Sejarah Filipina/Bab 10
Penurunan Politik Filipina
[sunting]Selama seratus tahun usai meninggalkan Maluku, Filipina kehilangan segala signfikansi politik sebagai koloni. Dari nyaris setiap titik pendirian, mereka tak menguntungkan bagi Spanyol. Rerdapat defisit berkelanjutan, yang membuat kebaikan dari perbendaharaan Meksiko. Bagian Spanyol dalam penaklukan Timur telah berakhir, dan Filipina menjadi lebih kecil melebihi pendirian misionaris besar, yang dipimpin oleh ordo-ordo keagamaan.
Kematian Gubernur Salcedo akibat Inkuisisi
[sunting]Pada 1663, Lara digantikan oleh Don Diego de Salcedo. Kala kedatanagnnya, Manila memiliki harapan tinggi terhadapnya, yang dengan cepat ditolak. Ia mengerahkan galeon Acapulco dengan pembiayaan pribadinya sendiri, dan kemudian mengerahkannya lebih awal ketimbang sebelumnya, sebelum kargo-kargo dagang siap. Ia mengalami pergesekan dengan uskup agung, dan nampak mengkhawatirkan pihak gerejawan, yang telah berumur dan berpengalaman, mematikannya. Pada akhir beberapa tahun, ia dibenci oleh setiap orang, dan persekongkolan melawannya dib entuk yang terdiri dari para relijius, tentara, pegawai sipil dan pedagang. Di luar jangkauan kekuasaan perencana biasa, ia menjadi korban komisioner Inkuisisi.
Inkuisisi Spanyol, yang dikenal karena kekejaman dan kengeriannya di Semenanjung, juga dilakukan di koloni-koloni Spanyol. Sebagaimana yang kami lihat, kegiatan tersebut utamanya merupakan fungsi Ordo Dominikan untuk mengurusi lembaga tersebut. Kuasa yang dipegang oleh inkuisitor dapat dipakai pada saat ini. Metodenya rahasia, dakwaannya tak dibuat ke publik, seluruh prosesnya tertutup, dan sebagian besar kuasa dewan tak dapat mengelabui otoritasnya, atau penyidikan dalam pelaksanaannya. Spanyol melarang bida'ah, Yahudi, atau Moor untuk pergi ke koloni-koloni, dan dilaksanakan untuk mencegah bida'ah di luar negeri. Inkuisisi sendiri juga dilakukan di Amerika. Untungnya, inkuisisi tak pernah menerima pengaruh di Filipina seperti halnya di Spanyol. Di Filipina, karena tak ada “Mahkamah,” institusi tersebut diwakili secara tunggal oleh seorang komisioner.
Pada 1667, kala ketidakpopuleran Gubernur Salcedo berada pada puncaknya, komsiooner tersebut memutuskan untuk mendakwanya atas dasar bida'ah dari fakta bahwa ia lahir di Flanders, dan memutuskan untuk mengerahkan Gereja dengan mengarahkan keruntuhannya. Lewat perjanjian rahasia, pimpinan kamp menarik penjaganya dari istana, dan komsiioner, dengan beberapa konfederasi, dapat masuk. Pintu kamar gubernru dibuka oleh wanita tua, yang ketakutan akan kedatangannya, dan gubernur terbangun dari tidur, dengan tangannya diikat di kepala kasurnya.
Komisioner memberitahukan gubernur bahwa ia menjadi tahanan Jawatan Suci. Ia dibawa ke biara Agustinian. Disana, ia dirantai sampai ia dapat dikirim ke Meksiko, untuk menghadiri Mahkamah disana. Pemerintah di Meksiko menyepakati penangkapan komisioner tersebut, namun Salcedo wafat di laut kala pemulangan kapal ke Filipina pada 1669.
Kolonisasi Kepulauan Ladrone
[sunting]Pada 1668, misi Yesuit di bawah Padre Diego Luis de Sanvítores dibentuk di Ladrones, stasiun misi pertama dari banyak stasiun misi, baik Katolik Roma maupun Protestan, di Pasifik Selatan. Kepulauan tersebut pada waktu itu telah dihuni dan subur, dan mendatangkan keantusiasan Padre Sanvítores pada 1662 kala ia berlayar ke Filipina.
Pertikaian Manchu di Tiongkok, penindasan Jepang, dan peninggalan Mindanao telah menutup banyak lahan misi, dan menjelaskan memurkaan yang didapatkan Yesuit yang menguppayakan ijin kerajaan untuk mengkristenkan kepulauan tersebut, yang giat dikunjungi oleh kapal-kapal Spanyol namun tak pernah dikolonisasi. Padre Sanvítores dan lima rekan Yesuit-nya merupakan sejumlah katekis Kristen Filipina.
Pemukiman Guam
[sunting]Misi tersebut mendarat di Guam, dan diterima dengan baik. Masyarakat di kalangan penduduk kepulauan tersebut terbagu dalam kasta. Pemimpinnya dikenal sebagai chamorri, yang disusul dengan penduduk asli Ladrones yang disebut “Chamorros.” Sejumlah lahan diberikan pada Yesuit untuk membangun gereja di kota utama yang disebut Agadna (Agaña), dan juga seminari yang dibangun untuk pengajaran pemuda. Wali ratu Spanyol, Maria dari Austria, memberikan tunjangan tahunan untuk sekolah tersebut, dan dalam menghromatinya, Yesuit mengubah nama kepulauan tersebut menjadi Kepulauan Mariana. Yesuit mengkotbahi sebelas pulau berpenghuni di kepulauan tersebut. Dalam setahun, lima belas ribu penduduk kepulauan tersebut dibaptis dan dua puluh ribu orang diberi pengajaran.
Ketegangan dengan Penduduk Asli di Guam
[sunting]Tahun pertama ini adalah yang paling sukses dalam sejarah misi. Nyaris secara langsung setelahnya, Yesuit menghantarkan para penduduk kepulauan tersebut dengan perpindahan agama dasar. Terdapat pertikaian di beberapa tempat, dan para imam, yang berniat untuk membaptis anak-anak melawan harapan orangtua mereka, dibunuh. Pada 1670, Spanyol menyerang, dan memutuskan untuk membentengi mereka sendiri di Agaña.
Yesuit memiliki garda yang terdiri dari seorang kapten Spanyol dan sekitar tiga puluh prajurit Spanyol dan Filipina, yang, setelah beberapa penjagalan penduduk asli, memerintahkan mereka untuk menghimpun perdamaian. Kondisi yang diberlakukan oleh Yesuit adalah agar penduduk asli dapat menghadiri misa dan perayaan, membuat anak-anak mereka dibaptis, dan mengirim mereka untuk dikatekisasi. Namun, kebencian penduduk asli tak terbendung. Pada 1672, Sanvítores dibunuh oleh mereka. Biografernya mengklaim bahwa pada kematiannya, ia telah membaptis sekitar lima puluh ribu penduduk kepulauan tersebut.
Depopulasi Kepulauan Ladrone
[sunting]Pada sekitar tahun 1680, seorang gubernur dikirim ke kepulauan tersebut, dan wilayah tersebut dijadikan sebagai dependensi Spanyol. Kebijakan gubernur dan Yesuit adalah pemindahan agama lewat pedang. Penduudk asli ditindas dari pulau ke pulau. Dalam sejarah pemukiman Eropa, terhadap suatu dampak paling mendera penduduk asli. Penyakit datang dan memusnahkan sejumlah besar penduduk. Yang lainnya kalah melawan Spanyol, dan seluruh pulau kemudian didepopulasikan atas perintah gubernur, atau keinginan Yesuit terhadap penduduk asli yang dibawa ke Guam. Dengan sedikit keraguan, banyak yang kabur ke kepulauan lainnya.
Jika kami dapat percaya catatan Yesuit, terdapat secara keseluruhan seratus ribu penduduk kala Spanyol datang. Sebuah generasi melihat mereka nyaris punah. Dampier, yang menyentuh Guam pada 1686, berujar kala itu bahwa di pulau tersebut, tempat Spanyol mendapati tiga puluh ribu orang, tak ada lebih dari seratus penduduk asli disana. Pada 1716 dan 1721, penjelajah lainnya mengumumkan jumlah penduduk asli di Guam berjumlah dua ribu, selain menjadi satu-satunya pulau lain dari kepulauan tersebut yang dihuni. Kala Anson pada 1742 mengunjungi Guam, jumlahnya meningkat sampai empat ribu, dan terdapat beberapa ratus epnduduk di Rota. Namun, ini nampaknya merupakan populasi secara keseluruhan. Penduduk asli awalnyatentunya nyaris sangat menyentuh kepunakan. Kepulauan tersebut dari waktu ke waktu dikolonisasikan dari Filipina, dan penduduk saat ininya sebagian besar berdarah Filipina.
Konflik antara Gubernur dan Uskup Agung
[sunting]Sementara itu, di Filipina, konflik gubernur dengan uskup agung dan para frater berlanjut. Tindakan kedua belah pihak saling menyendiri dan memalukan. Pada 1683, tindakan Uskup Agung Pardo menjadi sangat keras dan membangkang sehingga Audiencia mendekritkan pencekalannya ke Pangasinan atau Cagayan. Ia dibawa paksa ke Lingayan, tempat ia diakomodasi dengan baik namun tetap di bawah pengawasan. Dominikan membalasnya dengan ekskomunikasi, dan sehingga Audiencia mencekal pihak ordo tersebut dari Kepulauan tersebut, dan mengirim beberapa frater lainnya ke Mariveles.
Namun pada tahun-tahun berikutnya, Gubernur Vargas dipulihkan lewat kedatangan penerusnya, yang disenangi pihak gerejawi pada kontroversit ersebut. Uskup agung dipulangkan dan memegang penanganan tinggi. Ia menangguhkan dan mengekskomunikasikan seluruh pihak. Para oidor dicekal dari kota tersebut, dan semuanya wafat di pengasingan di wilayah terpencil kepulauan tersebut. Mantan gubjen, Vargas, ditempatkan di bawah pencekalan spiritual, digugat atas perlindungan dan meminta agar pengampunannya diterima.
Uskup agung menghukumnya berdiri seharian selama empat bulan di lapangan gereja kota dan Parian, dan di kawasan Binondo, mengenakan busana peniten, dengan jubah di lehernya dan membawa lilin menyala di tangannya. Namun, ia dapat melakukan mitigasi t erhadap hukumannya, namun diharuskan untuk hidup sendiri di gubuk pada sebuah pulau di Sungai Pasig. Ia dikirim menjadi tahanan ke Meksiko pada 1689, namun wafat dalam perjalanan.
Berbagai dekan dan kanon yang menerima pencekalan uskup agung, serta relijius lainnya yang menjadi prelatus yang membelot, ditahan atau diasingkan. Jasad dua oidor, kala kematian mereka dan setelah penguburan mereka, dikeluarkan dan tulang-tulang mereka dicemarkan.
Degenerasi Koloni di bawah Kekuasaan Gereja
[sunting]Uskup Agung Pardo wafat pada 1689, namun pertikaian dan pergesekan yang terjadi berlanjut. Terjadi pertikaian antara uskup agung dan para frater, antara prelatus dan gubernur. Seluruh kelas nampak berbagi kepahitan dan kepencian terhadap nuansa tak membahagiakan.
Tingkat moral seluruh koloni pada paruh akhir abad ketujuh belas menurun. Korupsi menyebar dimana-mana, dan kewibawaan pemerintahan meretak. Kekerasan tak terhindarkan, dan jalan terbuka untuk tragedi menyeruak yang membuat persaingan antar pihak memuncak. Tentunya, tak ada gubernur yang dapat lebih menanganinya, dan menampilkan ketidakmampuan dan kelemahan karakter yang lebih besar, ketimbang orang yang memerintah pada masa Uskup Agung Pardo dan orang-orang yang menggantikannya.
Penunjangan yang dibuat oleh Gubernur Bustamante
[sunting]Pengayaan Perbendaharaan
[sunting]Namun, pada tahun 1717, datang guebrnur berjenis berbeda, Fernando Manuel de Bustamante. Ia adalah prajurit tua, kuat akan karakter dan sigap dalam tindakannya. Ia mendapati perbendaharaan dirampok dan habis. Nyaris seluruh penduduk Manila berhutang pada dana masyarakat. Bustamante memerintahkan sejumlah pembayaran, dan memerintahkan pengumpulan mereka yang ia dapatkan dari kargo perak yang datang lewat galeon dari Acapulco. Kargo tersebut dimiliki oleh perusahaan keagamaan, pegawai dan pedagang, semuanya yang berhutang pada pemerintah. Dalam setahun pemerintahannya, ia mengumpulkan sejumlah tiga ratus ribu peso untuk perbendaharaan.
Dengan jumlah uang yang kembali di penyimpanan negara, Bustamante berniat untuk memulihkan prestise yang menurun dan perdagangan Kepulauan tersebut.
Pendirian ulang Zamboanga
[sunting]Pada 1718, ia mendirikan dan membangun ulang presidio Zamboanga. Tanpa setahun berlalu, sejak tahun-tahun peninggalannya pada masa sebelumnya, para pembajak dari Kalimantan dan Mindanao gagal untuk melawan Bisayas. Yesuit giat mengajukan petisi untuk pendirian ulangnya. Pada 1712, raja memerintahkan agar wilayah tersebut diduduki kembali. Citadel dibangun kembali pada lahan bersama di bawah pengarahan insinyur Don Juan Sicarra. Disamping barak biasa, gudang dan arsenal, di dalam tembok terdapat gereja, rumah sakit dan cuartel untuk para prajurit Pampangan. Enam puluh satu meriam dikerahkan pada pertahanan tersebut. Usai petisi Rekolek, Bustamante juga membentuk presidio di Labo, di ujung selatan pulau Paragua, yang pesisirnya diserang oleh Moro dari Sulu dan Kalimantan.
Perjanjian dengan Siam
[sunting]Pada tahun yang sama, ia mengirim utusan ke Siam, dengan tujuan menghimpun perdagangan yang berkembang seabad sebelumnya. Sambutan utusan tersebut sangatlah datar; perjanjian damai, persahabatan, dan perdagangan dibuat, dan atas dasar pendudukan Spanyol memulai pendirian pabrik.
Penunjangan di Kota Manila
[sunting]Sejauh ini, sosok berani dan penentu dapat memulihkan koloni tak memungkinkan untuk dikatakan. Penduduk Manila, baik gerejawan maupun awam, pada waktu itu terjerumus dalam korupsi dan sangat terkikis untuk nyaris membuat ketidakmungkinan pemulihan ulang kecuali di bawah pemerintahan sosok yang sama-sama menentukan seperti Bustamante, selain pemerintahan selama jangka waktu yang panjang. Ia tak memutuskan untuk memerintahkan penyelidikan terhadap keuangan Kepulauan, yang menguak pemalsuan sejumlah tujuh ratus ribu peso. Ia tanap takut menangkap para pemalsu, tanpa mempersoalkan tempat mereka. Seluruh kota disoroti dalam penanganan tersebut, akibatnya ketakutan dan gejolak menonjol timbul di segala pihak, dan Bustamante, yang pembenci sekaligus mematikan, memutuskan untuk mengadakan refoemasinya dengan tangan sendiri.
Pembunuhannya
[sunting]Ia ditentang oleh para frater dan dikecam oleh uskup agung, namun, tanpa pendirian pengecaman gerejawi, ia datang ke titik memerintahakn penangkapan prelatus. Kota makin bergejolak, dan kerumunan, pimpinan para frater, bergerak ke istana gubernur, bertikai terhadapnya, kala ia menghadapi mereka sendirian dan tanpa dukungan, membunuhnya dengan berdarah dingin (11 Oktober 1719).
Uskup agung memproklamasikan dirinya menjadi gubernur dan presiden Audiencia. Para oidor dan pegawai yang ditempatkan di bawah penangkapan oleh Bustamante dibebaskan, dan hasil kerjanya dirubuhkan. Pemerintahan baru tak memiliki keberanian maupun niat untuk meneruskan kebijakan Bustamante. Pada 1720, uskuo agung membentuk dewan perang, yang memerintahkan peninggalan benteng di Labo.
Kala kabar pembunuhan tersebut mencapai Spanyol, raja memerintahkan penyelidikan dan menghukum terdakwa. Pada 1721, Gubernur Torre Campo datang untuk melaksanakan perintah eksekusi. Namuin, para pelakunya sangat tinggi dan berpengaruh sehingga gubernur tak dapat memproses mereka. Walau perintah raja diteruskan pada 1724, para pembunuh Bustamante tak pernah diadili.
Perjanjian dengan Sultan Jolo
[sunting]Disamping kebijakan memalukan dari para penerus Bustamante, presidio Zamboanga tak ditiadakan. Namun, presidio tersebut sangat kurang terurus sehingga tak efektif untuk mencegah pembajakan Moro, dan serangan terhadap Bisaya dan Calamianes diteruskan. Pada 1721, perjanjian dibuat dengan sultan Jolo yang menyediakan perdagangan antara Manila dan Jolo, pengembalian ransum tahanan, dan pengembalian pulau Basílan kepada Spanyol.
Pembajak Moro dari Tawi Tawi
[sunting]Untuk beberapa hal, perjanjian tersebut nampak mencegah serangan dari Jolo. Namun pada 1730, Moro dari Tawi Tawi bergerak ke Paragua dan Calamianes. Pada 1731, penjelajahan lainnya dari selatan berlangsung nyaris setahun penuh mengarungi dan menghancurkan sekitaran Bisayas.
Keadaan Tersingkirkan Pertahanan Spanyol
[sunting]Pertahanan Spanyol pada beberapa dekade berlanjut dalam keadaan tersingkir, persenjataan mereka melangka, dan, selain dalam kesempatan penerimaan besar, tak ada perhatian yang diberikan kepada perbentengan, sampai penyediaan artileri, maupun untuk suplai amunisi. Serangan mendadak yang pernah terjadi membuat Spanyol tak siap. Ketidaksiapan militer adalah kondisi normal kepulauan tersebut dari abad-abad awal sampai penghancuran persenjataan Sapnyol oleh armada Amerika.
Kebijakan Ekonomi Spanyol
[sunting]Pembatasan Dagang
[sunting]Pada tahun-tahun akhir abad ketujuh belas dan permulaan abad kedelapan belas, perdagangan nampak benar-benar lumpuh. Perdagangan brilian yang disebutkan oleh Morga, dan yang berada pada puncaknya pada sekitar tahun 1605, pada beberapa tahun kemudian dikalahkan oleh kebijakan ekonomi Spanyol, yang mendorong tawaran terhadap pedagang Cadiz dan Sevilla.
Kebijakan ekonomi Spanyol dipandang hanya memiliki manfaat bagi Semenanjung. “Hukum Hindia” terikat dengan edik-edik untuk keperluan membatasi dan melucuti perdagangan dan industri kolonial, entah hal yang dibayangkan dapat diprasangkakan terhadap industri terlindungi Spanyol. Pabrik-pabrik Sevilla berharap untuk melestariakn koloni, baik di Amerika maupun Hindia, sebagai pasar untuk gudang monopoli mereka; dan dalam kebijakan tersebut, selama dua abad, mereka memiliki dukungan dari mahkota. Pertumbuhan perdagangan antara Meksiko dan Filipina awalnya dianggap dengan kecurigaan, dan legislasi berniat untuk menurunkannya ke titik terrendah yang selaras dengan keberadaan koloni.
Tak ada koloni di Amerika yang dapat melakukan perdagangan dengan Filipina kecuali Meksiko, dan disini semua komunikasi harus melintas melalui pelabuhan Acapulco. Perdagangan tersebut terbatas pada perlintasan kapal tunggal setahun. Pada 1605, dua galeon diijinkan, namun ukuran mereka diurangni menjadi tiga ratus ton. Mereka diperkenankan untuk mengangkut 500.000 peso perak, namun tak lebih dari 250.000 peso dari keutnungan produk Tiongkok yang dapat dipulangkan. Orang-orang Spanyol dari Meksiko maupun belahan Amerika lain dapat berlalu lintas langsung dengan Tiongkok, maupun kapal-kapal Spanyol dapat melintas dari Manila menuju pelabuhan-pelabuhan Asia. Hanya barang-barang yang dapat dibawa pedagang Tiongkok sendiri yang dibawa ke Filipina.
Penyendirian Pedagang di Spanyol
[sunting]Bahkan batasan tersebut tak menyelaraskan rasa iri para pedagang Spanyol. Mereka mengeluhkan perintah kerajaan yang membatasi lalu lintas tak diakui, dan mereka memutuskan untuk menaungi perdagangan tersebut, dan pergesekan terhadap hukum dengan hukuman mengerikan semacam itu, agar perdaagngan tak terhimpun bahkan sampai jumlah yang diperkenankan oleh hukum. Pedagangan Sapnyol bahkan datang ke titik mengajukan petisi untuk peniadaan Filipina, atas dasar bahwa impor dari Tiongkok adalah prasangka terhadap industri Semenanjung.
Para kolonis pada pesisir Pasifik Amerika terdera akibat kurangnya komoditas yang dituntut oleh kehidupan peradaban, yang hanya dapat mencapai mereka sebagaimana mereka datang dari Spanyol melalui pelabuhan Porto Bello dan Tanah Genting Panama. Tanpa pertanyaan, perdagangan bermanfaat dan giat dapat dilakukan oleh Filipina dengan provinsi-provinsi Amerika barat.
Perdagangan antara Amerika Selatan dan Filipina dilarang
[sunting]Namun lalu lintas tersebut sepenuhnya dilarang, dan untuk mencegah barang-barang Tiongkok dan Filipina dari memasuki Amerika Selatan, perdagangan antara Meksiko dan Peru pada 1636 sepenuhnya ditekan oleh dekrit. Dekrit tersebut, yang berada pada halaman Recopilacion besar, adalah sebuah epitom dari kebijakan ekonomi gila Spanyol. Dekrit tersebut mengutip bahwa kala “hal tersebut diijinkan agar dari Peru sampai Spanyol Baru, harus ada pengerahan dua kapal setiap tahun untuk perdagangan dan lalu lintas sampai sejumlah dua ratus ribu dukat [yang kemudian dikurangi menjadi seratus ribu dukat], dan karena ada peningkatan di Peru sampai jumlah perdagangan kain Tiongkok, di samping banyak larangan yang diberlakukan, dan dalam rangka sepenuhnya menghapus kesempatan untuk masa depan, mereka memrintahkan dan mengarahkan para pegawai Peru dan Spanyol Baru agar mereka melarang dan menekan perdagangan dan lalu lintas antar dua kerajaan lewat seluruh saluran yang dilakukan, menghimpun larangan tersebut dan berkelanjutan untuk masa depan.”
Pada 1718, pedagang Sevilla dan Cadiz masih mengeluh bahwa laba mereka tercederai bahkan oleh impor terbatas sutra Tiongkok ke Meksiko. Sehingga, larangan penuh impor sutra Tiongkok, baik yang dirajut atau mentah, diberlakukan. Hanya linen, rempah-rempah dan suplai hal-hal yang tak dihasilkan di Spanyol yang dapat dibawa ke Meksiko. Perintah tersebut dirombak pada 1720, dengan tujuan agar enam bulan akan memperkenankan Meksiko untuk menikmati sutra Tiongkok yang dimiliki oleh mereka dalam jabatan mereka, dan setelah itu seluruh barang tersebut harus dihancurkan.
Ketidakefektifan Pembatasan
[sunting]Tindakan tersebut, walau meruntuhkan perdagangan Filipina, menjadi materi fakta tak efektif yang mengertai hasil yang diinginkan. Perdagangan timbal balik antara Tiongkok dan Amerika memicu pelanggaran hukum. Sutra bernilai empat juta peso setiap tahun diseludupkan ke Amerika. Pada 1734, pengabaian dan ketidakbergunaan hukum semacam itu diakui oleh Dewan Hindia, dan cedula mengeluarkan pemulihan ijin untuk perdagangan sutra Tiongkok dan meningkatkan nilai kargo yang bergerak ke Acapulco sampai lima ratus ribu peso, dan sejumlah perak sebagai pengembalian untuk satu juta peso. Lalu lintas tersohor galeon dikembalikan dan dilanjutkan sampai tahun 1815.
Sebuah Upaya untuk Mengkolonisasi Carolines
[sunting]Di tenggara Filipina, di bagian Pasifik yang dikenal sebagai Mikronesia, terdapat kepulauan kecil yang disebut Carolines. Bagian paling barat kepulauan tersebut juga dinamai Pelews, atau Palaos. Pada kepulauan tersebut yang kemudian dikuasai oleh Spanyol dan masih berada dalam kekuasaannya sampai tahun 1898, hal tersebut juga dikatakan pada waktu itu merupakan upaya yang dibuat oleh Yesuit pada 1731 untuk mengkolonisasikannya.
Keberadaan kepulauan kecil tersebut nampak beberapa kali oleh ekspedisi melintasi Pasifik seawal-awalnya pada paruh akhir abad keenam belas, namun setelah perdagangan antara Meksiko dan Filipina ditetapkan secara pasti, pemastian disusul ke arah barat dari Acapulco sampai Guam, yang dari sana terdapat variasi kecil, dan pada abad ketujuh belas, kepulauan tersebut lekang dari pikiran. Namun pada tahun 1696, sekelompok penduduk asli, dua puluh pria dan sepuluh wanita, tergerak oleh badai menjauhi rumah mereka di Carolines ke pesisir timur Samar. Mereka nampak merupakan rombongan kasta yang sama dari Kepulauan Pelew dan Caroline yang diketahui mencapai Mindanao dan bagian Filipina lain pada masa sebelumnya. Mereka akhirnya nampak pada pengamatan para imam Yesuit di Samar, yang membaptis mereka, dan, mengetahui mereka berasal dari kepulauan yang telah mereka datangi, mengisi ambisi misionaris untuk mengunjungi dan mengkristenkan penduduk kepulauan Pasifik tersebut.
Gagasan tersebut disepakati oleh Yesuit, sampai sekitar 1730 ijin kerajaan diberikan untuk usaha tersebut. Sekelompok yesuit pada tahun berikutnya berlayar ke Ladrones dan wilayah selatan sampai Carolines ditemukan. Mereka mendarat di sebuah pulau kecil tak jauh dari Yap. Disana, mereka berhasil membaptis sejumlah penduduk asli dan mendirikan misi. Empat belas orang, yang dipakai oleh seorang imam, Padre Cantava, singgah di pulau tersebut kala ekspedisi tersebut kembali untuk mengamankan pengerahan dan suplai. Malangnya, penerusan tersebut tertunda selama lebih dari setahun, dan saat kapal-kapal Spanyol dengan pengerahan misionaris bergerak lagi mencapai Carolines pada 1733, misi tersebut sepenuhnya dihancurkan dan Spanyol, dengan Padre Cantava, dibunuh. Kepulauan tersebut sering disebut “Filipina Baru.”
Keadaan Filipina pada Abad Kedelapan Belas
[sunting]Pada sebagian besar abad kedelapan belas, sedikit data tentang kondisi bangsa Filipina. Mereka nampak sedikit berjuang. Kondisi yang tentunya berlawanan dengan kemajuan sosial atau intelektual dari ras asli. Namun, mungkin kehendak material mereka benar-benar sebesar pada tahun-tahun tersebut, kala sedikit upaya, sebagaimana pada kegubernuran Sapnyol yang lebih ambisius dan berusaha yang telah mengkarakterisasikan periode sebelumnya dalam sejarah Filipina.
Pemerintahan sementara
[sunting]Pemerintahan sementara nampak nyaris jatuh sepenuhnya di tangan misionaris. Para imam menjadikan diri mereka sendiri sebagai penguasa lokal sepanjang wilayah yang dikristenkan dari kepulauan tersebut.
Pemberontakan di Bohol
[sunting]Pemberontakan nampak secara khusus menggetarkan pulau Bohol pada sebagian beaar abad kedelapan belas. Pada 1750, sebuah pemberontakan pecah yang secara praktikal mendirikan kemerdekaan sebagian besar pulau tersebut, dan yang tak terredam selama tiga puluh lima tahun. Ketegangan berkembang di kota Inabanga, tempat imam Yesuit Morales sangat mengantagonisasikan dan menyakiti penduduk asli lewat kekejamannya. Beberapa murtad, dan pergi ke perbukitan. Salah satu pasukan dibunuh atas perintah imam dan jasadnya ditolak untuk pengkebumian Kristen, dan ditinggalkan tanpa perawatan dan penyorotan.
Seorang saudara dari sosok tersebut, yang bernama Dagóhoy, tersulut oleh ketidakmartabatan tersebut, mengepalai pemisahan yang tak lama melibatkan tiga ribu penduduk asli. Imam tersebut dibunuh, dan jasadnya sendiri ditinggalkan di jalan raya tanpa dikebumikan. Di samping upaya alcalde Cebu, Dagóhoy dapat menghimpun dirinya, dan secara praktikal mendirikan negara penduduk asli kecil, yang bertahan sampai pendudukan pulau tersebut oleh Rekolek, setelah Yesuit diusir dari kekuasaan Spanyol.
Kegiatan Yesuit
[sunting]Pada abad kedelapan belas, hanya ordo keagamaan Yesuit yang nampak aktif dalam melaksanakan upaya mereka dan mencari ladang baru untuk perpindahan agama. Kelambatan dan ketidakaktifan pada ordo lainnya tergantikan secara gadis besar dengan ambisi dan kegiatan Yesuit, baik sekuler maupun spiritual.
Perpindahan agama Sultan Alim ud Din
[sunting]Pada 1747, mereka bahkan mendirikan misi di Jolo. Mereka tak dapat menghimpun antagonisme mendalam terhadap pandita dan dato Moro, namun mereka nampak memenangkan sultan muda, Alim ud Din, yang cerita aneh dan peralihan nasib dikisahkan secara beragam. Saalh satu Yesuit, Padre Villelmi, handal dalam bahasa Arab, dan familiaritas tersebut dengan bahasa dan sastra Islam tanpa ragu menjelaskan kenaikannya terhadap pikiran sultan. Alim ud Din bukanlah sosok yang kuat. Kekuatannya atas para dato bawahan bersifat kecil. Pada 1748, saudaranya, Bantilan, merebut takhtanya dan diangkat menjadi sultan Jolo.
Alim ud Din, dengan keluarga dan sejumlah abdinya, datang ke Zamboanga, meminta bantuan Sapnyol melawan saudaranya. Dari Zamboanga, ia dikirim ke Manila. Pada kedatangannya, 3 Januari 1749, ia diterima dengan seluruh wejangan dan kehormatan selaku pangeran berpangkat tinggi. Sebuah rumah untuk penghiburannya dan persinghaan tujuh puluh orang disiapkan di Binondo. Halaman umum dihimpun, yang ditempatkan sekitar lima belas hari setelah ia mencapai kota tersebut. Lengkungan kemenangan didirikan di sepanjang jalan, yang dibariskan dengan lebih dari dua ribu militia penduduk asli di bawah senjata. Sultan disambut secara terbuka di balai Audiencia, tempat gubernur berjanji untuk mengabulkan permintaannya di hadapan raja Spanyol. Sultan ditunjukkan dengan persembahan, yang meliputi rantai emas, garmen murni, batu akik, dan tongkat emas, sementara pemerintah menangguhkan pengeluaran dari rumah tangganya.
Usai penyambutan tersebut, langkah diambil untuk perpindahan agamanya. para penasehat spiritualnya memberikannya contoh Kaisar Konstantinus yang perpindahan agamanya memperkenankannya untuk mewujudkan penaklukan kemenangan atas musuh-musuhnya. Di bawah naungan para perwakilan tersebut, Alim ud Din menyatakan keinginannya untuk dibaptis. Gubernur-jenderal, yang pada waktu itu adalah seorang imam, uskup Nueva Segovia, sangat mengkhawatirkan ritus yang harus dilakukan; namun ini ditentang oleh petinggi spiritualnya, uskup agung Manila, yang, dengan pihak lainnya, menyatakan keraguan soal kedinian niatan sultan.
Dalam rangka menyertai pembaptisannya, gubernur mengirimkannya ke keuskupannya sendiri, di Paniqui, pada 29 April 1750, upacara tersebut diadakan dengan keheningan besar. Kala pemulangan rombongan ke Manila, sultan diterima dengan sambutan besar, dan dalam penghormatannya, diadakanlah pesta olahraga, pementasan teatrikal, kembang api dan adu banteng. Ini adalah tanda air tinggi dari popularitas sultan.
Kegagalan untuk Melantik Alim ud Din
[sunting]Sementara itu, perampas takhta, Bantilan, memberikan bukti rancu dari pertikaiannya. Spanyol bergerak dari Jolo, dan armada Moro kembali menyerang Bisayas. Pada Juli, kedatangan gubernur baru, Marquis Obando, memutuskan untuk merrestorasi Alim ud Din dan menekan pembajakan Moro.
Sebuah ekspedisi direncanakan berlayar, dengan ditumpangi sultan, dan datang sampai sejauh Zamboanga, namun tak menghasilkan apapun. Disini, tindakan sultan dilakukan untuk mengkonfirmasi keraguan Spanyol sebagaimana kedinian persahabatannya. Ia ditangkap, dan kembali ke Manila, dan ditahan di benteng Santiago. Dengan beragam perlakuan, ia bertahan di tangan Spanyol sampai 1763, saat ia dikembalikan ke Jolo oleh Inggris.
Peningkatan Besar dalam Pembajakan Moro
[sunting]Pada 1754, terjadi peristiwa paling berdarah dalam sejarah pembajakan Moro. Tak ada belahan Bisayas yang lari dari serangan dalam tahun tersebut. Sementara Camarines, Batangas, dan Albay sama-sama terdera dengan wilayah tersebut. Tindakan pembajak melebihi kekejaman biasa. Para imam dijagal, kota-kota dihancurkan sepenuhnya, dan ribuan tahanan di bawah ke selatan untuk dijadikan budak Moro. Keadaan Kepulauan tersebut pada akhir tahun tersebut mungkin merupakan yang paling menyedihkan dalam sejarah mereka.
Reformasi di bawah Jenderal Arandía
[sunting]Demoralisasi dan kekeliruan dari kekuasaan Obando yang tertutup dipulihkan oleh pemerintahan handal Arandía, yang menggantikannya. Arandía adalah ssalah satu dari beberapa orang berbakat, bertenaga dan berintegritas yang berdiri di pucuk urusan di kepulauan tersebut pada dua abad.
Ia sangat mereformasi pasukan militer yang terdisorganisasi, mendirikan apa yang dikenal sebagai “Resimen Raja,” yang sebgaian besar terdiri dari prajurit Meksiko. Ia juga membentuk korps artileri yang terdiri dari orang Filipina. Ini merupakan pasukan reguler, yang meraih bayaran layak dari Arandía untuk memperkenankan mereka hidup tenang dan bak sebuah tentara.
Ia mereformasi arsenal di Cavite. Disamping pertentangan pada segala pihak, beberapa hal menghimpun efisiensi dan kejujuran dalam pemerintah. Di pucuk persenjataan yang dikirim melawan Moro, ia menempatkan imam Yesuit, Padri Ducos. Seorang perwira handal juga dikirim untuk mengkomandoi presidio di Zamboanga, dan walau pembajakan Moro tak berhenti, pengerahan besar didatangkan terhadap pembajakan tersebut.
Tindakan pemerintahan paling populer Arandía adalah pengusiran Tionghoa dari daerah-daerah, dan sebagian besar kota tersebut. Mereka nampak berada di tangan mereka pada waktu itu, bahkan mungkin melebihi saat ini, perdagangan atau perniagaan kecil antara Manila dan kota-kota provinsi. Untuk mengambil alih perdagangan tersebut, Arandía mendirikan perusahaan komersial Spanyol dan mestizo, yang hanya berlangsung selama setahun. Tionghoa yang dikristenan diperkenankan untuk bertahan di bawah liensi, dan bagi orang-orang yang memiliki toko-toko di Manila, Arandía mendirikan Alcayceria dari San Fernando. Ini terdiri dari sekelompok besar toko yang dibangun di sekitaran bagian dalam terbuka. Tempat tersebut berdiri di Binondo, yang sekarang terletak di Calle de San Fernando, di tempat yang masih menjadi kawasan penduduk Tionghoa.
Kematian Arandía dan Penurunan Koloni
[sunting]Arandía wafat pada Mei 1759, dan pemerintahan dipegang oleh uskup Cebu, yang kemudian dipaksakan dari jabatannya oleh kedatangan uskup agung Manila, Don Manuel Rojo. Uskup agung tersebut mengatur tatanan pemerintahan baik yang diberlakukan oleh Arandía, dan koloni tersebut dijanjikan untuk menghimpun kondisi kekuasaan lazimnya. Namun, ini dicegah oleh sebuah peristiwwa yang berujung pada akhir periode panjang kerunyaman dan kelembaman di bawah koloni yang telah menurun secara bertahap, dan memperkenalkan, dalam sebuh cara, periode baru sejarahnya. Ini adalah penaklukan kepulauan Filipina oleh Inggris pada 1762.