Revolusi Prancis (Belloc)/Bab 2

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

II

ROUSSEAU


Dalam rangka memuji apa yang Rousseau artikan pada gerakan revolusioner, diperlukan penjelasan untuk menyatakan dampak gaya dari padanya.

Masyarakat dipengaruhi oleh kata. Lisan atau tertulis, kata adalah bentuk penekanan dan, sehingga juga merupakan, pengarahan moral.

Kini, terkikis sebagaimana istilah yang terjadi pada masa kami, ini bukanlah arti yang sebenarnya untuk menyebut pemakaian kata pasti yang menyematkan istilah “gaya.”

Kata-kata apa yang kami pakai, dan dalam apa rangkaian yang menempatkannya, adalah seluruh persoalan dari gaya tersebut; dan sehingga orang yang ingin mempengaruhi rekannya tak dapat melakukannya, namun dua instrumen yang sama-sama berkaitan menjadi dampaknya. Ia tak dapat memakai seseorang tanpa sosok lain. Kelemahan orang akan meruntuhkan lainnya. Dua instrumen tersebut adalah gagasan dan gayanya.

Namun, simpati asli yang kuat kepada perasaan pendengarnya atau sama-sama terpengaruh oleh rujukan kepada hal-hal baru yang dapat menjadi gagasan seseorang, ia tak dapat mendorong rekannya untuk demikian jika ia tak memiliki kata-kata yang mengekspresikannya. Dan ia akan mendorong mereka lebih dan lebih dalam proporsi selaku kata-katanya yang dipilih dengan baik dan dalam tatanan yang baik, tatanan semacam itu ditentukan oleh kepandaian bahasa yang dikeluarkan oleh mereka.

Entah gagasan yang dibuat sendiri oleh Rousseau yang tercantum dalam traktat terkenalnya itu benar atau salah, kebutuhan tak makin memikat kami dalam buku kecil ini. Kami semua tau bahwa upaya sulit untuk mewujudkan kebebasan politik telah timbul pada berbagai komunitas orang pada berbagai waktu dan diulangi pihak lain. Apa yang para pembaca Inggris jarang dengar adalah bahwa kemenangan Rousseau tak hanya bergantung pada unsur utama dalam penindasan, yang nampak, selain juga pada unsur kedua dari instrumen saling berkaitan yang orang dapat mempengaruhi para rekannya—untuk menyaksikan gaya. Ini adalah pilihannya terhadap kata-kata Prancis dan tatanan yang ia susun pada mereka, yang memberikannya penuturan khasnya sepanjang generasi pada kaum muda kala ia telah tua.

Aku membayangkan traktat terkenalnya, Kontrak Sosial, dan penekanan kedua yang diperkenalkannya. Buku ini memberikan penjelasan soal Revolusi, dokumen yang dapat merujuk pada teori politiknya, tanpa melalui pengartian (seperti para pengamat asing yang terkadang bayangkan) seluruh isi tulisan yang ditangani Rousseau. Untuk membayangkannya, itu membuat kekeliruan paling umum yang berkaitan pada orang dengan buku-bukunya.

Rousseau menulis banyak hal: karakternya bersifat menitikberatkan, menekan dan menonjol. Sensibilitas khasnya terkikis sepanjang tahun dalam beberapa hal yang tak berbeda dari mania. Ia menulis tentang pendidikan, dan kejayaan gayanya membawa keputusan baik kala ia berhak dan kala pengalaman pendek seratus tahun mendorongnya pada kesalahan bulat. Ia menulis tentang cinta, dan separuh pelajaran yang digambarkan dari penulisannya akan dikecam secara bijak. Ia menulis tentang botani secara panjang lebar; ia juga menulis tentang musik—dengan kesuksesan dalam setiap bidang yang tak saya kuasai untuk memutuskannya. Ia menulis tentang ketidaksetaraan manusia: dan melalui kalimat-kalimat indah dan keadilan sentimen, analisis yang sangat kurang cocok dan bentuk histris yang buruk. Ia menulis tentang rencana perdamaian abadi, yang tak berguna; ia menulis esai tentang pemerintah Polandia yang menjadi adikarya yang sempurna.

Namun kala penulis besar menulis, setiap tulisan besarnya memiliki nyawanya sendiri, dan ini tak terjadi pada tulisan Rousseau lainnya, tentang cinta atau botani, yang menjadi panduan Revolusi. Panduan Revolusi tersebut adalah Kontrak Sosial buatannya.

Kini, tak terlalu banyak yang harus diujarkan bahwa tak pernah dalam sejarah teori politik memiliki teori politik yang dimajukan, dengan sangat tuntas, sangat menekan atau sangat akurat seperti halnya dalam buku pendek dan meakjubkan tersebut. Penerbit modern di wilayah tersebut akan malu untuk mencetaknya: bukan untuk pandangannya (yang kini dipandang umum), maupun kesempurnaannya, yang memberikannya kegagalan, namun karena keberaniannya. Karya tersebut sependek Injil, dan akan menutup seratus halaman dari salah satu ulasan serius kami. Penerbit modern di kota ini tak mengetahui berapa harga untuk karya semacam itu, dan pembaca modern di wilayah ini akan mengira-ngira untuk memahami bagaimana hal besar dapat dimajukkan dalam pengarahan yang sangat sempit. Debat dalam Parlemen atau libretto dari pantomim panjang memiliki isi yang lebih panjang ketimbang karya tersebut.

Meskipun demikian, jika benar-benar membacanya, Kontrak Sosial akan didapati menuturkan segala hal yang dapat dikatakan menjadi dasar moeral demokrasi. Penghirauan kami terhadap dasar sejarah negara sangat disinggung dalam baris pembukanya. Prioritas logika keluarga untuk negara merupakan pernyataan berikutnya. Argumen bodoh dan memalukan bahwa kekuatan adalah dasar otoritas—yang tak pernah terhimpun di kalangan orang yang tak diperintah atau tinggi hati—ditekankan dalam pembuktian paling sederhana yang membentuk bab ketiga, dan bab tersebut tidaklah sepanjang satu halaman dari sebuah buku. Penjelasan tersebut bersama dengan bab kelima mulai mencantumkan argumen kuat, dan landasan logika dari pengaitan manusia dengan bentuk pemerintahan tertentu menjadi batu fondasi dari analisis tersebut. Sehingga, hal ini yang memberikannya judul pada buku tersebut: otoritas moral orang dalam masyarakat timbul dari pengaitan hati nurani; atau, sesuai dengan fraseologi yang dimilikinya, sebuah “kontrak sosial.” Seluruh usaha demokrasi berdasarkan pada satu-satunya otoritas moral di sebuah negara disusul dari prinsip pertama tersebut, dan dikembangkan dalam pencapaian luar biasa Rousseau, yang melebihi tulisan lain yang tak relijius, memiliki dampak pada takdir umat manusia.

Sehingga, hal ini menyurukan agar orang yang baik tak hanya menyoroti persoalan tersebut, namun dengan perilaku Kontrak Sosial, untuk menandai apa kritikan yang disahkan padanya oleh orang-orang yang tak membaca karya tersebut, atau, dengan membacanya, melakukannya dengan pengetahuan kurang sempurna dari pengartian kata-kata Prancis. Dua argumen sanggahan besar, yang satu teoretik dan yang lainnya terapan, yang menemui demokrasi, berdiri selaras dalam laman-laman tersebut, meskipun sependek risalah yang dapat dimajukan pengarang dari penjelasannya. Argumen teoretikal melawan demokrasi sebetulnya adalah orang yang menghadapi kejahatan, beberapa hal di luar darinya dan tak berbeda dengan semangatnya harus ditempatkan untuk memerintahnya; rakyat akan merusak diri mereka sendiri, namun despot atau oligarki, kala menyadari keadaan rusaknya, masih memiliki padanan luas yang dapat diatur dengan baik karena pengabaiannya. Kau tak dapat menyelaraskan despot atau oligarki di luar batas keinginannya, namun seluruh orang dapat mengikuti keinginan buruknya sendiri untuk dipenuhi, dan mereka akan menghasut seluruh pemerintahan.

Sehingga menurut Rousseau, penerapan demokrasi penuh lebih selaras dengan para malaikat alih-alih manusia.

Sebagai arhumen terapan, orang yang hati nuraninya tak selaras dengan negara menerapkan demokrasi, menyelamatkan komunitas kecil, permohonannya juga diakui dan menyatakan hal yang lebih baik ketimbang hal lainnya yang dinyatakan. Karena itu, buku tersebut tak mengandung penyesalan terhadap demokrasi selaku metode pemerintahan, namuan pernyataan kenapa dan bagaimana demokrasi yang baik.

Penyamaan memalukan yang mengaitkan metode perwakilan sebagai demokrasi khusus tak pernah lebih selaras, maupun lebih menyeluruh, ketimbang dalam sedikit kata yang pernah termuat dalam Kontrak Sosial; walaupun ini ditinggalkan sampai masa kami sendiri untuk menemukan, dalam peristiwa pengalaman tak menyenangkan, seperti apa kebenaran yang dikecam Rousseau.

Keluar bak batas-batas dalam penulis besar tersebut yang akhirnya menimbulkan teori demokrasi, ia mendapati ruang untuk masalah-masalah sampingan yang berlainan hal dengan buku tersebut secara tertata, dan yang kala sempat seseorang mendengar penyebutannya, orang memandangnya selaku kebijaksanaan paling menonjol: bahwa hukum-hukum fundamental, atau ikatan asli dan tertentu, dari demokrasi harus timbul dari luar sumber itu sendiri; bahwa golongan masyarakat yang melegislasikannya, meskipun demokrasi adalah bentuk negara, kami harus menyelaraskan hukum tertentu; bahwa demokrasi tak dapat hidup tanpa “tribun”; bahwa tak ada hukum yang benar-benar selaras yang dapat diperkenankan dalam Negara—dan sehingga membutuhkan untuk kediktatoran pada waktu-waktu tertentu; bahwa tak ada aturan yang dapat memajukan penjelasan masa mendatang—dan lain sebagainya.

Ini akan menjadi tugas sah dan menghibur untuk menantang orang manapun yang tak membaca Kontrak Sosial (dan ini akan meliputi kebanyakan penulis akademi pada suatu risalah) untuk menantang hal semacam itu, aku katakan, untuk menempatkan arhumen melawan teori demokratis yang tak dapat ditemukan dalam beberapa halaman, atau menyiratkan batasan yang tak tersentuh oleh Rousseau.

Jika perlu pembuktian dari apa jasa menonjol dari pamflet yang disebarkan tersebut, ini akan menekankan bahwa pada waktu kala masalah diwakili oleh agama menjadi kurang berkomprehensif, kala praktek agama berada pada titik terrendahnya, dan kala pengartian agama nyaris meninggalkan pikiran orang, Rousseau dapat menuliskan bab terakhirnya.

Kebangkitan agama besar pada abad kesembilan belas mengesahkan pandangan agama Rousseau di Negara tak layak tanpa cara penonjolan, karena kala Rousseau menulis, kebangkitan tersebut tak terbayangkan; apa yang ditonjolkan adalah bahwa ia harus diperkenankan kala ia melakukannya untuk sentimen agama, dan di atas semuanya, agar ia harus melihat cara tak memungkinkannya untuk seleksi dogma Kristen untuk diterima sebagai agama sipil.

Sangat mengejutkan bahwa pada waktu semacam itu, seorang sosok dapat mendapati siapa yang harus memujikannya untuk Negara, untuk persatuan, hal itu harus menempatkan agama, dan upaya Rousseau untuk mengartikan bahwa minimum atau setidaknya agama tanpa persatuan tak dapat berdiri di Negara yang malangnya menjadi tempat umum politikus, dan terutama politikus Inggris yang menggantikannya. Contohnya, siapa yang tak dapat berpikir bahwa ia membaca—melalui ekspresi baik, sebetulnya, ketimbang politikus yang dapat menempatkannya—beberapa politikus “Liberal” di Westminster, jika ia mendatangkan frase-frase semacam itu dengan kaitannya pada apa yang harus diajarkan di sekolah-sekolah negara tersebut?

“Doktrin-doktrin yang diajarkan oleh negara harus sederhana, berjumlah sedikit, diekspresikan dengan presisi dan tanpa penjelasan atau penafsiran. peberadaan Allah yang Maha Kuasa, manfaat, bantuan dan kebaikan; kehidupan mendatang; kebahagiaan orang baik dan hukuman orang jahat; penentuan perjanjian yang mengikat masyarakat dan hukum; sementara untuk doktrin-doktrin negatif, yang layak, dan yang menindak intoleransi.”

Ratusan halaman buatan Rousseau menjadi sumber langsung teori negara modern. Penyelarasan dan ekonomi diksi tanpa tanding; analisis menekannya, pembenaran dan kebijakan epigramatiknya—yang dilestarikan dari demokrasi modern yang berkembang; apa yang kini terhimpun pada kesalahan demokrasi adalah kesalahan melawan orang yang memperingatkan Kontrak Sosial; kesadaran moral demokrasi adalah kesadaran moral yang ditulis oleh Rousseau; dan jika dalam penekanan agama tersebut, ia memberikan catatan yang lebih terpercaya dan kurang menentukan ketimbang lainnya, harus diingat bahwa pada masanya tak ada sosok lain yang memahami bahwa unsur agama bermain dalam perkara manusia; karena pada masanya, sedikit orang yang mempelajari agama dan mendapatinya tak dapat menghubungkannya dengan cara apapun pada ranah politik, dan orang-orang yang bermain dalam intelektual Eropa, sejauh sejumlah besar orang memikirkan masalah politik yang lebih baik diselesaikan jika agama (yang dihilangkan mereka) diabaikan. Mereka salah—dan Rousseau, dalam pernyataannya soal jiwa, tidaklah layak; keduanya memanfaatkan puncak teori akhir manusia, namun Rousseau nyaris banyak mendatangkan penekanan, bahkan dalam penekanan agama, ketimbang orang manapun sezamannya.