Sejarah Zionisme, 1600-1918/Volume 1/Bab 28
BAB XXVIII.
PERANG KRIMEA
Rusia dan Turki—Protektorat atas Kristen Yunani—Pertanyaan “Tempat-tempat Suci”—Gereja Yunani—Sultan Mahmud II. dan Tsar Nikolas I.—Yurisdiksi di Turki—Pangeran Menschikoff—Aliansi antara Prancis, Britania Raya dan Turki—Sardinia—Alexander II.—Kejatuhan Sebastopol—Keputusan damai di Paris—Pertanyaan reformasi—Sudut pandang Yahudi—Perang Krimea dan Palestina—Dr. Benisch dalam Kronik Yahudi—Propaganda Kristen Zionis—Rev. W. H. Johnstone—Mr. Robert Young.
Pada 1853, sebuah perjuangan besar pecah antara Rusia dan Turki, penyebab langsungnya adalah keinginan Rusia untuk emajukan protektorat pada Kristen Yunani di wilayah kekuasaan Turki. Ini disertai oleh sengketa antara Rusia dan kekuatan Eropa lain, khususnya Prancis, yang timbul pada penjagaan “Tempat-tempat Suci.” Nasib Palestina terlibat dalam masalah perjuangan tersebut.
Keberadaan Gereja Yunani untuk memegang hak pendudukan “Tempat-tempat Suci” telah ada sejak zaman gereja perdana. Gereja Yunani selalu bertindak sebagai perwakilan menonjol Gereja Timur, berjuang untuk mewarisi klaimnya terhadap persekutuan ortodoks kala suatu kejadian terjadi, pada abad kedua, terkait musim sebenarnya untuk perayaan paskah, dan membagi komunitasnya menjadi dua bagian terpisah.
Dugaan dan keperluan Gereja sebenarnya menghimpun kedudukan penuh dan tak terganggu dari “Tempat-tempat Suci,” tempat Gereja Yunani menganggapnya pengaruh vital agar upacara agama tertentu harus diadakan, sampai peziarahan dibuat oleh para anggotanya yang taat. Beberapa oranggota maju pada Pemerintahan Rusia dengan alasan atas klaimnya, mungkin berdasarkan pada fakta. Pada masa itu, sebagian besar Komunitas Kristen di seluruh Suriah dan Palestina mengikuti kepercayaan Ortodoks Yunani. Di seluruh Kekaisaran Utsmaniyah, jumlah mereka sangat menonjol; perkiraan pada 1852‒53 mencapai jumlah setinggi 11.000.000 anggota Gereja Yunani. Di Yunani, agama tersebut menjadi agama negara, walau di seluruh kepulauan Yunani, para anggotanya kalah jumlah dengan aliran Kristen lain. Utara Danube, Wallachia dan Moldavia berada di bawah sorotannya dan dianggap berada di bawah perlindungan Rusia.
Biara-biara Yunani di Tanah Suci tak hanya berada di bawah perlindungan dan kendali Rusia, namun utamanya didukung oleh dorongan dari negara tersebut. Di bawah pengaruh tersebut, komuinitas masih membuat pergerakan terbesar yang memungkinkan, dan menempatkan setiap upaya untuk menggerakkan mereka langkah demi langkah, tak meninggalkan batu yang tak diturunkan dalam dorongan mereka untuk membangkitkan diri mereka sendiri di atas Gereja lainnya.
Rumor yang kini beredar menyatakan bahwa propaganda Rusia yang kuat dijejakkan. Bahkan dikatakan bahwa Sultan Mahmud II memberikan asuransi kepada dampak, kala kematian Mehemet Ali, Tanah Suci harus diberikan kepada wilayah kekuasaan Rusia pada kondisi tertentu yang timbul. Sebetulnya, khayalan memiliki cangkupan kebebasan dalam penciptaan mitos dari jenis tersebut. Namun pada tingkat manapun, terdapat penekanan besar di luar bahwa Rusia ragu untuk menaklukan dan menganeksasi Tanah Suci.
Kekaisaran malang tersebut yang membuat Inggris dan Prancis menumpahkan banyak darah dan membuat banyak pengorbanan terus menghadapi kecemasan dan ketegangan di Eropa. Turki meraih banyak lewat perang dengan cara keamanan dari invasi dan perluasan otoritas pusat kepada provinsi-provinsi yang sebelumnya bersifat separuh independen. Kekuatan Barat, dan terutama Inggris, menunggu dengan cemas agar reformasi dan pergerakan dijanjikan oleh para teman-teman sedarah dari kepentingan Turki. Namun Turki tak melakukannya. Keuangannya bergejolak. Skema yang diusahakan oleh Inggris yang sedang berjalan mengalami penundaan. Sementara Porte memegang kepentingan atas uang yang dipakai untuk pengeluaran terkini, ini dapat sangat diharapkan untuk menjaga pembagian pada beberapa juta sterling, dan ini akan menginspirasi sedikit kepercayaan diri jika ini dilakukan. Kemudian, ini menjadi waktu bagi negarawan untuk mengkaji pertanyaan tersebut dan melaksanakan rencana mereka.
Dari seluruh kejahatan yang diperbuat Negara Turki, korupsi—dalam esensi penyangkalan keadilan—nampak merupakan yang terburuk. Setiap negara non-Muslim diperkenankan di hadapan pengadilan uskupnya sendiri dalam persoalan litigasi yang hanya para anggotanya yang menyororti. hukum sipil diurus dalam pengadilan Yunani; orang-orang Armenia menjadi subyek dari banyak regulasi yang diberlakukan dari pelosok Asia. Pengadilan Turki dipimpin oleh para fungsioner yang sangat memiliki karakter imam, dan hukum dilandaskan pada al-Qur'an yang dicantumkan dari buku tulis yang ditafsirkan oleh para penafsir semacam itu. Esensi harfiah mengartikan satu hal, esensi kiasan mengartikan hal lainnya, dan kesempatan terbaik meraih keadilan adalah kala hakim tak mendapati penyelarasan kasus dan memutuskan sesuai esensi umumnya sendiri. Namun, otoritas kitab sucinya dan wacana pribadinya terus dipengaruhi oleh argumen yang lebih persuasif ketimbang permohonan apapun. Korupsi dari bentuk pengadiloan tersebut sangatlah terkenal, dan para uskup Kristen tak beranggapan lebih baik ketimbang umat. Sebagaimana yurisdiksi Frank, ini menjadi pertentangan, yang bergesekan dengan seluruh sistem. Setiap orang ditempatkan di bawah perwakilan bangsanya sendiri; walaupun pejabat dan wakilnya digugat, dan ia diadili untuk dakwaan apapun. Jika perwira Prancis dan pembuat sepatu Jerman memiliki perbedaan terkait sepasang bot, yang satu membuat penerapannya lewat Internunsiasi Austria, yang lainnya menanggapinya melalui Kedubes Prancis. Persoalan tersebut menjadi contoh pertama yang dirujuk kepada para konsul, yang mengerti sedikit hukum, dan banding terjadi di hadapan para dubes, yang kurang dikenal. Pengadilan perdagangan dibentuk di beberpaa kota utama, dan meraih pengaruh yang baik; namun sebagai negara terbuka yang lebih dan lebih kepada wirausaha komersial, ini meningkatkan pergerakan populasi non-Muslim, pengadilan menjadi tergoyahkan.
Tanpa ragu, negara tersebut dengan sangat buruk membutuhkan penunjangan material: jalan raya dan bendungan umumnya menjadi pengerjaan awal dari peradaban terbarukan. Namun basis sebenarnya dari penunjangan dipercayakan pada Pemerintah, dan penjagaan kepemilikan harta benda yang tak terganggu. Pemercayaan semacam itu tak dapat ada tanpa pengadilan impartial dan hukum sensitif. Hakim yang sangat handal tak dapat melakukan keadilan seturut al-Qur'an, sementara kitab-kitab Yustinianus dan Napoleon tak disediakan sepanjang dorongan terpanjang menjadi argumen terbaik.
Sehingga, ini menjadi tugas kekuatan barat untuk menganggap bagaimana keadilan dapat diurus untuk memberanukan penduduk asli dan pemukim untuk bergabung dalam pengerjaan pemberlakuan. Beberapa orang yang berpikir mengunjungi Timur tanpa merumuskan beberapa rencana untuk mensuplai keinginan terbesar dna pertama tersbeut. Kesimpilan umum berdasarkan pada penghimpunan kebutuhan untuk melanjutkan “Kapitulasi.” Ini ditunjang pada ketidakmungkinan untuk warga asing untuk mengajukan diri mereka sendiri ke otoritas penguasa yang berkuasa di wilaayh tersebut; dan melalui pengalaman pengadilan penduduk asli, dan fakta bahwa tiada orang yang memutuskan untuk mengambil usaha komersial apapun tanpa keamanan, yang secara alami menghimpun perlindungan asing. Sehingga, loebih dari satu penjelajah merekomendasikan agar kitab hukum harus disepakati oleh kekuatan-kekuatan besar, dan bahwa di setiap pelabuhan, para hakim Prancis, Inggris, dll harus memutuskan kasus semacam itu yang melibatkan kebebasan atau harta benda Eropa. Sistem semacam itu dianggap lebih tinggi ketimbang aturan sebelumnya yang diberlakukan. Namun, di sisi lain, ini menghimpun pengeluaran yang hanya dapat dikembalikan secara temporer.
Turki telah banyak menderita akibat kekuatan utusan Eropan dan permusuhan mereka terhadap satu sama lain. Kekuatan Barat tak lupa bahwa mereka menyatakan perang untuk kemerdekaan dan integritas Kekaisaran Utsmaniyah. Mereka memahami bahwa pengadilan campuran didudukkan di ibukotanya untuk mengadili warga asing sebagai hal yang bukan bangsa berjiwa tinggal yang aakn memperkenankan, dan bahwa, jika keadaan membuatnya dibutuhkan untuk menuntut yurisdiksi terhadap warga asing di ibukota Sultan, yang hanya dapat sampai unsur-unsur keadaan hal baik yang datang. Sehingga, kekuatan tersebut telah melirik ke depan menuju waktu kala Turki berdiri sendiri, dan seluruh perlindungan dan yurisdiksi dengan cara Kapitulasi akan berhenti berlaku. Sebuah kitab hukum terkenal mengatur seluruh ras dan agama, diurus oleh sosok berpendidikan yang baik, dan ditaati oleh penduduk asli dan warga asing, menjadi tujuan ideal yang para pendukung Turki kerjakan. Kedaulatan negara harus menjadi kepala sistem dan tertinggi dalam wilayah kekuasaannya sendiri. Meskipun skema semacam itu menuntut penyorotan pada masa itu, dan celahnya telah diisi oleh pengadilan “campuran”, sehingga wacana publik di Inggris menganggap bahwa tak ada yang harus dilakukan agar dapat mencegah pendirian sistem yang lebih baik pada masa berikutnya. Ini juga diyakini bahwa jika sistem hukum selaras dibentuk, orang-orang dapat mendapatinya di Inggris, Prancis dan negara lain untuk mengaturnya secara sukses. Namun, ini ditujukan pada seluruh penanganan sistem yudisial Turki yang melibatkan perhatian langsung pemikiran politikusl pertanyaan perpajakan dan pemanfaatan lahan khususnya kepentingan dalam pandangan peningkatan perdagangan di Timur dan perkembangan memungkinkan dalam persoalan imigrasi; agar tak ada yang dapat disorot pada kepentingan Turki yang harus dihimpun; dan bahwa ketiadaan hukum dan keamanan yang baik menjadi tantangan pertama dari penunjangannya, dan sehingga harus menjadi pemikiran pertama negarawan dan dermawan.
Disini, kami melihat seluruh unsur masalah Zionis politik. Seluruh perkembangannya menyiapkan jalan untuk gagasan perlindungan Yahudi di Timur, dan mengambil stimulus kuat untuk merencanakan kolonisasi Palestina oleh Yahudi.
Pada musim semi 1853, Pemerintah Rusia mengajukan kepada Porte, melalui Pangeran A. S. Menschikoff (1787‒1869), sebuah ultimatum terkait Kristen Yunani dan persoalan lain. Inggris dan Prancis bersiap untuk mendukung Sultan Abdul Medjid melawan Rusia, dan mengerahkan armada mereka di Teluk Bezika. Pada Juli, pasukan Rusia bergerak ke kepangeranan Danube. Pada 4 Oktober 1853, Turki mendeklarasikan perang. Sehingga, armada Inggris dan Prancis melintas melalui Dardanelles. Pada 12 Maret 1854, Prancis dan Britania Raya menjalin persekutuan dengan Turki. Dua pekan kemudian, mereka mendeklarasikan perang melawan Rusia. Pada permulaan Oktober, Sekutu memulai penyerbuan reguler terhadap Sebastopol. Sardinia bergabung dengan Sekutu pada Januari 1855. Sementara itu, Kaisar Nikolas I wafat, dan Alexander II naik takhta. Pada 8 November, Sebastopol jatuh ke tangan Sekutu.
Blok Barat merampungkan pendudukan Turki dalam dua tahun; namun reformasi, yang banyak mereka katakan, masih berlangsung. turki mempertahankan apa yang berada dalam pemerintahan internal dan kekeliruan kepengurusan. Rasa khawatir dapat mengendalikan penyalahgunaan danatisisme, perbaikan menghancurkan aap yang masih menjadi kebanggaan nasional; namun pelecehan yang terjadi berabad-abad masih timbul. Kini, regenerasi sosial Negara Utsmaniyah menjadi bagian kebijakan sah Blok Barat. Keberadaan pasukan asing besar telah mematahkan kebanggaan dunia Islam, atau memaksa pemutusannya; Suiltan, walau kurang tersorot dari pandangan para diplomat, telah menjadi lebih bertanggung jawab pada negara-negara Eropa dan persaudaraan para penguasa yang ia kini pegang tempatnya; Turki sendiri, disamping berani dan bermartabat, terkikis dari hari ke hari, disamping keinginan budaya modern; suku-suku Kristen meningkat dalam jumlah dan kekuatan; para peniaga Konstantinopel, Smyrna, dan Alexandria makin kaya dengan emas Inggris, sementara wirausaha Inggris nampak makin, walau bertahap, menambahkan kekaisaran Sultan ke ranah kegiatan luasnya.
Keadilan, kemanusiaan, janji Inggris, argumennya yang menentang musuh-musuhnya, menuntut agar bimbingannya seharusnya tak mendadak berhenti. Ia dan prancis kini menjadi pelindung wilaayh Utsmaniyah dan daerah sekitarnya; mereka adalah juru dari setiap posisi miltier, setiap laut diarungi oleh armada mereka; setiap pelabuhan dipenuhi perdagangan yang dijaga pasukan besar mereka. Ini merupakan supremasi mereka selaku salah satu pasukan itu sendiri. Apapun yang menjadi perasaan tersebut timbul lewat kebijakan mereka, setiap kelas dan golongan didorong untuk memuluskan motif mereka dan mengakui keberadaan mereka. Apapun yang dianggap atas dasar rasial dan keagamaan, tentunya peminatan material pada ujung setiap hal lainnya. Setiap usaha dipandang dengan jelas bahwa kemakmurannya sendiri ditunjang oleh keberadaan dua negara kaya, dalam kebutuhan besar dan suplai tetap, dan kehendak untuk membayar secara bebas dan sesekali. Di hati mereka, mereka tak berharap untuk kembali mengurangi kegiatan lalu litnas dengan Pemerintahan mereka sendiri yang bangkrut, atau dengan keadaan kemiskinan pelosok Turki dan Persia. Para petani yang menggarap lahan menerima dimanapun tirani lokal agar tak merampok mereka dari penganugerahan adil dari pengerjaan mereka. Tuan tanah juga menjadi kaya, dan tak memiliki alasan untuk menyesalkan perang salib barat, yang memberikannya pendirian nilai empat kali lipat. Sangat selaras dengan pergerakan, dan kemudian menggetarkan turki dalam apa yang hanya berdampak pada patriotisme dan pendirian berdikari mereka, bahwa ini meragukan apapun yang sebagian besar dunia Muslim menginginkan evakuasi negara oleh pasukan Sekutu. Sebetulnya, Inggris menyoroti pergerakan Turki dalam sorotan berbeda dari yang disaksikan oleh rakyatnya sendiri. Meskipun demikian, Inggris bahkan tak dapat gagal untuk mewujudkan agar jika mereka menarik diri, terdapat ketidakraguan bahwa kebutuan lama akan kembali secara langsung, dan bahwa ini akan menjadi lebih buruk ketimbang sebelumnya, karena ketenaran lama dan perlakuan komando mempertahankan dunia Islam dalam masa sebelumnya, kala “Rajah” diminta untuk ditaati, dan warga asing menjadi pendatang, yang tak memperdulikan apapun selain perdamaian dan kemakmurannya sendiri. Kini, semuanya berubah: Turki masih menonjol, tanpa otoritas pemerintahan; Kristen tanpa hak, meskipun merasakan kekuatannya; sementara setiap negara memiliki petualang atau kapitalis di lahannya, masing-masing dengan skemanya sendiri yang diluncurkan atau diterapkan, dan semuanya sepakat dalam tuntutan agar tanah yang kaya seharusnya tak lagi menjadi warisan kemalasan dan kebodohan.
Perdamaian ditandatangani di Paris—tempat Kongres Kekuatan berlangsung dalam sesi—pada 30 Maret 1856. Integritas Kekaisaran Utsmaniyah dipandu oleh Kekuatan; reformasi dijanjikan oleh Sultan; Rusia menarik protektoratnya atas kepangeranan Danube, dan mencaplok jalur Bessarabia menuju Moldavia; Laut Hitam dinetralisir. Kongres tersebut disatukan dalam “Deklarasi Paris,” yang menjabarkan beberapa prinsip hukum internasional.
Pertanyaan yang Yahudi sosorti mula-mula adalah seluruh pendirian mereka di Palestina, serta di seluruh Kekaisaran Turki. Menurut pernyataan perjanjian, Yahudi dikecualikan dari penjagaan umum dan kekebalan “Rajah” di bawah perlindungan kekuatan terkait. Namun, di sisi lain, seluruh hak diberikan oleh Sultan kepada warga Kristen-nya yang juga diperluas ke Yahudi; dan ini jelas bahwa, jika Turki memahami posisinya dengan baik, ini juga akan menjadi kebijakan mendatang mereka, melihat bahwa ini berada dalam kepentingannya bukan untuk menciptakan ketidakselarasan di kalangan badan besar dan setia lewat menolakan satu golongan non-Muslim yang terhimpun dengan lainnya, dan sehingga mengasingkan satu-satunya golongan non-Muslim dari populasi yang menghibur sentimen pembalasan dendam, dan satu bagian yang dapat menetralisir pergerakan memungkinkan apapun pada bagian golongan lain.
Perang di satu sisi meningkatkan harga tujuan, dan di sisi lain memotong suplai yang diterima oleh Yahudi Palestina pada masa damai dari berabad-abad kala masyarakat Yahudi bermukim, sebuah bencana kelapan menerjang Tanah Suci, dan berdampak pada sebagian besar orang yang menggantungkan kehidupan mereka pada bantuan kecil yang diberikan kepada mereka oleh Yahudi di negara-negara asing. Tangisan berkembang di Timur dan disuarakan di seluruh dunia Barat. Kini, waktu yang baik datang. “kami mendapati”, tulis Dr. Abraham Benisch (1811‒1878), “tak ada perbandingan lain dalam sejarah Yahudi untuk menyalamatkannya agar ditawarkan lewat beberapa kejadian yang disebutkan dalam kitab-kitab Ezra (fl. 3413 a.m.) dan Nehemia (fl. 3426 a.m.). Abdul-Medjed memiliki kemiripan dengan Cyrus yang takut akan Allah (ob. 529 b.c.e.); dan dampak kesalehan untuk persaudaraan dan neagra, pencurahan dan patriotisme kemudian timbul di kalangan para patriot di pesisir Egrat memindahkan kursi mereka ke tepi Thames. Sejauh ini, pemberkatan Allah terhimpun pada pengerjaan tersebut. Namun, Roma tak terbangun pada masa itu, dan menjadi negara yang terregenerasikan dalam beberapa tahun.”
Sukar untuk dikatakan, rujukan disini adalah regenerasi negara Yahudi di Palestina. Namun untuk keselamatan keperluan tersebut dan keamanan penuh diinginkan—masalah yang bergesekan dengan Zionsime modern, dan dijawab lewat program Basle tahun 1897. “Yahudi, sebetulnya, kini dapat menyemai dan menanam. Namun akankah ia juga diperkenankan untuk singgah? Akankah putra gurun liar diturunkan dan menggarap tanaman sebelum pemotongan sabit? Sultan dapat mengemansipasikan warga Yahudi-nya di Tanah Suci, namun, dalam rangka memperkenankan untuk mendapatkan manfaat apapun dari bantuan yang diberikan, ia harus memberikan mereka pemerintahan yang kuat untuk melindungi nyawa dan harta benda. Lengan keadilan harus menekan ketakberhukuman dan menekan pembuat kesalahan.... Akankah Porte dengan mudah dapat mendirikan pemerintahan kuat di Palestina sebagaimana tempat tersebut memberkatinya dengan lembaga-lembaga liberal? Ini adalah pertanyaan lain yang dari ke waktu sendiri dapat dijawab, dan jawabannya menjadi kesuksesan skema pertanian bagi Yahudi Palestina yang harus bergantung sepenuhnya.”
Tanpa ragu, tahun 1856 menawarkan kesempatan besar, penjagaan hukum disediakan dan Yahudi dipersiapkan. Sayangnya, kondisi esensial tersebut tak terwujud pada masa itu, dan tak ada hasil terapan yang dicapai.
Rev. William Henry Johnstone, Kapelan Addiscombe, dan penulis banyak karya teologi, menceramahi Pemulihan Israel ke Tanah Suci:—
“Jika perjanjian politik mengeraskan krisis, kala ini dapat diinginkan untuk menghimpun apa yang dilakukan dengan Palestina, ini menggerakkan Yahudi untuk mengambil kebutuhan terdekatnya pada tugas mereka.... Ini bukanlah hal luar biasa bahwa Palestina ditempatkan pada golongan pemilik kunonya....” “Dalam satu hal, aku merasa bahwa Yahudi memiliki alasan untuk mengeluhkan banyak Kristen. Hukum Ilahi, yang mereka jadikan penjagaan, tak pernah ditarik. Jehovah memberikannya, dan Jehovah tak pernah mengambilnya kembali.” “Karena saat ini aku merajut seluruh pengadaan prediksi kitab suci. Namun, tanpa rujukan apapun pada Alkitab, sangat jelas bahwa seluruh hunian Israel di Tanah Suci akan sejajar dengan pemberkatan manusia terbesar. Yahudi, walau kini terpencar di seluruh dunia, disatukan oleh setiap ikatan nasional,... Mereka memiliki hubungan dengan seluruh kota besar; mereka menghimpun mata air pergerakan industri dan wirausaha modern; dan mereka memiliki keberanian dan kecerdikan. Mereka memiliki hadiah tersebut, juga, yang tak ada bangsa lainnya miliki sejak pembuangan Babel,—mereka dapat berbincang dengan seluruh orang dengan bahasa mereka sendiri. Mereka biasanya, apa yang Kristen apostolik raih lewat perantara mukjizat, hadiah lidah. Sehingga, mereka tak hanya berlandaskan karya Babel, namun juga memegang karya para rasul.”
Penulis keagamaan lainnya memberikan ekspresi puitis terhadap gagasan tersebut.
Bangkitlah, Allah yang agung! dan lekaslah merahmati
Sebar benih-benih kegemilangan pada ras Yakub;
Memulihkan kelompok pengembara yang lama hilang.
Dan serukan mereka ke tanah asli mereka.
Lekaslah penderitaan mereka disembuhkan kasih,
Perlintasan tersembunyi mereka, segel perlindungan mereka:
Wahai Allah Israel! dengarlah doa kami,
Dan berikan mereka kasih untuk dibagi.