Lompat ke isi

Sejarah Zionisme, 1600-1918/Volume 1/Bab 19

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

BAB XIX.

ZAMAN PALMERSTON

Konflik antara Turki dan Mesir—Mahmud II., Sultan Turki—Mehemet Ali, Pasha Mesir—Kemenangan Nezib—Armada Turki—Kebijakan Wellington—Pertanyaan Timur—Wacana Wellington—Konferensi London, 1840—Pemberontakan di Suriah dan Lebanon—Sebuah Ultimatum—Penaklukan Acre oleh Armada Inggris, 1840—Skema Aneksasi.

Zaman Palmerston, 1837‒52, adalah masa besar di Inggris untuk gagasan Pemulihan Israel. Ini adalah waktu peristiwa penyetiran di Timur, peristiwa-peristiwa yang menimbulkan beberapa masalah paling mengenang yang dapat menjalin pemikiran negarawan. Orang-orang menyaksikan dari hari ke hari dengan peminatan mendalam terhadap pergerakan aneksasi, penaklukan, negosiasi, yang dipercayai mereka akan bergerak jauh untuk memutuskan perkembangan dan takdir mendatang dari bangsa terbesar di dunia. Horizon Eropa sangat terganggu agar otoritas politik besar masa itu dikatakan mendeklarasikan agar “jika malaikat dari sorga berada di Kantor Luar Negeri, ia takkan menghimpun perdamaian selama tiga bulan.”

Fakta-fakta tersebut sangat familiar pada sebagian besar pembaca. Namun, ini akan dibutuhkan untuk keperluan mereka untuk bergerak atas dasar pengerahan, yang harus dilakukan dengan cepat.

Pada 1839, sebuah krisis besar terjadi antara Turki dan Mesir akibat serangkaian konflik dan perjuangan. Dalam jangka pendek selama delapan tahun (1831‒39) Mehemet Ali (1769‒1849) telah memutuskan untuk merebut seluruh Suriah, mengerahkan armada dan pasukan di luar kebutuhan pemerintahan sahnya, lewat tindakan tirani dan penindasan melawan orang-orang yang pertahanannya membangkitkan mereka; dan ia menggerakkan orang-orang yang tersebar tersebut, yang ia ikatkan untuk melindungi, bergabung dengannya dalam pemberontakan, sehingga mempercepat rantai yang dipakaikan pada mereka. Mengerahkan 100.000 pasukan pada garis depan Turki, ia sempat melepaskan topengnya dan membujuk para konsul Eropa terhadap niatnya mendeklarasikan kemerdekaannya tanpa menuntut nyawa pemerintah Suriah dan Mesir dengan warisan yang tersedia.

Ia mula-mula mendentumkan letusan, dan sangat sukses pada tahap awal perang. Kemenangan Nezib (24 Juni 1839) adalah kemenangan terakhirnya. Pasukan baru, yang dikerahkan olehnya untuk dihimpun, menjadi satu-satunya bagian yang terlatih. Walau kekuatannya tak tergoyahkan, dan pergerakannya tak bergerak ke wilayah tersebut. Laksamana Turki, yang dipukul oleh Mehemet Ali, dan khawatir akan nyawakan jika ia kembali ke Konstantinopel, memutuskan untuk bertindak berkhianat, yang akan memihakkannya pada penguasa Mesir yang menang. Ia mengambil armada Turki, dengan sekitar 20.000 pasukan, ke Aleksandria, dan menyerahkannya kepada Mehemet Ali.

Kejutan dan pengerahan yang mendadak pada kejadian tersebut menyebabkannya tak memperkenankan diplomasi Inggris untuk menghimpun banyak waktu. Ini dibutuhkan untuk menintervensi sesekali, tanpa memecah Kekaisaran Utsmaniyah. Palmerston memutuskan untuk menaati kebijakan Wellington (1769‒1852), dan mengurangi pengerahan Pasha untuk “tindak penaatan dan tunduk pada Sultan” (1808‒1839), Mahmud II. (1785‒1839). Kesulitan tersebut nampak terbentuk, namun penghimpunan Palmerston terhadap situasi politik tidaklah menonjol. Ia menghimpun gagasan campur tangan sebenarnya pada tanah Mesir. Pelajaran pertempuran Nil dan pengepungan Acre pada masa sebelumnya tidaklah meninggalkan sisa perjuangan dengan Napoleon Bonaparte. Rencana strategis berbeda diadopsi: skuadron Inggris dikerahkan untuk evakuasi Suriah oleh Mehemet Ali.

Ancaman dan bahaya langsung yang mengelilingi pemahaman tersebut dari sudut pandang politik adalah bukti. Masalah internasional besar berkembang. Solusi masalah penting dan kompleks tersebut yang meliputi apa yang biasanya disebut “Pertanyaan Timur” telah lama menduduki tempat menonjol dalam bidang politik internasional, khususnya di Inggris. Terdapat salah satu, mungkin, diplomat Inggris paling menonjol yang tak menyaingi dirinya di departemen tersebut dalam derajat yang lebih besar atau kecil; dan terdapat aspiran kegiatan politik luar negeri dan kekhasan yang tak menganggapnya salah satu wadah tersempurna dari ambisinya untuk dimajukan sebagai juara di arena tersebut. Namun, ini harus disematkan dalam pikiran bahwa pertanyaan tersebut secara berkelanjutan mengambil bentuk baru, dan sehingga wacana dan peminatan seringkali berubah. Dalam kontroversi tahun 1839‒40, pertanyaan tersebut meraih sorotan terbesarnya, dan kekuatan berkepentingan berada dalam posisi tergelapnya.

Usai pembelotan pengkhianatan armada Turki ke pihak Mehemet Ali, lima kekuatan besar Eropa resmi berhubungan dengan Porte agar mereka memutuskan untuk mendiskusikan dan menetapkan bersama pertanyaan Timur yang timbul, dan Konferensi yang diserukan bersama di London, kala para Dubes Kekuatan-kekuatan tersebut bertemu dengan otoritas penuh dari pemerintah mereka untuk mengirim masalah tersebut ke persoalan pemastian. Ini nampak secara keseluruhan bahwa Prancis selaras dengan proyek ambisius Mehemet Ali, sementara Inggris memutuskan untuk menggerakkannya untuk mengevakuasi Siria dan memulihkan armada di hadapannya akan menghibur proposisi apapiun darinya untuk diperkenankan untuk mempertahankan Mesir dalam kedudukan warisan, atau bagian Suriah manapun pada masa hidupnya. Negosiasi di London berjalan lambat; bulan demi bulan berlalu, dan pihak-pihak paling berkepentingan tak menghasilkan keputusan pasti. Setiap orang di Inggris khawatir bahwa Britania RRaya harus memainkan peran penting dalam Pertanyaan Timur. Keadaan Timur telah menjadi rusak dan tanpa harapan. Britania Raya menganggap bahwa ini berada dalam kepentingannya untuk menghimpun integritas Kekaisaran Utsmaniyah. Apa yang diartikan oleh prinsip tersebut? Britania Raya selaku Asiatik tak kurang dari Kekuatan Eropa yang berniat untuk melirik bahwa Kekaisaran Utsmaniyah dibuat sepenuhnya independen dan diperkenankan untuk bergerak lewat konsolidasi dan perkembangan provinsi-provinsinya. Seperti di Suriah, setiap orang di Inggris menyadari bahwa kedudukannya khas untuk keamanan provinsi paling berpengaruh dan terkaya di Turki Asiatik, yang menjadi kunci militer. Ini layak didemonstrasikan oleh peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi.

Pada 25 Mei 1840, sebuah pemberontakan dari karakter memperingatkan pecah di Suriah dan Lebanon di kalangan Druse dan Kristen melawan Amir dan Pemerintah Mesir. Pada 15 Juli 1840, sebuah peristiwa yang terjadi membawa perkara Syam ke sebuah krisis. Sebuah konvensi ditandatangani di London antara Inggris, Rusia, Austria dan Prusia, tanpa kehadiran prancis, kala sebuah ultimatum dikirimkan ke Mehemet Ali, menyerukan kepadanya untuk mengevakuasi Palestina. Empat kekuatan menuntutnya, mula-mula, pengajuan kepada Sultan (1839‒1861) Abdul Medjid (1823‒1861) selaku Penguasanya; kedua, pemulihan langsung armada Turki; ketiga, evakuasi Suriah, Adana, Candia, Arabia, dan Kota-kota Suci. Selain itu, empat kekuatan mendeklarasikan pelabuhan Suriah an Mesir ditempatkan dalam keadaan blokade. Akibatnya, Acre, bentang yang menjadi depot besar dan galangan kapal Mehemet Ali, dan yang pada 1799 telah direbut Bonaparte usai serangan kedua belas, kala ia dikalahkan oleh Laksamana Sir William Sidney Smith (1764‒1840) dengan beberapa pelaut dan marinir dan pasukan turki yang tak disiplin, kini sukses dibombardir oleh Laksamana Inggris, Sir Robert Stopford (1768‒1847), dan menempatkan ancang-ancang terhadap pasukan Sultan. Benteng tersebut, yang dianggap tak berpengaruh, menyerah pada 3 November 1840. Jaffa menyerah kepada garisun baru Acre, beberapa hari usai kejatuhan benteng. Pada 3 November, kebahagiaan kejatuhan Acre sampai ke Konstantinopel, dan Pemerintah mengeluarkan perintah untuk pengikutsertaan masyarakat. Pada tanggal 19 bulan tersebut, Gubernur Turki resmi memberitahukan bahwa garisun dan penduduk Yerusalem telah berpihak pada Porte.

Pertanyaan masa depan Palestina kini berkembang. Aapakah Palestina singkatnya ditinggalkan Turki atau Britanai Raya mengamankan beberapa tempat penting? Penekanan menonjol dalam wacana Inggris selaras dengan aneksasi Acre dan Siprus. Acre, di tangan Inggris, atau bangsa lain yang mengkomandani laut, dapat benar0benar membuat pembuahan, dan Siprus juga nampak menjadi pengaruh strategis besar, khususnya untuk Inggris. Alasan untuk aneksasi semacam itu bersinggungan. Inggris dan Sekutu-nya benar-benar tak menyelamatkan Suriah, mereka secara mutlak menyelamatkan seluruh Kekaisaran Ustamniyah. Usai pertempuran Nezib menyerahkan Gunung Taurus kepada Mehemet Ali, tak ada yang dapat menghalangi pawai kemenangan pemberontak ke Konstantinopel Sekutu kemudian memberikan pelayanan terbesar yang memungkinkan kepada Kekaisaran Utsmaniyah yang satu negara dapat raih dari lainnya. Rasa syukur sendiri dapat menghimpun pengakuan paling berharga dari jasa tersebut ketimbang Acre dan Siprus; namun karena layanan telah memicu beberapa resiko, dan pengeluaran besar, kehakiman menuntut agar ini harus dibayarkan; dan tak ada orang yang dapat menyarankan agar ini akan dibayar untuk sangat diselaraskan oleh jalur kewilayahn yang bernilai sedikit pada Turki, walau berguna untuk Inggris, dan yang di genggaman Inggris akan dianggap mensuplai Porte dengan bentang yang takkan dapat didirikan di wilayahnya sendiri. Acre dan Siprus digarisunkan oleh pasukan Inggris akan memberikan perlindungan tersempurna pada Turki. Perhatian juga diserukan pada fakta bahwa tak ada tempat di dunia yang diasosiasikan dengan banyak rekoleksi membanggakan sebagaimana Acre, tempat pengerahan Inggris dari zaman Richard Cœur de Lion (1157‒1199) kepada pasukan Laksamana Sir W. Sidney Smith dan Laksamana Sir Robert Stopford. Pengesahan lain memiliki bobot besar dengan wacana Inggris. Kedudukan Acre akan membuka jalan untuk pengembalian kebenaran Alkitab ke tanah dari kebenaran yang telah menyebar ke umat manusia; dan warga Inggris akan merasa berdosa jika mereka gagal untuk menekan pada Pemerintah mereka akan kebutuhan merebut kesempatan kegemilangan dan pemberkatan tersebut. Namun, untuk mengambil pandangan persoalan yang lebih berguna, Britania Raya, yang menduduki wilayah menonjol Acre, takkan berada di bawah kebutuhan memperjuangkan kebebasan rute darat ke Inggris dari Kekuatan lainnya. Ia akan mengkomandoinya sepanjang masa. Acre di tangan Britania Raya akan menjadi pertahanan sempurna melawan pemberontakan di Mesir atau Suriah, dan pada kenyataannya akan mewujudkan Kekaisaran Turki melawan satu-satunya bahaya yang dapat mengancamnya pada sisi Asia.

Dampak pemukiman Inggris di Suriah pada kepentingan umum umat manusia menunjukkan pertanyaan yang lebih serius. Suriah dan wilayah sekitarnya berada dalam keadaan yang lebih buruk ketimbang yang terjadi pada 2000 tahun lampau. Walau gurun Amerika dan Australasia telah direbut ulang untuk dipakai manusia, sementara India telah dibawa pada perdamaian dan persatuan dan penaungan terburuknya telah drombak, jika tak segera berakhir, lewat pengaruh peradaban Eropa, manusia memberikan tempat pada makhluk-makhluk licik dari alam liar di daerah-daerah tersebut dari seluruh hal yang ia ketahui baik, awalnya dikirimkan. Pemukiman Inggris di Suriah memulai pengerjaan regenerasi di daerah paling mulia dan penting di dunia. Inggris akan berada pada Suriah dan wilayah sekitar yang semuanya berada pada India—perlindungan arbiter umum nan lemah, pembuat perdamaian universal. Hukum dan kebebasannya memperkenankannya untuk memenuhi fungsi tersebut, kepentingan perdagangannya menyelaraskannya untuk mengambilnya, sementara kekayaannya, supremasi kelautannya dan kekuatan kolonialnya menyelimutinya dengan cara mewajibkan keperluan tersebut. Kenapa kekuatan lainnya harus menentangnya merebut kawasan tersebut? Agar perebutan tersebut akan menambahkan pendapatan perdagangannya dan kekuatan pertahanannya telah dikerahkan. Namun tak ada negara yang bahkan sebelumnya mengupayakan peningkatan sumber daya perdagangannya dan menambahkan kekuatan pertahanannya lewat cara pengesahan mereka sendiri, yang takkan dalam cara apapun bergesekan pada hak atau kepentingan pihak lain? Kemajuan dunia dalam peradaban dan kebahagiaan harus dipertahankan selamanya secara tetap, jika setiap bangsa memegang pemeriksaan lewat persinggungan pihak lain. Ini adalah sikap wacana publik pada pertanyaan ini dari sudut pandang pergerakan manusia dan kepentingan Inggris.