Sejarah/Keseharian di Masa Dulu

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Anak Raja Pagaruyung (1879)[sunting]

Masa pendidikan beliau dilaluinya dalam lingkungan Istana. Dia belajar mengaji bersama temannya di Surau Qur'an yang letaknya tidak jauh dari istana. Dia juga belajar silat dengan guru-guru silat yang terkenal di Minang, terutama aliran Silek Tuo Pagaruyung, Silek Kumango dan Silek Lintau. Dia juga belajar sejarah dan adat budaya Minang, baik dari orang tua, kalangan bangsawan, serta dari guru yang didatangkan khusus.

Setelah baligh, ia diantar ke Padang untuk belajar dengan orang-orang Belanda dan dititipkan tinggal di rumah Syahbandar Padang, Tuanku Rajo Kaciak.

Ia fasih berbahasa Melayu, Arab dan Belanda. Kefasihannya ini menyebabkan ia ditawarkan untuk bekerja pada kantor Residen di Padang. Pada 1821, beliau diangkat sebagai Hood Regent Minangkabau di Padang.

Referensi

Perjuangan Sultan Alam Bagagar Syah dalam Melawan Penjajah Belanda di Minangkabau pada Abad Ke-19

Lebaran (1833)[sunting]

20 Februari 1833, Sultan Alam Bagagar Syah dan Sentot Ali Basya mengirimkan surat kepada para penghulu adat dan masyarakat agar datang menghadiri perayaan Idul Fitri ke Istana Pagaruyung. Sementara itu, Resident Elout telah memerintahkan Sentot Ali Basya untuk berlebaran di salah satu tempat yang telah ditentukan, yaitu di Balai Tangah Lintau, Payakumbuh, dan Halaban. Namun, Sentot Ali Basya lebih memilih berlebaran di Istana Pagaruyung bersama dengan Sultan Alam Bagagar Syah.

Referensi

Perjuangan Sultan Alam Bagagar Syah dalam Melawan Penjajah Belanda di Minangkabau pada Abad Ke-19 (hal 87)

Jenjang Pendidikan Islam (1914)[sunting]

Pada usia delapan tahun, Noer Alie mengaji pada guru Maksum di Kampung Bulak, sekitar 2 km dari kediamannya di Ujungmalang. Disana, ia belajar mengaji selama tiga tahun. Belajar membaca huruf arab, juz amma, rukun islam, rukun iman, tarikh nabi, akhlak dan fikih.

Pada tahun 1925, Noer Ali belajar mengaji pada guru Mughni di Ujungmalang. Belajar alfiah (tata bahasa arab), Al Quran, tajwid, nahwu, tauhid dan fiqih.

Pada ahun 1931, Noer Ali diantar ayahnya ke Kampung Sumur, Cipinang Muara, Klender, Batavia untuk mondok di perguruan milik H. Ahmad Marzuki bin Syekh Ahmad Al Mirshad bin Khatin bin Abdul Rahman al Betawi. Disana beliau belajar ilmu tauhid, tajwid, nahwu, sharaf, fiqih, usul fiqih, balaghah (ma'ani, bayan, badi'), hadits, musthalah hadits, tafsir, mantiq, faraidl dan ilmu falak. Pada 1933 beliau diangkat menjadi badal (asisten pengajar) di sana.

Pada tahun 1934, Noer Ali bersama Abdullah (sahabatnya seperguruan di pondok pesantren Marzuki) berangkat ke Mekah melalui Pelabuhan Tanjung Priok, menggunakan kapal Teliche (kapal barang). Marzuki mengarahkan Noer Ali untuk berguru ke Syekh Ali Al Maliki, guru Marzuki di Mekah. Sesampainya di Mekah, Noer Ali belajar ke beberapa guru, di antaranya :

  • Syekh Ali Al Maliki : ilmu hadits
  • Syekh Hamdan : Kubussittah
  • Syekh Ahmad Fatoni : Fikih
  • Syekh Mohammad Amin Al Quthbi : Nahwu, qawafi (sastra), badi' (mengarang), tauhid, mathiq
  • Syekh Abdul Zalil : Politik
  • Syekh Umar at Turki, Syekh Ibnu Arabi : hadits, ulumum quran

Setelah 6 tahun belajar di Mekah, ia kembali pulang.

Referensi

Konsep KH Noer Alie Tentang Pendidikan Bela Negara dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Agama Islam