Lompat ke isi

Ragam dan Manfaat Permainan Tradisional Di Kabupaten Pangkep Sulsel/unsur

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Unsur Permainan Tradisional

[sunting]

Dari beragam permainan tradisional yang ada, semuanya memiliki kesamaan unsur yang dapat dengan mudah kita identifikasi. Hasil dari pemetaan penulis terhadap beragam permainan tradisional, unsur-unsur yang membentuk sebuah permainan tradisional di antaranya:

Menggunakan istilah lokal

[sunting]

Penamaan permainan tradisional dan istilah yang digunakan untuk bermain menggunakan bahasa daerah setempat. Hal ini membuat sebuah permainan yang sama atau mirip tetapi memiliki nama dan istilah berbeda di daerah lain. Misalnya engklek di pulau Jawa dikenal sebagai dende-dende (Makassar), gobak sodor (galah asin) yang di Makassar disebut sebagai asin-asin, dan lain sebagainya.

Selain penamaan, juga terdapat istilah yang berlaku pada hampir semua jenis permainan yang memerlukan urutan pemain. Pemain yang pertama bermain disebut olo, pemain kedua disebut dan pemain terakhir disebut boko atau konteng. Ada kalanya pemain memilih untuk bermain diurutan terakhir. Misalnya pada permainan kelereng (baguli) di mana mendapat giliran terakhir lebih strategis karena bisa melihat gaya permainan lawan terlebih dahulu. Jika ingin mendapat giliran terakhir, pemain akan menyebut kata "dillas". Pemain yang memilih bermain di urutan kedua terakhir menyebut rampi'. Walau banyak digunakan dalam bermain kelereng, istilah ini juga bisa diterapkan pada permainan lain yang menggunakan urutan.

Istilah dalam permainan tradisional yang juga banyak digunakan ada istilah “jadinya”. Istilah ini merujuk kepada pemain yang menjadi “petugas atau pesakitan”. Misalnya, anak yang bertugas mencari dalam permainan petak umpet, maka yang bertugas mencari disebut “jadinya”. Begitu pula dalam permainan kejar-kejaran. Anak yang bertugas mengejar, maka ia disebut sebagai “jadinya”.

Begitu banyaknya permainan tradisional di sebuah daerah yang juga dikenal di daerah lain, sehingga lebih tepat jika menyebut “permainan tradisional Bugis/Makassar” daripada menggunakan kalimat “permainan tradisional asli Sulsel” misalnya. Berikut beberapa contoh permainan tradisional yang juga dimainkan di daerah lain tentun saja dengan muatan lokalitas.

Permainan Nama di Daerah Lain
Cangke tanah patil lele, patok lele, canang, tok kadal (getok kadal), kalawadi
Cangke batu gatrik, tok kadal lobang.
Asin Asin galah asin, galasin, gobag sodor
Baguli gundu, kelereng, ngadu kaleci, nekeran, guli
Boy boy boy-boyan, batu gulik
Longga majjeka, egrang, enjang-enjang
Dende dende engklek, gacok, batu lempar
Gasing galasin

Beberapa Contoh Permainan di Pangkep dan Penamaan di Daerah Lain

Peralatan sederhana dan mudah ditemukan

[sunting]

Walau permainan tradisional ada yang menggunakan peralatan khusus seperti karet gelang pada permaian lompat tali, atau bola karet pada permainan bekel, tetapi alat tersebut sangat mudah didapati di dalam kehidupan masyarakat.

Kebanyakan permainan tradisional menggunakan alat yang sangat sederhana dan sangat mudah ditemukan. Misalnya sarung, kayu, bambu, tempurung kelapa, biji bijian (pada permainan congklak). Mengetahui beragam alat yang digunakan dalam permainan tradisional, memberi kita informasi mengenai kekayaan alam dan kondisi sosial di lingkungan tersebut.

Permainan tradisional yang menggunakan alat bantu sarung, biasanya merupakan permainan tradisional yang kerap dilakukan di malam hari. Biasanya anak-anak bermain selepas shalat magrib, di mana anak-anak menggunakan sarung.

Tidak ada aturan pakem

[sunting]

Kebanyakan permainan tradisional tidak memiliki aturan yang baku. Pemain bisa membuat kesepakatan aturan di awal. Aturan juga sangat terkait dengan lokalitas. Sebuah permainan tradisional yang sama akan memiliki sedikit perbedaan aturan di daerah lain. Tentu saja secara garis besar sama, tetapi ada sedikit aturan yang dimodifikasi tergantung daerah tersebut.

Aturan mengenai jumlah peserta dalam permainan tradisional juga sangat fleksibel. Jumlah peserta setiap tahun bahkan bisa disesuaikan dengan jumlah anak yang hadir saat itu.

Dengan tidak adanya aturan pakem, para pemain permainan tradisional akan terlatih untuk konsisten pada aturan yang mereka sepakati bersama sebelum bermain. Sedikit banyaknya anak-anak dilatih untuk mengetahui aturan apa yang akan mereka tetapkan dan mematuhi aturan tersebut.