Lompat ke isi

Runa dan Dini

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Premis[sunting]

Runa bersahabat dengan Dini. Ia sangat suka membaca buku tetapi toko buku sangat jauh dari desa tempat tinggalnya. Suatu hari Runa berprasangka buruk pada Dini yang meminjam bukunya. Namun, Runa akhirnya menyadari, bahwa semua tidak seperti yang ia pikirkan.

Lakon[sunting]

  1. Runa
  2. Dini
  3. Kak Asa

Lokasi[sunting]

Desa tempat tinggal Runa dan Dini dalam cerpen ini


Desa Lakomea, Kecamatan Landono, Kabupaten Konawe Selatan.

Cerita Pendek[sunting]

Runa sangat suka membaca buku. Setiap pulang sekolah atau sebelum tidur, ia selalu meluangkan waktu untuk membaca. Sayangnya, sudah enam bulan ini, Runa harus rela tidak memiliki bacaan baru. Sejak Ayah pindah tugas ke desa Lakomea, Runa jadi sulit ke toko buku. Toko buku hanya ada di kota, dan desa tempat tinggal Runa sangat jauh dari kota. Butuh waktu sekitar satu jam jika berangkat menggunakan motor.

Hanya Ayah dan Kak Asa saja yang bisa mengantar Runa membeli buku ke kota. Soalnya, Ibu tidak tahu cara mengendarai motor. Kalau diantar Ibu, mereka harus menggunakan angkot. Bayangkan saja, dari desa menuju kota, Ibu dan Runa harus berpindah-pindah angkot sebanyak tiga kali. Benar-benar perjalanan yang sangat lama dan melelahkan. Itulah mengapa, hanya Ayah dan Kak Asa yang bersedia mengantar Runa.

Tetapi, Ayah selalu pergi ke kantor, dan di hari minggu Ayah lebih sering menikmati waktunya untuk beristirahat di rumah. Sementara Kak Asa semakin sibuk kuliah. Ia hanya pulang ke rumah sesekali dalam sebulan, sebab sekarang Kak Asa tinggal di rumah Paman yang ada di kota. Padahal, Runa sudah sangat ingin memiliki buku bacaan baru. Semua buku yang ia punya, sudah selesai ia baca. Bahkan, ada beberapa buku yang sudah Runa baca berulang kali.

Kata Ibu, ia harus bersabar. Kalau Ayah dan Kak Asa punya waktu, mereka pasti akan membelikan buku atau mengantar Runa ke kota. Benar saja, semalam Kak Asa menelepon. Katanya, ia akan pulang ke rumah dan berjanji akan membawakan sebuah buku bacaan baru untuk Runa.

Hari ini, Runa pulang sekolah dengan gembira. Ia juga mengajak Dini agar datang ke rumahnya setelah berganti pakaian dan makan siang. Dini adalah sahabat baru Runa. Mereka sama-sama kelas V SD. Sejak pindah sekolah ke desa ini, Dini selalu menjadi teman bermain Runa. Di kelas, mereka juga duduk bersebelahan.

“Wah, bukumu banyak sekali,” puji Dini sambil melihat-lihat koleksi buku di rumah Runa. Ia sudah berada di rumah Runa sejak beberapa menit lalu. Ada sebuah rak di dekat meja televisi yang penuh dengan buku-buku. Belum lagi, dua rak kecil yang ada di kamar Runa, semuanya hampir penuh dengan buku. Runa sempat menunjukkan koleksi buku-buku di kamarnya pada Dini.

Dini benar-benar takjub. Ia memang baru kali ini masuk ke dalam rumah Runa. Biasanya, Dini hanya datang dan memanggil Runa dari teras rumah, lalu mereka akan pergi bermain bersama.

“Semua buku-buku ini sudah kamu baca?” tanya Dini.

Mereka duduk di depan televisi, sembari melihat-lihat beberapa buku bacaan yang diletakkan Runa ke atas meja. Termasuk dua buku bacaan baru yang dibawa Kak Asa dari kota. Tadi, Runa begitu girang saat melihat Kak Asa menyodorkan buku baru itu padanya. Rupanya Kak Asa sudah tiba di rumah sebelum Runa pulang sekolah.

“Sudah dong. Yang ini malah sudah tiga kali aku baca,” jawab Runa sambil menunjuk sebuah buku berjudul ‘Buku Anak Cerdas’.

“Kalau yang dua ini belum aku baca. Baru dibawa Kak Asa tadi,” tunjuk Runa lagi pada dua buku bacaan yang dibawa Kak Asa dari kota.

“Dini suka membaca buku?” tanya Kak Asa yang ikut bergabung. Kak Asa membawa nampan berisi sepiring biskuit dan dua gelas susu. Ia meletakkannya di karpet karena meja kecil di depan televisi sudah penuh dengan buku-buku Runa.

Dini menggaruk-garuk kepalanya sambil nyengir.

“Hehe, Dini jarang membaca, Kak. Paling cuma baca buku pelajaran kalau ada tugas sekolah,” ucap Dini malu-malu. Ia lalu mengambil buku berjudul ‘Buku Pintar untuk Anak Cerdas’ tadi.

Dini membuka-buka buku itu, ada banyak gambar yang disertai penjelasan di dalamnya. Termasuk mengapa mata kucing terlihat menyala di malam hari, yang tadi menjadi pertanyaan ibu guru saat di sekolah. Dini membaca setiap penjelasan yang diuraikan dalam buku itu dengan saksama. Ia pun mengangguk-angguk paham setelah mengetahui, bahwa ternyata mata kucing memiliki lapisan pemantul yang bisa memantulkan cahaya. Itu sebabnya, mata kucing terlihat menyala.

Sekarang Dini tahu, mengapa saat di sekolah tadi, Runa bisa menjawab pertanyaan ibu guru dengan benar. Rupanya, jawaban yang diberikan Runa ada di dalam buku itu. Wah, benar-benar buku yang bagus, ucap Dini dalam hati. Ia makin tertarik meneruskan bacaan bukunya.

Sementara itu, Runa sudah asyik membaca salah satu buku baru pemberian Kak Asa tentang anak yang suka menabung. Rencananya, buku baru satunya lagi, akan Runa baca esok hari saja. Runa dan Dini akhirnya asyik dengan bacaan masing-masing. Dini baru pulang saat hari sudah sore.

Selepas salat magrib, Runa baru sempat membereskan buku-buku yang siang tadi ia letakkan di atas meja ketika Dini datang. Ia segera menyusun buku-buku itu kembali ke rak sebelum Ibu marah. Tetapi, alangkah terkejutnya Runa ketika menyadari bahwa salah satu bukunya tidak ada. Runa sangat hafal buku-buku apa saja yang tadi ia letakkan ke atas meja. Salah satunya ‘Buku Anak Cerdas’ miliknya yang kini tidak ada.

“Kak Asa lihat buku Runa?” tanya Runa pada Kak Asa yang sedang membantu Ibu menyiapkan makan malam.

“Buku apa, Runa?”

“Buku anak cerdas, yang warna sampulnya merah muda,” jelas Runa.

“Oh, yang dibaca Dini siang tadi?”

“Nah, Iya. Buku yang itu,” jawab Runa cepat. Ia baru ingat kalau Dini yang membacanya tadi.

“Bukunya dibawa pulang Dini.”

Mata Runa membola. “Kok Dini tidak bilang ke Runa?” sungutnya.

“Kakak yang pinjamkan. Waktu Dini pulang, kamu kan lagi ke kamar mandi. Jadi dia izin ke kakak,” ucap Kak Asa.

Runa menarik napas dengan kesal. Ia melipat dua tangannya di depan dada. Runa tidak suka kalau ada yang membawa bukunya pergi dari rumah. Kenapa sih Kak Asa membolehkan Dini meminjam buku itu? Ia ingin sekali protes, tapi Runa ingat, kalau dulu buku itu dibelikan oleh Kak Asa. Jadinya, Runa hanya bisa memendam kekesalannya. Sepanjang makan malam ia terus cemberut. Ia bahkan tidak bersemangat lagi melanjutkan bacaannya sebelum tidur.

Di sekolah, Runa juga jadi lebih banyak diam. Apalagi saat Dini mengajaknya bicara. Ia malas menanggapi. Sebenarnya, ia ingin marah pada Dini karena meminjam buku tanpa seizinnya. Walau dibelikan oleh Kak Asa, tetapi buku itu kan tetap punya Runa sekarang. Jadi seharusnya Dini meminta izin padanya, bukan pada Kak Asa. Hanya saja Kak Asa melarang Runa. Katanya, Runa tidak boleh pelit. Apalagi sama teman sendiri. Tapi mau bagaimana lagi, Runa masih merasa kesal. Makanya, sepanjang hari ia malas bicara pada Dini.

Runa bukannya pelit. Ia hanya takut bukunya jadi rusak kalau dipinjam orang lain. Dulu, sebelum pindah ke desa ini, Runa pernah meminjamkan buku pada seorang temannya. Saat buku itu dikembalikan, beberapa halamannya justru sudah kusut, ada yang terlipat, bahkan ada juga halaman bukunya yang dicoret-coret. Runa benar-benar sedih melihat buku yang disayanginya jadi seperti itu. Sejak saat itu, Runa tidak mau lagi meminjamkan buku pada orang lain. Ia tidak keberatan jika Dini mau membacanya di rumah Runa. Tapi jika dibawa pulang, Runa tidak mau. Bagaimana kalau Dini merusak bukunya, sama seperti temannya dulu?

Keesokan hari sepulang sekolah, Kak Asa memanggil Runa. Katanya, di ruang tamu ada Dini yang datang mencarinya. Runa segera keluar kamar. Di ruang tamu, ia melihat Dini duduk di salah satu sofa. Ia juga membawa buku Runa yang dipinjamnya kemarin.

“Runa, ini bukumu. Mau aku kembalikan,” kata Dini sambil menyerahkan buku bersampul merah muda itu pada Runa.

Ia kemudian berterima kasih pada Runa dan Kak Asa. Ia juga meminta maaf pada Runa karena meminjam bukunya tanpa bilang-bilang dulu. Ia sebenarnya ingin meminta izin pada Runa, tetapi ibu Dini sudah memanggil agar ia segera pulang, jadi Dini hanya sempat meminta izin pada Kak Asa dan buru-buru pulang ke rumah.

Runa memeriksa buku yang dikembalikan Dini. Semua halaman bukunya bersih, tidak ada satu pun coretan di dalamnya. Kertasnya juga tak ada yang terlipat. Ternyata Dini menjaga buku itu dengan baik, tidak seperti temannya yang dulu. Runa jadi merasa bersalah sudah berpikiran buruk pada Dini.

“Iya, Dini. Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf, karena sudah marah dan berpikiran buruk padamu. Aku takut buku itu jadi rusak. Padahal kamu justru sudah menjaga buku itu. Maaf, ya,” ucap Runa menyesal.

Dini mengangguk. Ia baru paham mengapa Runa sangat diam saat di sekolah tadi. Ternyata Runa marah. Syukurlah, sekarang mereka sudah berbaikan.

“Aku tidak menyangka, ternyata kamu pandai merawat buku,” sanjung Runa.

“Iya dong. Kata Kak Asa, kalau mau meminjam buku aku harus menjaganya dengan baik. Ternyata sangat seru membaca buku. Kita bisa mengetahui banyak hal. Sekarang aku jadi tahu kenapa kucingku si Kucan sering menggaruk-garuk kursi ibu. Aku kira Kucan memang nakal, ternyata dia sedang mengasah kuku-kukunya.”

Runa tersenyum mendengar cerita Dini. Tentu, ia juga sudah tahu hal itu. Buku yang dipinjam Dini kan sudah Runa baca, malah sampai ia baca ulang tiga kali.

“Sayang sekali, aku tidak punya buku bacaan di rumah,” ujar Dini murung.

“Tenang, kamu bisa pinjam bukuku, kok. Sekarang kan aku sudah percaya kalau kamu bisa menjaga buku dengan baik,” kata Runa.

Dini mengangguk senang. Ia berjanji akan merawat buku-buku yang dipinjamnya.

“Nah, sekarang Kak Asa juga mau minta maaf pada Runa. Kakak pikir karena Dini teman Runa, makanya bukunya langsung kakak pinjamkan saja. Padahal seharusnya kan Kak Asa tidak boleh begitu saja meminjamkan barang-barang Runa.”

“Iya, Kak Asa,” balas Runa dengan senyum.

“Kakak punya ide, bagaimana kalau hari minggu nanti kita pergi ke toko buku? Jangan khawatir, nanti Kak Asa yang traktir kalian membeli buku,” ajak Kak Asa pada Runa dan Dini.

“Yang benar, Kak?” tanya Runa girang.

"Iya. Kalian mau, tidak?"

“Waah, aku mau, Kak,” sahut Dini semangat.

Hari minggu, Kak Asa menepati janjinya membawa Runa dan Dini ke toko buku. Kak Asa membolehkan mereka membeli masing-masing dua buah buku. Runa dan Dini sepakat untuk membeli buku dengan judul yang berbeda. Jadi mereka bisa saling tukar buku bacaan nantinya. Dini senang. Akhirnya, ia bisa mempunyai buku bacaan sendiri di rumah. Runa dan Dini berterima kasih pada Kak Asa. Kini, mereka bisa membaca empat buku bacaan baru.*