padahal kakek ingin memberimu kejutan. Lebih baik kau istirahat dulu sana.” Kakek menyuruh Almi untuk istirahat, lalu secara rahasia kakek membisikinya dengan lirih, “ada kejutan untukmu di gudang.”

Entah Almi mendengarnya atau tidak, dia langsung berlari menuju kamar tidur untuk tamu yang letaknya di dekat ruang tamu. Rasa senang tadi hanya membuatnya bersemangat sebentar. Almi hanya ingin tidur melepas semua rasa lelah di perjalanan tadi.


Hari sudah petang ketika Almi terbangun. Ketika dia keluar dari kamar dan menuju ruang tamu, dia melihat kedua orang tuanya sedang berbincang dengan kakek. Dia menemui mereka sebentar, lalu meminta izin untuk keluar bermain diluar rumah. “Almi sudah besar, bu, tolong izinkan Almi untuk bermain diluar sendirian yah.” Dari tahun ke tahun, Almi memang tak pernah diizinkan untuk bermain sendirian di luar, namun tahun ini dia berani karena dia sudah merasa menginjak remaja. Ibunya mengangguk, begitupun Ayahnya yang memberinya saran untuk jangan berkeliaran terlalu jauh. Kakek mengedipkan matanya kepada Almi sambil menyuruhnya untuk tidak gegabah.

Almi sedang berjalan-jalan di luar rumah kakek menuju gudang tua yang disebutkan oleh kakek sebelumnya. Dari dulu dia tidak boleh pergi kesana dan sekarang dia disini, menemui hal yang dia inginkan dari dulu. Almi membuka pintu lalu masuk. Almi berhati-hati melangkah menuju kedalam, dia takut akan merusak barang milik kakeknya, hingga perhatiannya teralihkan kepada kain putih yang menutupi sebuah benda.

Almi membuka kain putih tersebut. Nampak sebuah robot yang sudah usang. Tingginya sama dengan tinggi Almi. Disamping robot itu, terdapat secarik kertas bertuliskan: “untuk Almi, sentuhlah robot itu.” Almi yang penasaran akhirnya mencoba menyentuh pundak robot itu. Robot itu menyala. Cahaya putih muncul dari mata, lalu menyebar ke seluruh bagian tubuh robot. Di tangan robot, terdapat benda seperti mesin jam tangan yang lalu ikut memutar. Cahaya putih di tubuhnya pun lalu menghilang menyisakan satu-satunya cahaya di mata.

“Hai, aku Techa. Kau pasti Almi.” salam perkenalan dari Techa. Almi merasa heran dan takut, apalagi setahunya robot belum bisa berbicara kepada manusia. “Kau jangan takut, aku adalah teman lama kakekmu. Sudah lama aku tidak diaktifkan, mari aku akan mengajakmu jalan-jalan”. Almi tambah keheranan dengan ucapan Techa barusan.

Techa menunjuk area ruangan yang kosong, seketika portal berwarna biru muncul dari kekosongan. Almi terdecak kagum, baru pertama kali dia melihat hal ajaib seperti ini. “Ayo, aku akan menunjukkan hal yang sangat menarik bagi anak kecil sepertimu.” Techa mengenggam tangan Almi, menariknya dan membawanya menuju portal.

Almi penasaran dengan hal apa yang akan ditunjukkan Techa kepadanya. Namun dia belum sempat menanyakan hal apa yang akan ditunjukkan oleh Techa karena dia langsung ditarik menuju portal. Almi merasa mual, kepalanya pusing ketika melewati portal itu. “Kau mau membawaku kemana sih?” tanya Almi. Portal ini serasa seperti lorong, dan kita melewatinya menuju pintu yang paling jauh yang dapat dilihat Almi. “Yang penting kau jangan melepaskanku, tetaplah menyentuhku selama di lorong ini” jawab Techa. Genggamannya begitu kuat, mustahil bagi Almi untuk terlepas. Mereka sudah mencapai pintu yang paling ujung dan mereka berdua pun masuk kedalamnya.

Mereka akhirnya sampai. Yang dilihat pertama kali oleh Almi ketika sampai adalah area pemukiman orang purba. Almi pun bertanya: “hei, apa kau membawaku berjalan-jalan menuju masa lalu?” Techa mengangguk, “benar, namun tidak lama, kita harus pergi lagi setiap lima menit bergerak menuju masa depan.”

“Tujuanku mengajakmu jalan-jalan ingin mengenalkanmu tentang apa itu ‘ilmu pengetahuan’. Menurutmu, apa itu ilmu pengetahuan?” Almi yang tak pernah belajar apapun tentang ini hanya menjawab, “aku tak pernah diajari di sekolah tentang hal ini.” Tentu saja, di sekolah Almi hanya belajar tentang hal yang diajari oleh guru dan materi yang ada di buku, namun mereka tidak pernah mengajari apapun tentang apa itu ilmu pengetahuan.

Techa menunjuk kepada manusia purba yang sedang membuat api unggun. Manusia purba itu meraih sebuah batu dan memukulkannya dengan batu lain hingga percikan api muncul yang menyambar serabut kering disampingnya. “Orang zaman purba mencari sesuatu yang sekiranya bermanfaat untuk kelangsungan hidup mereka. Api membuat mereka tetap hangat ketika malam. Ini adalah pengetahuan sederhana, yang membuat mereka dapat bertahan hidup”, ujar Techa.

“Ayo waktu kita sudah habis,” Techa menarik Almi menuju portal. Mereka melompat menuju lorong, pintu yang dituju Techa tidak sejauh waktu pertama kali mereka masuk. Mereka melompat di zaman yang berbeda. Pada zaman ini, manusia sudah bercocok tanam dan berternak. Terlihat rumah-rumah yang sudah berdiri kokoh di setiap lahan pertanian.

Almi memandangi manusia yang sedang memanen hasil pertanian di lahan yang kuning. Anak-anak bermain dengan riang, berlarian di lumbung sawah. “Di zaman ini, manusia sudah mulai tahu cara untuk mencari makanan tanpa perlu berburu. Ingat api di perjalanan sebelumnya? Mereka sudah memakainya untuk mengolah hasil panen mereka. Hasil dari pengetahuan ini untuk menunjang kehidupan manusia agar lebih maju.” Techa membuka portal dan mengenggam tangan Almi, menuju ke zaman berikutnya.

Mereka sampai di sebuah kota yang ramai. Pandangan Almi tertuju ke alun-alun kota. Seseorang sedang menanyai orang-orang yang lewat secara acak. Dia menanyai mereka dengan hal yang mereka yakini. Orang yang ditanyainya selalu kalah dalam debat dengannya.

“Dialah orang yang pertama yang tercatat dalam sejarah manusia sebagai orang yang kritis. Dia adalah bapak dari pikiran kritis dan telah melahirkan ilmu pengetahuan seperti sekarang.” Techa menjelaskan, “Pengetahuan itu dimulai dari cara kita berpikir dengan kritis, menanyai segala hal dengan asumsi apa yang kita yakini itu bisa saja salah. Namun sayang dia dihukum mati karena hal ini”.

Techa sudah bersiap dengan portal yang akan dibuka hingga Almi menanyainya sesuatu, “jika hanya berpikir kritis, mengapa ilmu pengetahuan bisa muncul di zaman ini?” Techa menjawab, “murid-muridnya yang memakai pikiran kritis untuk hal yang lebih seperti mempertanyakan alam hingga menciptakan cabang dari ilmu pengetahuan yang baru.” Setelah Techa menjawab, mereka langsung melompat menuju portal.

Suasana yang dilihat Almi kali ini berbeda, bangunan di sekelilingnya berwarna kuning. Mereka sedang berada di puncak salah satu istana. Techa menunjuk gedung yang dikunjungi banyak orang. “Pengetahuan di waktu ini sudah mencapai pada tahapan yang menarik. Manusia sudah mulai menerapkannya pada aspek yang tak pernah dibayangkan sebelumnya, yaitu agama.”

Techa memunculkan dua benda di kedua tangannya, yang satunya seperti sebuah jam bola dan satunya adalah teropong. Almi pun bertanya, “memangnya apa kaitan kedua benda tersebut dengan ilmu pengetahuan?” Techa menjawab, “perbintangan. Kita dapat mengukur waktu dan menentukan lokasi dengan lebih tepat menggunakan alat-alat yang diciptakan berdasarkan ilmu pengetahuan yang sudah mulai diterapkan secara langsung pada kehidupan ini.”

Kedua benda di tangan Techa menghilang, dia mulai menunjuk orang-orang yang sedang menghadap ke arah yang sama secara bersama-sama mengikuti satu orang yang ada di depan. Techa mengatakan, “contohnya mereka memakai kedua alat tadi untuk membantu menentukan waktu untuk melakukan ibadah.” Almi hanya mengangguk menanggapi Techa ketika mereka mulai masuk ke portal.

Mereka mendarat di daerah lapangan hijau di sekitar bangunan antik seperti gereja. Almi memandangi sekitar dan menemukan seseorang yang sedang duduk di dekat pohon apel. Dia terlihat sedang asik menulis di sebuah kertas. Almi bertanya, “kenapa kau membawaku untuk melihat seseorang seperti dia? Apa yang menarik dari melihat seseorang seperti dia?” sambil menunjuk orang yang duduk di bawah bayang pohon apel.

“Untuk sekarang memang tidak ada yang menarik, tetapi momen kecil yang akan terjadi adalah momen besar yang mengubah ilmu pengetahuan modern. Melalui dia kita memperoleh sudut pandang baru tentang bagaimana kita melihat alam,” Techa menjelaskan, “sudut pandang baru yang dia bawa memungkinkan teknologi modern untuk muncul seperti mobil, pesawat, dan roket. Walaupun bukan dia yang menciptakannya, tapi ilmu dasar tentang teknologi tersebut dirumuskan olehnya.”

Almi menambahkan, “sangat menarik jika karena satu orang memungkinkan teknologi bisa berkembang semaju di zamanku.” Techa hanya mengangguk. Techa membuka portal yang membawa mereka pergi dari sana. Bersamaan dengan momen jatuhnya sebuah apel di kepala orang yang dibicarakan Techa.

Kali ini Techa membawa Almi menuju dunia yang lebih modern. Pesawat kuno sudah muncul. Mobil-mobil asap pun sudah berlalu lalang di jalanan. “Kali ini aku membawamu ke masa sebelum perang dunia pertama,” Techa menuturkan, “kelak seseorang membawakan suatu teknologi yang digunakan dan berkembang hingga di zamanmu. Ilmu pengetahuan yang sangat modern ketimbang yang ada saat ini.”

“Semua itu bermula dari permasalahan yang sangat sulit, tetapi memiliki pola yang dapat diimplementasikan pada sebuah mesin. Seseorang mencoba menciptakan sebuah mesin yang memiliki sebuah jalan pikirnya sendiri, di zamanmu itu bisa disebut komputer,” Techa menjelaskan. “Namun teknologi komputer tidak sebatas itu saja kan?” Almi menanyainya.

“Betul, namun dasar dari semua teknologi di zaman ini berasal dari ide orang ini untuk menerapkan cara berpikir manusia kepada suatu mesin.” Setelah Techa mengucapkan ini, mereka pun pulang menuju masa kini. Sepulang dari perjalanan luar biasa ini, Almi lalu ditanyai oleh Techa, “Apa yang dapat kamu simpulkan dari perjalanan ini?”.