Sejarah/Perang Salib

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

DISCLAIMER : Tulisan ini masih bersifat "under construction" dan hanya dibuat menggunakan satu sumber, yaitu : Prof Dr. Hamka - Sejarah Umat Islam. Agar tulisannya bisa netral dan berimbang, kami membutuhkan berbagai sumber lain. Jika Anda memiliki sumber tersebut, atau ingin ikut serta dalam pengerjaan tulisan ini, harap hubungi kami di https://t.me/wikibuku. Segala bentuk saran, komentar, kritik dan koreksi terhadap fakta sejarah yang tertulis di artikel ini juga dapat disampaikan di grup tersebut.

Permulaan[sunting]

Kerajaan Abbasiyah, pada zaman pemerintahan Harun al-Rasyid, telah mengadakan hubungan dengan Kerajaan Nasrani, seperti Kaisar Charlemagne dan raja-raja Roma. Hubungan ini dibuat untuk menjamin keamanan kaum Kristen yang setiap tahun hendak berkunjung ke tanah suci Baitul Maqdis.

Namun, pada abad ke 5 H, kerajaan Abbasiyah sudah amat turun kebesarannya. Pada waktu itu, datanglah bangsa baru, yaitu Turki, yang baru memeluk agama Islam. Bangsa itulah yang memegang kekuasaan di Tanah Syam pada masa itu, dengan raja-raja dan Ata Bek-nya. Mereka amat membenci melihat bangsa Eropa yang beragama Nasrani setiap tahun datang ke Baitul Maqdis. Kebencian itu kerap kali menimbulkan banyak aniaya dan pemerasan, yang kadang-kadang tidak mampu ditangani oleh pemerintah pusat. Banyaknya raja-raja kecil di tiap negeri menyebabkan banyak pula cukai yang harus dibayar. Oleh sebab itu, amat sukarlah mengerjakan kunjungan dari Eropa.

Tersebutlah seorang pendeta pengembara bangsa Prancis bernama Peter Amiens. Ia biasa mengembara kemana-mana memberikan pengajaran agama. Ketika ia sampai di Palestina, ia menyaksikan langsung penderitaan dan aniaya yang diderita kaum bangsa seagamanya yang hendak melakukan ibadah itu. Oleh sebab itu, terbukalah hatinya satu maksud yang besar, yaitu perlulah tanah suci itu dirampas dari kekuasaan kaum Islam.

Peter pun kembali ke Eropa untuk menghadap Paus Urbanus II, memohon agar seluruh raja-raja dan orang-orang besar Eropa-Kristen bersatu memerangi Islam atas nama agama suci. Paus menerima usulannya. Peter Amiens diutus menjadi propagandis untuk membujuk hati raja-raja Eropa dan meniupkan kebencian rakyat pada kaum Muslimin. Hanya dalam masa yang singkat, kebencian dan rasa permusuhan terhadap kaum Muslimin telah mendalam pada hati bangsa-bangsa Eropa. Ditambah lagi dengan seruan Kaisar Alexius di Konstantinopel pada seluruh raja-raja di Eropa bahwa kalau tidak lekas dilawan dengan kekuatan yang besar akan jatuh hancurlah Kerajaan Romawi Timur karena kemajuan Kerajaan Islam Turki Bani Saljuq.

Merata sudah rasa permusuhan mereka, mulai dari kaum jelata yang mendapat propaganda dari Peter, sampai pada kaum ningrat karena seruan Kaisar. Sudah waktunya bagi Paus untuk menyatakan sikapnya pada tahun 1095 M. Atas seruan Paus Urbanus II, diadakanlah satu pertemuan besar di Clermont, Prancis, yang dihadiri orang-orang besar Eropa Barat serta 225 orang pendeta besar. Hadir pula delegasi yang diutus oleh Kaisar Alexius. Di sanalah Paus mengucapkan pidatonya yang sangat bersemangat mengajak seluruh kaum Nasrani untuk ikut serta dalam gerakan suci. Paus pun menyatakan bahwa orang-orang yang pergi berperang itu harta bendanya akan dilindungi oleh gereja, demikian juga keluarganya yang ditinggalkan. Dosa pahlawan-pahlawan akan diampuni. Mati dalam peperangan adalah mati suci dan masuk surga. Paus menutup pidato dengan ucapan yang terkenal, "Deus Vult", demikianlah kehendak Tuhan.

Mendengar pidato Paus, berlombalah raja-raja mencatatkan namanya. Sesudah itu, berturut-turut kaum jelata, bahkan perampok, pembegal dan penyamun mendaftarkan nama. Semuanya ingin terlepas dari dosa dan ingin masuk surga. Pada tahun 1095 M berkumpullah 300.000 orang dari kaum jelata, perampok, pembegal dan pembunuh hendak merebut kembali Baitul Maqdis dari kekuasaan Islam. Di tengah jalan yang dilalui, mereka merampok dan merampas. Naiklah murka bangsa Magyar dan Byzantium yang tanahnya dilalui mereka. Dimanapun mereka berlalu, mereka mendapat pertentangan dari negeri-negeri yang dilalui itu. Sesampainya di Konstantinopel, Kaisar Alexius sendiri berusaha agar mereka cepat-cepat berangkat. Sesampainya mereka di negeri Nilcia, mereka disambut oleh tentara Saljuq sehingga mereka habis musnah dan kocar-kacir.

Perang Salib Pertama (1097 - 1099)[sunting]

Selanjutnya, disusunlah angkatan Perang Salib Pertama (1097 - 1099 M). Orang yang mendaftarkan nama kebanyakan bangsa Prancis, yakni Bourgondia dan Normandia. Pemimpinnya terdiri dari raja-raja dan kaum bangsawan, salah satunya ialah Godfrey dari Bourgondia (Duke dari Lotharingen), Raymond (Duke dari Tolouse), Bohemen (putra Robert, Raja Normandia dan Italia Utara). Pada saat itu, tidak didapatkan keputusan mengenai siapa yang akan dipilih menjadi panglima tertinggi, karena derajat mereka sama. Merekapun langsung berangkat. Ketika sampai di Konstantinopel, Kaisar Alexius pun tidak membiarkan mereka berlama-lama di Konstantinopel. Kaisar tidak mampu menanggung belanja tentara sebanyak itu. Ia pun takut pula kalau kedudukannya akan tergeser.

Pada 1097 M, mulailah pasukan Salib melancarkan serangan. Pada tahun itu pula, mereka berhasil menaklukan negeri Raha. Pada 1098, mereka menduduki Inthakiah (Ethiokhie). Pada tahun 1099 M , sampailah mereka di Tanah Suci Palestina. Tak sedikit juga korban mereka dalam perang itu, tidak kurang dari 50.000 orang tewas. Namun, mereka berhasil mendirikan empat buah kerajaan : Kerajaan Tanah Suci (Baitul Maqdis), Kerajaan Enthiokhie, Kerajaan Raha, Kerajaan Tripoli (Syam). Godfrey diangkat menjadi raja di Baitul Maqdis. Namun, ia lebih suka memakai gelar "pelindung pusara Kristus". Sementara itu, Raymond menjadi raja di Tripoli. Bohemen menjadi raja di Inthakiah.

Ketika menyerang Baitul Maqdis (Yerusalem), mereka menjanjikan bahwa penduduk tidak akan diganggu, asalkan mereka dibiarkan masuk dengan aman. Namun, baru saja mereka masuk, terjadilah pengejaran dan pembunuhan besar-besaran, lebih dari 70.000 orang penduduk mati dibunuh. Berikut adalah kutipan sejarawan Eropa, Michout.

"Kaum salib telah melakukan kesalahan-kesalahan yang amat besar ketika menaklukkan Palestina, hingga ahli-ahli sejarah Perang Salib sendiri terpaksa mengakui. Dipaksanya orang Islam menjatuhkan diri dari puncak rumah atau benteng, banyak yang dibakar hidup-hidup, ditarik di jalan raya sampai mati, dan mayat-mayat itu ditimbun saja."

Imaduddin Zanki[sunting]

Penyebab terbesar dari kemenangan Angkatan Salib I ini adalah karena tidak adanya persatuan yang kuat di antara raja-raja negeri Islam. Saat itu, kaum Salib tidak segera melanjutkan serangan ke kota-kota penting bagian dalam, terutama Kota Halab dan Kota Damsyik. Imaduddin Zanki, namanya mulai muncul pada 1127 M, setelah 28 tahun kaum Salib berkuasa. Zanki dipilih oleh Sultan Saljuq menjadi Ata Bey di Mousul dan Irak karena sultan merasa kekuasaannya senantiasa terancam oleh adanya kaum Salib. (cont)