Lompat ke isi

Sejarah Zionisme, 1600-1918/Volume 1/Bab 7

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

CHAPTER VII.

TOKOH-TOKOH SEZAMAN MANASSEH

Renaissance dan Reformasi—John Sadler—Keyakinan Milton dalam Pemulangan—Edmund Bunny—Isaac de La Peyrère—Leibnitz—Thomas Brightman—James Durham—Pamflet “Hari Kiamat”—Thomas Burnet—Pamflet “Yerusalem Baru”—Thomas Drake—Edward Nicholas, John Sadler, Hugh Peters, Henry Jesse, Isaac Vossius, Hugo Grotius, Rembrandt, Isaac da Fonseca Aboab, Dr. Ephraim Hezekiah Bueno, Dr. Abraham Zacuto Lusitano, H. H. R. Yahacob Sasportas, Haham Jacob Jehudah Aryeh de Leon [Templo]—Cikal bakal Manasseh.

Sebagai hasil penekanan yang diberikan kepada surat-surat secara umum oleh Renaissance pada abad kelima belas, dan lewat Reformasi pada abad keenam belas, pengetahuan bahasa dan sastra Ibrani menyebar cepat dalam dunia sastra, dan terutama pada paruh pertama abad ketujuh belas. Ibrani merupakan kajian kesukaan pada para pendeta Puritan, yang banyak terpikat pada harapan dan janji Mesianik dari karya-karya kitab suci dan Rabinikal. Penyetiran besar menyebabkan beberapa Yahudi serta Kristen oleh laporan Montezinos dan rumor lain terkait Sepuluh Suku yang hilang. John Sadler (1615‒1674) (Appendix xii), Pramuniaga Kota London, teman Cromwell, dan mungkin juga Milton dan Dury, menyatakan bahwa ada nubuat lama yang memastikan waktu Restorasi pada tahun 5408 = 1648 Masehi. Puritan dan Sektarian mulai mengambil kepentingan terbesar dalam perkara Mesianik yahudi tepat sebelum Raja Charles I. (1600‒1649) dieksekusi, karena sebagian besar dari mereka melirik beberapa Persemakmuran terreformasi yang baru, beberapa persektuuan orang kudus yang baru, beberapa republik, beberapa kerajaan kebenaran dan keadilan yang damai, dan mereka menghubungkan pemulihan Israel dalam kitab suci dengan kemajuan tersebut. Ini adalah alasan kenapa Sadler dan Cromwell dan pihak lainnya lebih cenderung memihak Yahudi dan berniat untuk memperkenankan mereka untuk kembali ke Inggris, karena gagasan yang menyatakan bahwa Yahudi mula-mula tersebar di seluruh dunia sebelum Allah kembali untuk menghimpun Kerajaan Milenial-Nya. Milton menganggap bahwa dua belas suku akan kembali ke Zion; dan pandangan simpatetik serupa diekspresikan dalam sebuah romansa anonim yang diterbitkan di London pada 1648, berjudul Nova Solyma (Appendix xiii), yang mengklaim bahwa ia adalah pengarangnya.

Edmund Bunny (1540‒1619), seorang penulis teologi, mencurahkan dirinya untuk karya pengkotbah, mengunjungi kota-kota dan desa-desa. Doktrinnya adalah Calvinistik, namun ia menyambut hangat gagasan israel kuno merupakan unsur tunggal dari pandangan teologinya.

Cendekiawan Prancis-Huguenot handal Isaac de La Peyrère (1594‒1676) dari Bordeaux, yang diyakini berdarah Yahudi marrano, penulis banyak karya, yang ditulis dan diterbitkan secara anonim, Dv Rappel des Ivifs, M.DC.XLIII.¹ (Appendix xiv) yang berniat untuk menjadi bagian dari karya besar terhadap subyek yang sama. Ia menuntut dalam bukunya pemulangan Israel ke Tanah Suci dalam keadaan tak terkonversi, dalam keyakinan bahwa resotrasi akan berujung pada kemenangan akhir Kekristenan. Ia membujuk Prancis untuk memajukan gagasan tersebut, dan pemberlakuan dalam esensi tersebut kepada Dinasi Kerajaan dalam tindak homiletikal aneh. Pada 1644, ia diangkat menjadi Dubes Prancis di Kopenhagen. Berada pada hubungan intim dengan cendekiawan tersohor Isaac [Vos] Vossius (Appendix xv) (1618‒1689) dan Hugo Grotius [Huig van Groot] (1583‒1645) ia menjadi mengenal teman akrab mereka Manasseh dan dengan para teman Manasseh, Caspar [van Baerle] Barlaeus (1584‒1648), Simon Episcopius (1583‒1643), Gerard John [Vos] Vossius (1577‒1649),⁵ Johannes [van Meurs] Meursius (1579‒1639), David Blondel (1591‒1655), [Peter] Petrus [Serrurier] Serrarius (fl. 1650‒1700) dan Paulus Felgenhauer (sekitar 1625), yang semuanya mendukung gagasan yang sama.

Pemberlakuan tersebut menyerukan jenis serupa lain yang dialamatkan pada 1672 oleh Baron G. W. von Leibnitz (1646‒1716) pada kedatangannya ke Paris (1672‒1676) menemui Louis XIV. (1638‒1715) untuk membahas soal penaklukan Mesir. “Epistola ad regem Franciæ de expeditione Egyptiaca.” Pemberlakuan kepentingan tersebut, yang juga berisi beberapa rujukan kepada Yerusalem dan Suriah, ditemukan di Hanover pada masa pendudukan pertama oleh Prancis dan dilayangkan ke Konsul Pertama Bonaparte, yang menulis dari Namur pada 4 Agustus 1803: “Mortier m’envoie à l’instant même un manuscrit, en latin, de Leibnitz, adressé à Louis XIV., pour lui proposer la conquête de l’Egypte. Cet ouvrage est très-curieux.” M. de Hoffmann menerbitkan dokumen tersebut dalam sebuah pamflet yang tampil dalam bahasa Prancis pada 1840: “Mémoire de Leibnitz à Louis XIV. sur la conquête de l’Egypte.”

Rev. Thomas Draxe (ob. 1618), seorang teolog berpengetahuan dan berpengaruh luas, menyatakan bahwa “seluruh janji tertentu, seperti tanah Kanaan, sebuah bentuk pemerintahan tertentu ... disiapkan untuk Yahudi...,” dan “bahwa kami (umat Kristen) sehingga harus mengetahui hutang kita sendiri terhadap Yahudi, dan makin terjalin pada mereka, kami harus berlaku lebih jauh dari pengembalian atau pemulangan mereka dari kejahatan untuk kebaikan....”

“Dan malaikat yang keenam menumpahkan cawannya ke atas sungai yang besar, sungai Efrat, lalu keringlah airnya, supaya siaplah jalan bagi raja-raja yang datang dari sebelah timur.” (Wahyu 16:12).

memberikan alasan kenapa “raja-raja dari timur” harus mengartikan Yahudi, dan kemudian berujar: “Apa! Haruskah kami kembali ke Yerusalem lagi? Tak ada hal yang lebih menentu: para nabi melakukan segala hal untuk mengesahkannya.”

Rev. James Durham (1622‒1658) tak hanya berniat, namun memberikan alasan solid untuk kepercayaannya akan Restorasi Yahudi.

Mr. Vavasor Powel (1617‒1660) menjelaskan soal rujukan kepada nubuat kitab suci, pengembalian dan pendirian kembali Yahudi, disertai dengan banyak mukjizat dan peristiwa menonjol.

Seorang penulis anonim menyatakan:—

“... Yahudi ... akan ... berkumpul ... dari seluruh penjuru dunia ... untuk merebut kembali tanah suci yang sempat berada di tangan Ottaman:” (Appendix xvi).

Thomas Burnet (1635?‒1715), Master Charterhouse, seorang cendekiawan besar dan penulis terkemuka dalam bahasa Inggris dan Latin, menulis:—

Deum nunquam deserturum esse finaliter populum suum Israeliticum.

Secundò, Nondum impleta esse promissa omnia Israelitis data.

Teolog anonim lain menerbitkan pada 1674, sebuah makalah yang menunjukkan bahwa ... Pemulihan besar seluruh Israel dan Yudea akan terpenuhi ... dan bahwa Yerusalem Baru sangat mungkin akan dibentuk (Appendix xvii).

Di kalangan teman-teman Kristen Manasseh, orang-orang menonjol berikut ini disebutkan: Edward Nicholas, penulis An Apology for the Honorable Nation of the Jews, 1648 (Appendix xviii); John Sadler yang disebutkan di atas, yang memberikan petisi kepada Richard Cromwell (1626‒1712) untuk memberikan hak pensiun pada janda Manasseh; Hugh Peters (1598‒1660), salah satu kapelan tentara Oliver Cromwell, dan advokat kuat untuk permohonan tak terbatas dari Yahudi (Appendix xix), Isaac Vossius, gerejawan Protestan handal, yang berbincang dengannya. Vossius, pada suatu waktu menjadi anggota Istana Ratu Christina dari Swedia, merupakan sosok penting dalam mengirim Manasseh terhadap pernyataannya. Dr. Nathanael Homes (1599‒1678), penulis dan sosok Puritan terkenal, dan pelukis besar Rembrandt Harmenszoon van Ryn (1606(7)‒1669). Para teman Yahudi-nya yang paling terkenal adalah, Isaac da Fonseca Aboab (1605‒1693) (Appendix xx), Haham dari komuntias Sefardi di Amsterdam, atas inisiatif Sinagoga Besar yang didirikan disana. Dr. Ephraim Hezekiah (ob. 1665) [de Dr. Joseph (ob. 1641)] Bueno (Bonus), penulis banyak karya liturgi dan subyek dari karya terkenal Rembrandt “Dokter Yahudi”; Dr. Abraham Zacuto Lusitano (1580‒1642) (Appendix xxi), saalh satu dokter paling menonjol pada masanya; Jacob Jehudah Aryeh de Leon [Templo] (1603‒1675), yang utamanya dikenal sebagai model rancangan Tabernakel dan Bait Allah yang disebut “Templo” untuk alasan tersebut, yang dijadikan sebagai marga oleh para keturunannya. Dalam antisipasi kunjungannya ke Inggris, untuk memamerkan model-model ke hadapan Charles II (1630‒1685) dan Istananya, ia menerbitkan sebuah pamflet di Amsterdam dalam bahasa Inggris yang mendeskripsikannya (Appendix xxii): dan H. H. R. Yahacob Sasportas (1610‒1698), yang menemani Manasseh ke Inggris pada 1655, dilantik pada bulan Nisan, 1664, Haham dari komunitas Sefardi di London. Ia adalah penulis salah satu risalah dalam Sepher Pene Rabah yang disunting oleh Manasseh Ben Israel ... Amsterdam 5388, dan juga menulis Sepher Ohel Ya’acob dan Sepher Kizur Zizath Nobel Zebi, yang diterbitkan bersamaan di Amsterdam 5497, melawan para pengikut Sabbatai Zebi (1626‒1676). Persinggahannya disini berjangka pendek—tak lebih dari dua tahun. Ia meninggalkan negara tersebut untuk lari dari wabah yang kemudian merebak dan kemudian, pada 1681, menjadi Kepala Gerejawi Yahudi Sefardi di Amsterdam. Ini menunjukkan bahwa dua teman Manasseh, Aboab dan Sasportas, sangat meminati harapan Mesianik, walau dari sudut pandang berbeda. Aboab, seorang Kabbalis, yang puisi keagamaannya dikenal karena fiksi dan kekayaan imajinasi, dijadikan Sabbatian rahasia, sementara Sasportas, Talmudis ketat dan berpikiran pendek, sangat menentang penekanan mistis dari pseudo-Mesianisme, dan mengharapkan resotrasi dalam cara tradisional.

Secara bersamaan, Ephraim Bueno dan Jona Abrabanel (yang sama-sama mengkontribusikan Sonetos to De La Resvrreccion De Los Mvertos) menerbitkan Sepher Pene Rabah [I. S.] di Amsterdam pada tahun 5388. Karya tersebut disunting, dirombak dan dicetak oleh Manasseh Ben Israel. Jona (ob. 1667) Abrabanel adalah seorang penyair, dan putra dari Dr. Joseph (ob. 1620?) Abrabanel, seorang dokter di Amsterdam, yang saudarinya Rachel menajdi istri dari Manasseh Ben Israel. Ayah mereka, Isaac Abrabanel, seorang ilmuwan (ob. 1573), yang tinggal dan wafat di Ferrara, Italia, dan berada pada keputusan intim dengan dokter marrano terkenal, Juan Rodrigo de Castel-Branco [Amatus Lusitanus] (1511‒1568). Ia adalah putra dari Joseph Abrabanel (1471‒1552), seorang dokter pengobatan, yang lahir di Lisboa dan wafat di Ferrara, yang ayahnya, Don Isaac, merupakan penafsir Alkitab bergambar dan negarawan.

Pada 1603, Joseph Ben-Israel, ayah Manasseh, dan istrinya Rachel Soeiro, diam-diam meninggalkan Lisbon. Ia telah menjadi korban Inkuisisi, yang memberikannya kekayaannya, dan pada tiga kesempatan berbeda menjadi korban penyiksaan, yang mempengaruhi kesehatannya. Mereka nampaknya kabur ke La Rochelle, Prancis, tempat Manasseh tak lama lahir setelah itu, pada 1604, sebagaimana yang tercantum pada sertifikat perkawinannya, mengurusi Arsip Kota Amsterdam (Puiboek, No. 669, fo. 95 verso, 15 Aug. 1623). Disana, ia juga dibaptis, walau tak sampai orangtuanya datang ke Amsterdam kala mereka menyatakan keimanan mereka pada Allah Israel. Dalam surat holografi Manasseh kepada seorang koresponden yang tak diketahui (disarankan oleh Mr. E. N. Adler, sang pemilik, kepada Gerard John Vossius) ia menulis: “... dan Thesoro delos Dinim (Appendix xxiii) dari ritus dan upacara kami, berakhir dalam bahasa ibu Portugis-ku, karena aku adalah orang lisboa lewat pihak ayah....” Ia tak mengklaim Lisboa sebagai tempat lahirnya sendiri, namun sebagai tempat ayahnya. Ia banyak berhubungan dengan Yahudi Spanyol dan Portugis, walau ia menentang jensi pemisahan apapun, mengecamnya dalam tulisan-tulisannya, dan menyatakan kebutuhan penyatuan dan persaudaraan Yahudi. Ini menunjukkan bahwa seratus dua puluh enam tahun kemudian, kala bapak Rasionalisme Yahudi, Moses Mendelssohn (1729‒1786), membela agama Yahudi dan orang Yahudi, ia tak mendapati permintaan maaf yang lebih baik ketimbang Vindiciae Judæorum (1656) karya Manasseh, yang diterjemahkan ke bahasa Jerman, dan karena ia menulis pujian Vorrede (Appendix xxiv).