Sahabat dari Candi Prambanan

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Sinopsis Adit melakukan perjalanan waktu ke masa lalu ketika berkunjung ke Candi Prambanan. Disana dia bertemu Rakai Pikatan dan mempelajari banyak hal tentang Candi Prambanan di masa lalu

Pemeran : Adit, Rakai Pikatan, Anggra, Ayah, Ibu, Yangti, Yangkung


SAHABAT DARI CANDI PRAMBANAN

   Ketika liburan sekolah telah tiba, Adit dan Anggra berlibur ke rumah Eyang di Solo. Sudah sejak pagi mereka berangkat dari Solo naik kereta api. Terbayang sudah kegiatan-kegiatan yang akan mereka lakukan di kota Solo. 

“Bapak, Ibu nanti kalau di Solo aku mau makan Timlo, Sego Liwet, Tengkleng dan banyak lagi hidangan daerah Solo,” kata Adit. “Kalau aku nanti mau melihat Taman Pracimatuin di istana Mangkunegaran yang baru dibuka itu. Ada restonya juga lho. Aku mau makan di sana sambil membayangkan menjadi Puteri Keraton jaman dulu,” kata Anggra. Ayah dan Ibunya tersenyum melihat kedua anaknya sangat antusias. “Iya pasti nanti Yangti dan Yangkung akan mengajak kalian berjalan-jalan keliling Solo setiap hari,” ujar Ibunya. Sepanjang jalan mereka asyik membicarakan rencana kegiatan mereka. Tak terasa ke akhirnya sore harinya, sampailah mereka di kota Solo. Yangti dan Yangkung ternyata sudah menunggu kedatangan mereka di Stasiun Balapan, lalu berangkatlah mereka ke rumah Eyang. Sesampainya di rumah Eyang, mereka beristirahat sebentar di kamar. Tiba-tiba ayahnya masuk kamar lalu berkata “Besok kita akan piknik ke Candi Prambanan, sebelum berangkat nanti kita sarapan Sego Liwet.” Adit dan Anggra tampak gembira mendengar rencana ayahnya mengajak ke Candi Prambanan.

   Keesokan harinya setelah sarapan mobil mereka meluncur menuju Prambanan. Setelah mendapatkan karcis masuk mereka berlarian melihat-lihat Candi. 

“Ayah, benarkah Candi ini dibangun oleh Bandung Bondowoso dengan bantuan pasukan jin dalam semalam?” Tanya Adit. “Ha ha ha, tentu saja tidak Adit, itu kan hanya cerita rakyat. Candi Prambanan didirikan oleh Rakai Pikatan, Raja Kerajaan Medang untuk tempat ibadah agama Hindu pada masa itu. Tentu saja candi ini tidak langsung jadi dalam semalam. Butuh waktu beberapa tahun untuk membangun candi sebesar ini,” kata ayahnya. “Ooh, begitu ya, selama ini kukira Bandung Bondowoso yang membangunnya dalam semalam,” kata Adit.

   Adit dan Anggra melihat di sekitar lingkungan candi, beberapa orang membuang sampah sembarangan. Mereka merasa tak nyaman melihat sampah berserakan di lingkungan candi karena orangtua mereka selalu membiasakan untuk membuang sampah pada tempatnya. Melihat lingkungan candi jadi kotor, mereka mengambil tas kresek yang selalu mereka sediakan di tas mereka untuk tempat penampungan sampah ketika di mobil. 
   Adit dan Anggra berjalan berkeliling candi sambil sesekali memungut sampah yang berserakan. Karena asyiknya menikmati keindahan candi, tak terasa Adit terpisah dari keluarganya. Dia sempat masuk ke salah satu ruang candi, melihat situasi di dalamnya. Ketika keluar dari ruang candi tiba-tiba Adit melihat pemandangan yang berbeda. Beberapa wanita mengenakan kain dan kemben berjalan membawa sesajen di kepalanya. Tampaknya mereka sedang mempersiapkan upacara keagamaan. 

“Oh, mungkin sedang ada pertunjukan seni budaya di sini,” gumam Adit sambil memandang orang-orang yang berjalan memasuki area candi. Ketika melewati Adit, mereka menatap Adit dengan pandangan aneh namun Adit tak begitu memperhatikannya.

   Adit melihat ke arah bangunan candi. Dilihatnya bebatuan di candi masih tampak baru, bersih dan bagus, belum banyak jamur di atasnya. Beberapa orang datang memasuki area candi, orang-orang itu mengenakan pakaian model lama, namun tak satupun yang membawa perangkat modern seperti HP atau kamera.

“Dimana aku berada sekarang? Mengapa situasinya sangat berbeda dengan tadi?” Gumam Adit.

   Dia memandang di sekelilingnya, situasi di sekitar candi masih banyak pepohonan dan tidak ada bangunan modern di sekitar tempat itu. Udaranyapun masih terasa bersih dan segar tak ada bau knalpot kendaraan dan debu jalanan. 
   Tiba-tiba di hadapannya berdiri seorang pria yang mengenakan pakaian Raja jaman kuno. Wajahnya tampan dan tampak berwibawa. Dia memakai mahkota emas dan banyak perhiasan di seluruh tubuhnya. Ketika melihat Adit dia menyapanya dan tersenyum ramah menyambut kedatangan Adit.

“Terima kasih sudah berkunjung ke Sywa Graha dan terimakasih sudah menjaga kebersihan lingkungan tempat ibadah kami.” “Sywa Graha? Bukankah ini namanya Candi Prambanan?” Tanya Adit. Pria itu tersenyum dan berkata “Dahulu candi ini disebut Sywa Graha yang artinya Rumah Dewa Sywa, lihat banyak yang datang untuk beribadah di sini.” “Lalu siapakah anda?” Tanya Adit. “Aku adalah Rakai Pikatan dari Kerajaan Medang yang membangun candi ini. Kemarilah akan kutunjukan kepadamu bagaimana keadaan Candi ini di masa lalu.”

   Rakai Pikatan membawa Adit berkeliling candi dan bercerita tentang pendirian candi Sywa Graha dan Kerajaan Medang di masa itu. Ketika mereka lewat, orang-orang di tempat itu langsung berlutut dan menyembah Rajanya. Adit sangat menikmati suasana jaman kuno di tempat itu. Setelah dirasa cukup Rakai Pikatan berkata kepada Adit

“Sekarang kau pulang dulu ya, kembalilah kepada orangtuamu. Sekali lagi terima kasih sudah menjaga kebersihan di tempat ini. Tempat ini adalah tempat yang suci untuk beribadah. Tidak sepantasnya para pengunjung candi membuang sampah sembarangan di tempat suci ini.” “Aku pulang dulu ya, kapan-kapan aku akan kemari lagi mengunjungi anda.” Rakai Pikatan tersenyum dan mengangguk “Tentu saja, sekarang kau dan aku adalah sahabat, aku akan selalu menyambut kedatanganmu di sini dengan tangan terbuka. Silahkan, pergilah lewat jalan itu.” Adit berjalan melewati jalan yang ditunjukan oleh Rakai Pikatan, beberapa saat kemudian dia berjumpa dengan ibunya. “Adit, kemana saja kamu? Dari tadi kami sudah sibuk mencarimu sampai kemana-mana,” kata ibunya dengan cemas.

Tak lama kemudian ayahnya datang “Adit, kamu ini sudah membuat bingung banyak orang, kemana saja kamu? Sudahlah kita pulang saja hari sudah menjelang sore,” kata ayahnya. “Maafkan aku sudah membuat Ayah dan Ibu cemas, tetapi aku gembira karena sempat menikmati Sywa Graha di masa lalu dan bertemu dengan Rakai Pikatan pendiri Candi Prambanan,” kata Adit dengan antusias. Kedua orangtuanya tampak bingung begitu juga Anggra. “Kau sudah terlalu lelah Adit, tidurlah, kalau sudah sampai rumah nanti ibu bangunkan,” ujar Ibunya. Adit pulang dengan hati gembira karena hari itu dia mengalami sebuah petualangan yang tak akan terlupakan dalam hidupnya. Menikmati keindahan Candi Prambanan di masa lalu bersama Rakai Pikatan sahabat barunya.