Revolusi Prancis (Belloc)/Bab 1

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

REVOLUSI PRANCIS


I

TEORI POLITIK REVOLUSI


Teori politik pada Revolusi yang terjadi, khususnya di negara tersebut, mendapatkan cemoohan karena bersifat lokal, sementara, dan keliru. Ini universal, ini abadi dan ini nyata.

Hal ini secara singkat menyatakan: bahwa komunitas politik bergantung pada kedaulatan, yang, menjunjung hak moral yang mempertahankan keberadaannya melawan seluruh komunitas lainnya, menghimpun otoritas sipil dan temporal dari hukum-hukumnya yang bukan dari penguasa sebenarnya, maupun bahkan dari kepengurusannya, selain dari dirinya sendiri.

Namun masyarakat tak dapat mengimpun otoritas tanpa menghimpun inisiatif bersama; tanpa sekelompok unit komponennya yang dapat terpadu untuk keperluan ekspresi umum, ini menjadi kesadaran aakn kehendak umum, dan suatu hal umum yang menghimpun seluruh kedaulatan.

Ini adalah kekuatan inisiatif bersama dan ekspresi bersama terkait yang dilarang pada manusia. Dalam kasus ini, tak ada hal semacam itu sebagai komunitas kedaulatan yang dikatakan dapat berdiri. Dalam kasus ini, “patriotisme,” “opini publik,” “kecerdasan rakyat,” adalah istilah tanpa arti. Namun ras manusia pada sepanjang masa dan di seluruh tempat sepakat bahwa istilah semacam itu memiliki arti, dan konsep komunitas dapat hidup, tertata dan menjadi diri sendiri, merupakan konsep manusia selaras dengan unsur manusia sebagai perasaan baik dan buruknya; ini merupakan bagian yang sangat intim dari unsur tersebut ketimbang kejadian umum yang bergantung pada kehidupan manusia, seperti pangan, perkembangbiakan atau istirahat: bagian tersebut lebih intim ketimbang hal apapun yang berkaitan dengan ragawi.

Teori moral politik tersebut, walau subyeknya pada prakteknya tertuju pada degradasi tak terbatas, menghimpun argumen setiap orang yang bertuju untuk berkaitan dengan tindakan negara selaku bisnis yang berdampak pada hati nurani rakyat. Setelah itu, hal tersebut menimbulkan setiap protes melawan tirani dan setiap pengecaman agresi asing.

Hal tersebut sangat mendorong beberapa pergerakan terhadap pemerintahan rakyat, dan siapa yang menganggap fungsi sakramental monarki pewarisan (seperti di Rusia), sifat organik dari oligarki penduduk asli (seperti di Inggris), aransemen mekanikal dari pemilihan umum oleh mayoritas, atau bahkan dalam krsisi pemutusan mendalam dan sehingga kegiatan intens dan kekuatan konklusif dari kerumunan besar sebagai penghormatan pada Negara, akan beragam, jika siapapun dari pergerakan tersebut menjatuhkannya dalam pengabdian dari apa yang diinginkan olehnya untuk negaranya, menjatuhkan balik doktrin masyarakat berdaulat yang mutlak. Ia akan mengeluhkan bahwa walau pemilu mengalahkan gagasannya, tradisi nasional yang sebenarnya dan sentimen nasional yang sebenarnya akan berpihak padanya. Jika ia mempertahankan tindakan oligarki penduduk asli melawan para pemimpin masyarakat, ia melakukannya dengan penjelasan (kurang lebih eksplisit) bahwa oligarki benar-benar lebih nasional, ketimbang benar-benar lebih komunal, ketimbang ekspresi opini menggerakkan yang membuat demagog (seperti yang akan ia serukan pada mereka) menjadi corongnya. Bahkan dalam menyalahkan orang karena mengkritik dan menentang penguasa pewarisan, pengikut dari penguasa tersebut akan menyalahkan mereka atas dasar bahwa tindakan mereka bersifat anti-nasional, anti-komunal; dan, dalam kata lain, tak ada orang yang memutuskan untuk dapat menantang persoalan temporer dan sipil dari otoritas dari apapun yang dirasakan (walau dengan apa kesulitannya tak diartikan!) esensi sipil umum yang membangun Negara.

Kata-kata “sipil” dan “temporal” harus memandu pembaca pada penjelasan berikutnya; yang merupakan otoritas terakhir dari seluruh hal yang tak tetap bahkan dalam masyarakat.

Ini harus didorong oleh semua hal orang yang menganggap alam mereka sendiri dan para rekan mereka yang berotoritas mutlak dalam tindakan apapun adalah Tuhan. Atau jika nama Tuhan terdengar tak lazim dalam publikasi Inggris saat ini, kala apa yang kini menghimpun tempat dari banyak (sebuah frase tak sempurna), “esensi moral.”

Sehingga, jika ada yang dipasangkan bersama dalam beberapa tempat yang ditinggalkan, komunitas dari beberapa keluarga dimajukan atau dibutuhkan, bertentangan dengan ajaran hati nurani mereka sendiri, dan juga mengetahui apa yang mereka adalah apa yang mereka sebut salah, sehingga mereka akan secara tak ragu sepakat untuk melakukannya, kemudian menyepakatkan mereka, melalui otoritas temporal atau sipil tertentu dapat dikutip melawannya, sehingga tak dibenarkan. Otoritas lain berada di baliknya. Meskipun benar-benar terbukti akan menjadi nyata jika, dikatakan, dua belas, tujuh orang memutuskan (mengetahui hal tersebut salah) bahwa hal salah harus dilakukan, lima menentang untuk hak tersebut—dan sehingga mayoritas dihimpun oleh tujuh orang yang harus menentukan otoritas layak untuk pengarahan yang salah.

Namun, perlu dicatat bahwa keputusan tersebut hanya diterapkan kala otoritas hukum moral (Tuhan, selaku penulis kitab, dengan pernyataan kepada para pembacanya, akan ditonjol untuk dikatakan) diakui dan dikembangkan. Jika dua belas keluarga sangat meyakini hal semacam itu dan tindakan umum semacam itu menjadi baik, tak hanya otoritas mereka kala mereka membawanya dalam praktek otoritas sipil dan temporal; ini merupakan otoritas absolut dalam seluruh penghormatan; dan juga, jika, usai perpecahan opini di antara mereka tak mungkin menjadi mauoritas, mungkin bukan mayoritas secara keseluruhan, namun pada tingkat apapun, arus penentu opini—bergantung pada intensitas dan bobot, hal itu serta dalam jumlah—mendeklarasikan tindakan untuk menjadi benar, kemudian bobot opini yang menentukan diberikan untuk mewujudkan otoritas politik tak hanya sipil dan temporal namun absolut. Di luar itu dan di atas itu, tak ada banding.

Dalam kata lain, manusia dapat menentang dengan benar, dan benar-benar terjadi dalam seribu keadaan yang dikecam, teori tersebut merupakan keputusan baru pada sebagian besar komunitas dan membutuhkan hak dalam moral. Untuk masalah tersebut, ini membuktikan diri bahwa jika satu komunitas memutuskan dalam satu mode, pihak lain, yang juga berdaulat, dalam mode berlawanan, sama-sama tak dapat menjadi benar. Mengakalbudikan manusia juga diprotes, dan tentunya, melawan konsep bahwa berapa jumlah mayoritas, atau bahkan (apa yang masih lebih mendasar) ketidakinginan pemutusan dalam masyarakat dalam rangka, tak hanya menjadi salah namun menjadi suatu hal yang komunitas tak memiliki otoritas untuk mengatur, melalui pemberlakuan otoritas sipil dan temporal, hal ini bertindak melawan otoritas sipil yang merupakan hati nurani benarnya sendiri. Manusia dapat dan mampu memprotes melawan doktrin yang komunitas tak mampu menyingkirkan kejahatan; hal yang sapat bertindak semacam itu adalah seorang individual. Namun manusia kini melakukan atau dapat membantah bahwa komunitas bertindak kala memikirkan hak benar-benar berdaulatan: ini bukanlah alternatif untuk menghimpun kebenaran.

Mari kita mengambilnya, kemudian, seperti pemutusan yang pemerintahan sipil majukan, masyarakat berada pada tingkat puncak, jika hanya dari arhumen yang tanpa badan dalam komunitas yang dapat menghimpun hak untuk dihimpun bersama kala kelompok tersebut sempat harus akan menemukan ekspresi.

Seluruh argumen yang dimajukan melawan titik utama dari etika politik adalah, kala mereka menganalisisnya, mendapati pengistirahatan pada penyamaan pemikiran. Sehingga, seorang manusia akan berkata, “Doktrin ini akan memandu negaraku untuk meninggalkannya kedaulatan atas bangsa lain, namun aku tertantang terhadapnya, aku harus melemahkan negaraku, agar aku dapat bersekutu.” Doktrin tersebut mendorongnya untuk tak bertindak semacam itu. Komunitas yang menjadikannya anggota bebas untuk melakukan penyingkirannya untuk keselamatan, dan terikat untuk menghimpun kehidupannya sendiri. Ini terjadi untuk menekan protes dan pemberontakan.

Selain itu, orang berpikir bahwa doktrin tersebut dalam beberapa hal sejalan dengan keadaan sebenarnya dan kemampuan sebenarnya orang-orang dalam tindakan bersama mereka. Ini tidaklah seperti itu. Keadaan tersebut, yang kemampuannya, dan seluruh hal lainnya yang membatasi penerapan doktrin, dengan tanpa cara menyentuh alasan sebenarnya, melebihi fakta bahwa perkataan seluruh manusiaberseberangan dengan prinsip bahwa orang memiliki hak moral untuk ekspresi diri. Sehingga, orang bodoh tak dapat berujar secara keseluruhan, namun perlu dicatat bahwa, sepanjang jauh dari pergesekan, sebuah pembuktian kebenaran bahwa perkataan tersebut adalah ekspresi utama manusia; dan dengan cara yang sama, masyarakat tanpa kekuatan yang menyatakan kebersamaannya takkan berseberangam, namun pembuktian peran umum bahwa ekspresi semacam itu dan pemberlakuan keputusan semacam itu adalah hal biasa pada umat manusia. Tingkat pergesekan antara abnormal dan normal membantu kami dalam keputusan mereka, dan kala kami melihat masyarakat yang tertindas dan tak terdorong, sehingga tak membuat upaya pemberontakan, atau masyarakat yang bebas dari penindasan asing akan terhimpun pada kepentingan pemerintahan diri, dampak fenomena yang menghimpun kekuasaan mereka.

Namun walau semua ini benar, terdapat pendirian melawan pernyataan pendirian politik mereka tidaklah menambah pergesekan, namun kritik; dan semua orang dengan beberapa pengetahuan dari para rekan mereka dan diri mereka sendiri sempat menerima, mula-mula, bahwa psikologi tindakan bersama secara khusus dibedakan dari psikologi tindakan individual, dan yang kedua, bahwa selaras dengan jumlah, diskusi, kurangnya keintiman, dan secara umum pergesekan banyak orang, tindakan bersama oleh masyarakat, realisasi diri bersama, dan penghimpunan kehendak bersama, beragam dari kesulitan ketidakmungkinan.

Mengenai ini, tak ada kata yang perlu dibuang-buang. Seluruh orang yang berakal budi dan yang mengamati bersepakat bahwa, dalam kaitannya dengan jarak, jumlah, dan kompleksitas, kesultian ekspresi diri dalam masyarakat meningkat. Kami dapat mendapati ledakan orang-orang hidup yang populer akan bertindak keras, akut dan tentunya nyata; namun jarang. Kami mengupayakan dengan orang-orang yang lebih nampak menerima beberapa refleksi kehendak populer melalui media pergerakan deputasi permanen yang, dengan kata lain mungkin, memperkenankan masyarakat luas untuk menyatakan kebenaran itu sendiri. Kami dapat menyoroti simpati nasional terhadap aristokrasi atau raja. Namun dalam kasus apapun, kami mengetahui bahwa masyarakat luas hanya dapat secara tak langsung dan tak sempurna menyatakan diri mereka sendiri kala pemerintahan permanen dari seluruh kepentingan mereka diperhatikan. Sorotan kami, yang menonjol, kepada hak kehendak umum, kami harus menyelaraskannya dengan tuntutan federasi negara-negara swa-pemerintahan yang kecil, atau mengajukan pemerintahan pusat dari orang-orang besar untuk peristiwa pemberontakan dan ekspresi opini bersama yang keras yang harus menghimpun kembali hubungan antara orang yang memerintah dan orang yang diperintah.

Semua ini benar: namun kritikan semacam itu terhadap teori dalam moral politik yang berada di balik Revolusi, teori soal masyarakat yang berdaulat, bukanlah kontradiksi. Ini hanya menuturkan kami bahwa hak murni tak dapat diperlakukan tak semestinya dalam perkara manusia dan bahwa ini diterapkan dalam beberapa kondisi yang lebih bekerja ketimbang lainnya: ini tak memberikan serangkaian otoritas pada tesis alternatif manapun.

Teori umum Revolusi semacam itu yang mengarahkan Jean Jacques Rousseau terhadap pihak Prancis yang memberikan ekspresi penekanan dalam buku yang hubungan gaya dan logikanya dapat sebanding dengan beberapa karya teknik yang pasti dan kuat. Ia memberikannya judul Contrat Social, dan menjadi rumus Kredo Revolusioner. Namun tanpa melalui orang, mungkin, juga telah menempatkan kebenaran utama dari moral politik, bahwa kebenaran setua dengan dunia; ini nampak dalam retorika semangat seratus pemimpin dan berdiri pada puncaknya atau dirajut dalam hukum negara-negara bebas yang tak terhitung. Dalam bahasa Inggris, Deklarasi Kemerdekaan mungkin ekspresi menonjolnya. Dan walau dokumen tersebut dimajukan sebagai karya besar Rousseau dan (melalui kecerdasan Jefferson) berada dalam beberapa bagian yang diturunkan darinya, bahasanya, dan juga tindakan orang-orang yang merancang dan mendukungya, layak untuk menjelaskan apa aku dipahami pembaca Inggris.

Kini dengan teori umum tersebut, mereka berdiri berhubungan dengan sosok yang menangani prinsip besar tertentu tanpa memiliki pengartian, dan juga di sosk lain yang menangani penekanan kecil terkait tak lebih dari pergerakan politik. Yang pertama bersifat penting untuk demokrasi. Yang kedua, disamping popularitas besar mereka pada zaman Revolusi dan dampak Revolusi yang menimpa mereka, bersifat universal sejak Revolusi, pada kenyataanya tak ada yang dilakukan dengan teori revolusioner itu sendiri.

Dari dua kategori tersebut, jenis yang pertama yang merupakan doktrin kesetaraan manusia; jenis yang kedua lebih merupakan pergerakan yang disebut “perwakilan.”

Doktrin kesetaraan manusia adalah doktrin transenden: “dogma,” kala kami menyerukan doktrin semacam itu dalam agama transendental. Ini tak berkaitan dengan kenyataan fisik yang dapat kami tangkap, ini sulit untuk diterapkan bahkan lewat kiasan yang digambarkan dari obyek-byek fisik. Kami berniat untuk merasionalisasikannya dengan berujar bahwa apa yang umum pada seluruh manusia tidaklah lebih berpengaruh namun tepatnya lebih berpengaruh ketimbang kejadian yang membuat orang-orang menjadi berbeda. Kami dapat membandingkan sikap manusia pada tiga domensi, sikap pribadi pada ukuran dua dimensi; kami dapat berujar bahwa siapapun orangnya memiliki sifat yang menjadi standar manusia, dan kami dapat menunjukkan bahwa dalam segala hal semacam itu secara potensial bersifat setara. tak ada kiasan yang menjelaskan materi tersebut; masih kurang memperlakukan mereka selaras dengan tuntutan orang-orang yang membuat dogma menjadi tak komprehensif.

Kebenarannya datang dari (untuk hal tersebut) dalam perilaku negatif. Jika orang-orang tak setara kala tak ada skema yurisprudensi, tak ada tindak keadilan, tak ada pergerakan pelibatan orang, tak ada jalinan kerekanan, hal tersebut tak memiliki arti apapun. Doktrin kesetaraan manusia adalah suatu hal yang, seperti kebanyakan doktrin transendental besar, dapat ditunjang oleh hasil yang berdampak pada ketiadaannya. Di dalamnya, orang-orang meyakininya—dan semua masyarakat yang hidup meyakininya.

Ini tentunya bukan pada orang yang menghimpun kesetaraan orang yang diselamatkan, seperti yang aku ujarkan, lewat negasi; namun tak menuntut bidang intelektual menonjol untuk menunjukkan bahwa, penerapan doktrin kesetaraan, pembentukan kebebasan politik dan hak moral masyarakat pada pemerintahan sendiri lenyap. Kini orang yang meyakini doktrin tersebut secara positif, dan sangat meyakininya, menggerakan perlawanan terhadap pihak agama, sehingga menjadi karakteristik Prancis. Hal ini mengharuskan penekanan keagamaan Prancis yang diwarisi dan dipegang teguh yang berlangsung selama beberapa ratus tahun dirampas dan menekankan penekanan demi penenakanan dengan sifat manusia, untuk menumbuhkan pengartian tersebut dan merasakannya tidak dalam kecerdikan, namun bak masuk dalam tulang-tulang mereka. Mereka menjadi prajurit untuknya, dan pergerakan mereka menyusuri belahan Eropa yang tak sebanding dengan petualangan pada abad kedua belas, kala mereka berjuang pada Perang Salin, terinsportasi bukan oleh satu bagian doktrin kebebasan politik yang lebih kuat ketimbang oleh doktrin kesetaraannya.

Dampaknya yang dalam beberapa hari secara luas dirasakan agar kebanggaannya yang mengaitkan dirinya sendiri dengan hal-hal yang tak diwarisi pada orang-orang (terutama dan secara sangat rancu dengan perbedaan kekayaan) tak pernah bergerak lebih tinggi; dan esensi semangat keadilan yang bermuara dari ini menghimpun dan mengokohkan dogma kesetaraan sosial, seperti yang menggerakkan Prancis pada Revolusi menjadi dibekukan, sehingga juga menggerakannya ke pembentukan.

Orang-orang yang bertanya kenapa kelompok orang tersebut tertimpa segala beban perang saudara di dalamnya dan perang universal tanpa, yang dilakukan sepanjang dua puluh tahun menjadi menghimpun aturan-aturan yang mengatur Eropa modern, terhimpun pada fondasi-fondasi pendidikan universal, skema pemerintahan yang ketat, dan bahkan dalam menjelaskan perombakan wajah material masyarakat—dalam kata lain, untuk membuat Eropa modern—harus diisi dengan jawaban mereka untuk memahami bahwa Kekuatan Republikan memiliki nyala apinya dan menyatakan niatnya: sebuah esensi yang harus menghimpun kesetaraan manusia.

Orang-orang kecil ditekankan untuk merajut diri mereka sendiri dalam praktek politik demokrasi pada revolusi, yang bukan dari prinsip-prinsipnya, dan takkan, kala mereka mengabstrakkannya, memicu esensinya, menjadi sangat lain dan kurang berbuah baik. Aku ambil sebagai keutamaan pergerakan perutusan atau “perwakilan.”

Sistem perwakilan dirancang untuk keperluan tertentu di bawah pengaruh Gereja dan khususnya ordo monastik (yang menciptakannya) pada Abad Pertengahan. Ini diterapkan sebagai pemeriksaan berguna terhadap monarki nasional di Prancis, dan sebagai bentuk berguna dari ekspresi nasional pada masa krisis atau kala inisiatif nasional benar-benar dituntut.

Di Spanyol, hal ini menjadi, seperti pada Abad Pertengahan, sebuah hal nasional dan lokal yang sangat vital, beragam dari tempat ke tempat. Tak mengejutkan bahwa Spanyol (dilihat di wilayah percobaan pertamanya dalam perwakilan yang dibentuk) harus mempersembahkannya, populer dan hidup.

Dalam Perwakilan Inggris, unsur tersebut seperti halnya setiap hal lainnya pada Abad Pertengahan, dipersempit dan ditekan kala penutupannya, sampai pada abad ketujuh belas, ini menjadi skema sebenarnya untuk pemerintahan aristokratik.

Di Prancis selama nyaris dua ratus tahun sebelum Revolusi, hal tersebut mengalami kesia-siaan, namun kenangan aktifnya masih ada; khususnya kenangan nilainya pada saat kritis kala konsultasi terhadap seluruh rakyat diwajibkan, dan kala inisiatif bersama terhadap seluruh rakyat harus dikerjakan dalam rangka menyelamatkan negara.

Sehingga, tak mengejutkan bahwa Prancis, menjelang revolusi, dibayangi kebangkitan perwakilan, atau, seperti sistem yang disebutkan dalam perkataan Prancis, “Kenegaraan Umum.” Namun selaku pergerakan pemerintahan permanen yang tak terjadi di Eropa setidaknya memiliki gagasan bagaimana sistem tersebut dapat mengakhiri demokrasi. Di Inggris, demokrasi tidak diterapkan dan perwakilan dihubungkan dengan pembentukannya. Bangsa tersebut memiliki demokrasi terlupakan karena melupakan agama dan gagasan-gagasan lama Abad Pertengahan.

Di belahan dunia Kristen yang lembaga Kristen kunonya berupa parlemen tak menyempitkan unsur oligarki atau dirasukkan pada adat daerah, pemakaiannya telah lenyap. Fungsi Perwakilan kuno, kala hal tersebut sangat hidup dan kokoh, hal tersebut, pada Abad Pertengahan, terkadang memicu kebijakan nasional dalam keadaan-keadaan kritis, namun lebih secara umum memberikan perpajakan. Kala parlemen demokratis dibentuk, tak ada orang pada 1789 yang dapat memahaminya.

Sehingga, ada satu contoh besar dari perwakilan demokratis yang ada: contoh Amerika Serikat; namun kondisinya sepenuhnya berbeda dari Eropa. Tak ada kekuasaan utama yang sebenarnya yang didirikan disana; tak ada lembaga pusat kuno, tak ada Takhta maupun Kebiasaan Kota. Sejumlah orang yang memegang kekuasaan atas demokrasi perwakilan Amerika tak sebanding dengan dua puluh lima juta orang yang tinggal di kerajaan Prancis. Sehingga, sebagian besar dari apa yang dihitung dalam perorangan mereka diatur oleh sistem otonomi yang bersifat sangat lokal: karena mereka timbul kala mereka berjumlah sedikit, dan sosok paling bijak nan kuat dan terbaik bergabung pada para budak. Di Eropa, ku ulangi, percobaan tersebut tak dicoba; dan ini menjadi salah satu kekeliruan utama revolusioner Prancis yang, kala menghadapi masa kritis menjelang Revolusi untuk memakai pemilihan dan perwakilan, mereka dihadapkan pada pemakaian permanen pergerakan serupa seperti beberapa hal yang disakralkan dan normal di negara demokratis.

Sebetulnya, mereka tak dapat mengedepankan parlementerianisme modern. Tak ada yang dapat lebih terasingkan pada pembentukan negara mereka ketimbang metode pemerintahan sia-sia yang parlementarisme di setiap tempat cenderung diperkenalkan pada saat ini.

Sebetulnya, warga Prancis pada masa perang revolusioner membuat karya pendek tentang teori parlementer, dan mendapatinya lebih berunsur nasional untuk mengikuti seorang prajurit (yang sepanjang waktu oleh seluruh prajurit mereka sendiri), dan diwujudkan dalam kehendak negara dari seorang diktator.

Namun melalui para revolusioner Prancis yang tak dapat memajukan apa yang kami sebut “Parlementarisme” pada masyarakat, dan walau masyarakat dari tempat mereka timbul membuat karya pendek penekanan oligarki parlemen kala kenyataan perjuangan nasional timbul, sehingga kami mendapati fakta yang nyaris rancu dengan pengerahan perwakilan dan pemilihan.

Mereka sejauh ini memperkenalkannya dalam upaya reformasi Gereja mereka; mereka mengenalkannya ke setiap tempat pada pemerintahan sipil, dari unit terkecil sampai tertinggi. Mereka bahkan sempat bermain dengan ilusi yang sangat nyata dari permainan yang orang dapat mainkan dalam hal usaha: mereka memperkenankan pemilihan pejabat. Mereka melakukannya dengan kekeliruan umum, lebih khusus pada mereka ketimbang kami, yang mendapati orang-orang yang akan bekerjasama. Seorang perwakilan (mereka anggap) dapat beberapa cara menjadi penerima tetap dari elektoratnya. Mereka membayangkan bahwa inisiatif bersama selalu giat aktif, dengan tanpa persoalan soal apa divisi atau subdivisinya, untuk menanggapi sesuatu pada delegasi, untuk memandunya bak memandu hewan kemudi, atau membimbingnya bak membimbing pelayan.

Semua yang dikatakan Rousseau, pakar teori demokrasi besar yang berniat mengadakannya di Prancis, yang memperingatkan penjabatan melawan kemungkinan dampak sistem perwakilan: mereka jatuh dalam kekeliruan, dan menurun ke banyak keturunan mereka sampai saat ini.

Pikiran pencarian Rousseau dianggap tak lebih dari kebenaran umum bahwa orang yang menjunjung sistem perwakilan hanya bebas kala perwakilan tidak duduk. Namun (seperti yang sering terjadi dengan intuisi kecerdasan) menganggap ia tak melihat seluruh kejahatan, ia menempatkan jarinya pada titik tengahnya, dari dari prinsip utama dan tetap yang dihimpun olehnya—yang berada di bawah sistem perwakilan yang sebetulnya tak benar-benar membebaskan orang—mengalirkan seluruh kejahatan yang kami kini ketahui untuk diterapkan pada metode pemerintahan. Sebuah epigram menyebut “keberadaan orang-orang terpilih” adalah bagian dari kebenaran tersebut. Pemberlakuan pada negara-negara parlementer modern bergerak melawan kehendaknya dalam kondisi ekonomi yang menimpa mereka, terjadi lagi dari kebenaran yang sama; perhatian hati dan nurani terhadap lembaga-lembaga perlementer di setiap tempat jatuh lagi dari kejadian tersebut, dan terjadi kejadian darinya yang menimbulkan dampak besar pada perwakilan mereka sendiri yang kini di setiap tempat lebih tergerak ketimbang elektoratnya dan bahwa di seluruh negara parlementer, sejumlah kecil intrik tak menguntungkan kekuasaan, dan lewat penugasan keuangan mereka memperkenankan diler uang untuk memerintah kita semua pada saat ini. Aku katakan, Rousseau, nabi utama Revolusi, memperingatkan Prancis akan bahaya tersebut. Ini adalah contoh utama dari bakatnya, untuk percobaan perwakilan demokrasi yang tak pernah ada sampai kemudian terwujud. Tak ada satupun orang membuat rakyat atau kredo mereka, namun Rousseau lebih dari sosok lain manapun yang menyerukan kredo rakyat, dan ini ditawarkan atau dibutuhkan untuk pembaca Revolusi untuk menyoroti kejadian dari bacaannya soal apa alam yang membuat pengaruh Rousseau menurun ke orang-orang yang merombak masyarakat Eropa antara 1789 dan 1794.

Kenapa ia mendominasi lima tahun tersebut, dan bagaimana ia makin mendominasi mereka?

Penjelasan kekuatan Rousseau menimbulkan pengikisan tertentu, karena beberapa orang yang menyatakan diri mereka dalam bahasa Inggris berniat untuk memahaminya, dan dalam ranah akademik, orang ditantang untuk berhadapan dengan penulis besar tersebut bak ia melewati beberapa jalan tingkat rendah pada diri mereka sendiri.