Lompat ke isi

Sejarah Zionisme, 1600-1918/Volume 1/Bab 3

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

BAB III.

PENERIMAAN KEMBALI YAHUDI KE INGGRIS

Manasseh Ben-Israel—Aaron Levi alias Antony Montezinos—Moses Wall—Leonard Busher—David Abrabanel [Manuel Martinez Dormido]—Oliver St. John.

Manasseh Ben-Israel (1606‒1657), pengkotbah Yahudi Amsterdam dan pengarang Ibrani-Spanyol, adalah kepala promotor penerimaan kembali Yahudi ke Inggris dan tokoh utama dalam sejarah peristiwa besar tersebut. Ia memiliki seluruh kebajikan dan penyertaan dari seorang pemimpin. Ia adalah sosok intelek murni dan karakter moral tinggi, tanpa menyendiri dalam pemikiran, kata dan perbuatan, lugas dan tulus, pembawaan luar biasa dan atraktif secara tak tertandingi, pada saat yang sama pemercaya agama taat dan sosok tindakan terapan. Seluruh kesedihan dan seluruh harapan bangsa Yahudi lama ada padanya, dan seluruh keindagan Alkitab berada pada visi-visinya.

Manasseh adalah otoritas Talmud tingkat satu, sekaligus kapal mazhab Rabinik besar, sekaligus pemimpin rabi paling diakui secara resmi dan disanjung. Ia tak mencapai penekanan dalam bidang Halakhah, tempat otoritas sendiri, menurut pandangan tradisional, dapat memenangkan di kalangan Rabi handal dan para pengikut mereka. Di ranah Rabbinik tingkat tinggi, ia dapat dianggap menonjol atau ekletik, mungkin sejenis pemimpinl dan bukan tanpa keadilan. Sosok “praktikal” pada masa itu, lagi-lagi, dapat menekankan bahwa ada pengerjaan “praktikal” langsung untuk Manasseh untuk dilakukan dalam kongrgeasi, dalam masyarakat, dalam amal dan dalam mazhab di kalangan Yahudi Portugis dari “Jodenbreestraat” di Amsterdam, dan bahwa ia akan melakukan hal terbaik jika ia mencurahkan dirinya untuk pengerjaan lokal biasa, alih-alih berlagak chimera dan merencanakan skema-skema Utopia dalam kesepakatan tertutup dengan Orang-orang Suci Puritan dan penjelajah Marrano. Dan sehingga, di samping seluruh kebutuhan waktu secara langsung, sosok menonjol tersebut, yang terinspirasi oleh visi Sepuluh Suku Israel yang hilang, nemulis buku satu sama lain; bukan kitab-kitab Rabbinikal tempat umum tradisional yang bersepakat dengan pertanyaan dan penjelasan tindakan kehidupan keagamaan Yahudi setiap hari, selain kitab-kitab soal masa lalu dan masa depan, soal Sepuluh Suku dan tentang Israel selaku sebuah bangsa—dan dengan sentuhan intim dari mistisisme dan puisi. Ia menganggap bahwa agama Yahudi mewajibkan beberapa hal melebihi kegiatan lokal, yang membutuhkan pertahanan diri yang tidak takut dan nampak jelas, diemansipasi dari rutinitas, dan tak melokalisir dalam batas-batas satu negara. Dan ia tak hanya menulis buku-buku dalam Ibrani, Spanyol, dan Latin soal subyek tersebut, namun memiliki beberapa dari mereka yang diterjemahkan dalam bahasa lain; ia juga masuk hubungan pribadi dengan “para pemimpi” non-Yahudi yang menghimpun kekerabatan intelektual dengan mereka lewat gagasan-gagasan mereka, walaupun mereka menentangnya pada kontroversi soal beberapa penekanan esensial. ia menulis petisi dan proposal, dan terlibat dalam keberadaan tertentu dengan apa yang harus, menurut beberapa rabbi lainnya, selaras untuk diserahkan pada Sang Khalik. Ini digambarkan padanya bahwa Yahudi harus dimukimkan kembali di Inggris untuk menghimpun jalan untuk pemukiman ulang terakhir mereka di Palestina.

Manasseh bukanlah apa-apa jika bukan seorang Zionis, jika kita melirik Zionisme dalam sorotan masanya. Ia tanpa ragu merupakan seorang pemimpin, selain salah satu pemimpi yang firman Pemazmur berujar, “... keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi.” Ia memadukan kebijaksanaan duniawi dengan jiwa nubuat. Terdapat beberapa sihir kuno tentangnya; terdapat esensi agama mendalam pada setiap tulisannya. Karakter agama tersebut memperkenankan Manasseh untuk menyetir Kristen Inggris pada suatu masa kala terdapat perombakan besar hati nurani keagamaan. Tanpa kekayaan, yahudi dapat mempengaruhi Inggris sebagaimana cendekiawan Ibrani malang tersebut; tak ada komunitas Yahudi yang kuat yang dapat menghasilkan penekanan setara yang dihasilkan oleh pemimpi Yahudi tersebut, tak hanya lewat kegiatan tak mengikatnya, dan pemikiran yang dihasilkan oleh kajian sejarah Yahudi. Sehingga, ia menghimpun dirinya untuk tampil dengan dorongan energi dan moral terhadap pelayanan bertanggung jawab terhadap bangsa Yahudi, yang ia bawa dengan kesetiaan, inspirasi dan antusias tunggal, serta dengan pengarahan dan taktik.

Ia mengirim saudara iparnya, David Abrabanel [Manuel Martinez Dormido] ke Inggris pada 1654, untuk menghadirkan petisi kepada Dewan untuk penerimaan kembali Yahudi, dan menyusul kunjungan tersebut dengan perjalanannya sendiri ke Inggris, dalam rangka mendukung petisi tersebut.

Dalam selebaran dini dari Thesouro dos Dinim, buatan Manasseh Ben-Israel, Amsterdam, 5405 (1645), namanya muncul sebagai salah satu pendedikasi dan disebutkan sebagai Parnas da Sedaká e Talmud Tora. Pada 1663, ia singgah disana. Pada tahun berikutnya, “David ABrabanel dormido” muncul sebagai salah satu penandatangan Ascamot pertama dari Sephardi Kahal di London pada tahun 5424. Ia wafat pada 2 Nisan 5427, dan disemayamkan di carera kedua di Beth Haim pada halaman Beth Holim di Mile End.

Taka ada keraguan dari beberapa sebab auksilier yang membuat penerimaan kembali Yahudi memungkinkan, dan kondisi umum pada masa itu dan negara tersebut dianggap disenangi. Meskipun demikian, fakta menyatakan bahwa penekanan khayalan kuat Manasseh dan konsep Mesianik emosionalnya merupakan unsur penggerak paling menonjol dalam cerita menakjubkan dari pemukiman ulang Yahudi di Inggris. Ini membenarkan bahwa ia tak berhasil dalam mengajukan ijin resmi untuk pemukiman ulang yang diinginkan olehnya, namun lewat penerbitan bandingnya yang membawa subyek menonjol ke hadapan pemikirna pemerintah Inggris, dan sehingga secara tak langsung berujung pada pengakuan fakta bahwa tak ada dalam hukum Inggris yang menentang penerimaan kembali Yahudi.

Seseorang dapat berujar, tanpa melebih-lebihkan, bahwa ada gagasan Alkitabiah dan Mesianik yang sangat berakar dalam peristiwa besar tersebut. Akibatnya, Zionisme berdiri dalam pemukiman ulang Yahudi di Inggris. Ini menjadi jelas pada setiap orang yang mengkaji tulisan-tulisan Manasseh, terutama dalam Ibrani asli, bahasa yang dapat dipahami olehnya dan diapresiasi. Gagasan kesukaannya adalah bahwa pemulangan Yahudi ke tanah leluhur mereka harus didahului oleh penekanan umum mereka. Menurut firman Alkitab, penyebaranterjadi dari satu ujung bumi keujung lainnya, dan sehingga harus meliputi Kepulauan Inggris, yang berada di ujung utara dari dunia yang dihuni. Manasseh tak membuat rahasia dari harapan Mesianiknya, karena ia dapat dan mampu menyatakan fakta bahwa “Orang-orang Suci” atau Puritan berharap untuk “mengumpulkan orang-orang Allah” di kampung leluhur mereka dan memutuskan untuk menolong dan mempromosikannya.

Apa yang menjadi perbedaan antara Manasseh dan para Rabbi lainnya? Tak ada Rabbi yang dapat gagal untuk selaras dengan nubuat familiar Alkitab, dan mengetahui bahwa Penyebaran dari satu ujung bumi ke ujung lainnya. Ini bukanlah nubuat yang dikutip dalam doa harian Yahudi, doa yang tak terdengar, seperti yang nampak, pada kedalaman gelap dari 2000 tahun penyebaran, dan mengetahui setiap kanak-kanak yahudi? Atau bukan para Rabbi yang menekankan harapan Mesianik tersebut yang menginspirasi Manasseh? Hanya ada satu perbedaan: perbedaan antara pasivitas dan aktivitas, antara penekanan spiritual murni dan penekanan yang berujung pada tindakan. Jika penyebaran tersebut telah rampung, maka Sang Khalik yang membuatnya selesai—ini merupakan sudut pandang lazim. Orang-orang yang sebenarnya kurang meyakini untuk melakukan hal apapun, karena mereka tak berharap untuk menghadapi marabahaya kegagalan. Mereka menghidupkan itu, dari bangsa-bangsa yang mati—pada kesedihan. Melankoli mereka memiliki banyak keluarbiasaan di dalamnya, namun ini tak berujung pada apapun dan berakhir dalam ketiadaan. Mereka tak peduli untuk berupaya untuk menjamah rahasia Sang Kahlik; karena Allah sendiri dapat melihat apa yang akan terjadi, dan tak ada orang yang dapat menghindari takdirnya. Mereka enggan untuk melakukan upaya apapun untuk penerimaan kembali persaudaraan mereka tak hanya di Palestina, namun bahkan di Inggris. Mereka adalah orang percaya, bukan orang yang bertindak. Manasseh mengambil persoalan tersebut dengan tangannya sendiri. Ia tak hanya meyakini, ia bertindak selaras dengan kepercayaannya. Ia mengumpulkan bukti dengan kepedulian yudisial, kesulitan yang berbobot dan terukur, mempertaahnkan fakta yang diam pada pikirannya, mengkaji fakta penyebaran dengan kepentingan dan ketonjolan. Ia mendudukan dirinya sendiri dengan Mesianisme melebihi cendekiawan yahudi manapun sejak Don Isaac de Judah Abrabanel (1437‒1508), dan lebih efektif ketimbang Abrabanel, karena karakter aktif dari rencananya.

Dalam karyanya מקוה ישראל, Esperança de Israel (Appendix iv), Manasseh mengaitkan bagaimana penjelajah Marrano, Aaron Levi, alias Antony Montezinos, kala berkunjung ke Amerika Selatan, mendapati ras penduduk asli di pegunungan Cordillera, yang melantunkan Shema, menerapkan upacara Yahudi, dan, singkatnya, merupakan bangsa Israel dari suku Reuben. Montezinos mengaitkan kisahnya dengan Manasseh, dan bahkan menubuhkannya dengan sumpah di hadapan Sinagoga Amsterdam. Kisah Montezinos nampak merupakan pembuktian dari peningkatan penyebaran Israel. Daniel (xii. 7) menempatkan dalam nubuatnya bahwa penyebaran bangsa Yahudi akan menjadi penggerakan pemulihan mereka.

“TUHAN akan menyerakkan engkau ke antara segala bangsa dari ujung bumi ke ujung bumi;...” (Ulangan 28:64).

Ini dijelaskan dari laporan Montezinos dan penjelajah lain agar Yahudi mencapai satu ujung bumi. “Marilah kita memasuki Inggris dan ujung lainnya akan dicapai.” Dalam esensi tersebut, Manasseh menulis kitabnya, yang pada penyelidikan John Dury (1596‒1680) diterjemahkan ke Inggris oleh Puritan Moses Wall, dari versi Latin (Appendix v), dari versi Spanyol asli dengan judul The Hope of Israel (Appendix vi), yang menghasilkan penekanan menonjol di seluruh Inggris. Ini disusul pada beberapa tahun berikutnya oleh dua traktat lain buatan Manasseh, The Humble Addresses [1655] (Appendix vii) dan Vindiciæ Judæorum [1656] (Appendix viii).

Traktat-traktat tersebut menjelaskan perubahan menonjol gagasan keagamaan Inggris yang terjadi pada abad ketujuh belas. Ini merupakan fakta terkenal bahwa pengakuan kebebasan beragama di Inggris utamanya karena perjuangan antara Pemercaya Kebenaran dan Nonkonformis lainnya. Formasi hanya memberikan bentuk terbatas dari kebebasan beragama: kala Pemercaya Kebenaran sendiri mulai menekan tawaran untuk kebebasan beragama menjadi sangat kuat. Pamflet terawal tentang persoalan tersebut, yang dibuat oleh Leonard Busher, diterbitkan padan 1614, telah menuntut kebebasan beragama untuk Yahudi juga.

Para pengungsi Inggris di Amsterdam menjalin kontak dengan Yahudi di kota tersebut, dan di atas seluruhnya dengan Manasseh, yang mereka majukan pada lingkup persahabatan paling dalam. Perbincangan berlanjut, dan banyak dilakukan untuk menghimpun prasangka saling menguntungkan yang penekanan lama telah dibuat dan penghirauan telah ditiadakan. Keintiman yang dibentuk menghimpun penghormatan kepada keduanya, terutama kepada Orang-orang Suci. Manasseh juga menekankan keintiman dengan Oliver St. John (1598?‒1673), Dubes Inggris di Belanda (1651), yang kemudian menjadi anggota Komite yang terpilih untuk menghimpun penerimaan ulang Yahudi di Inggris.