Sekolah Ujung Angin

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Sinopsis[sunting]

Jauh dari perkotaan ada sebuah desa yang bernama desa Gandaria dimana udara masih belum terkontaminasi, sawah-sawah masih terbentang hijau, dan gemericik air terjun pun masih sejuk menentramkan hati. Diujung desa kecil yang asri ini terdapat sebuah sekolah, dengan bangunan bercat kuning kusam, dan tiang bendera yang berdiri kokoh di depannya. Sekolah ini terletak diatas bukit hijau, yang jika kita duduk di tepinya kita akan seperti bersda di atas awan, dengan angin yang sepoi-sepoi mampu membuat siapapun yang berada disitu terbang melayang.

Sekolah itu terdiri dari 12 orang murid, seorang guru muda juga suaminya sebagai kepala sekolah. Di depan gerbang sekolah itu pun terdapan plank dari kayu yang bertuliskan "S kolah Ujung Angin" dengan ukiran huruf e-nya yang sudah hilang di makan waktu. Sekolah itu adalah sekolah sederhana yang memiliki kisah lucu dan unik di setiap harinya.

Ada banyak pelajaran yang tanpa sengaja dapat kita petik maknanya... Ini lah "S kolah Ujung Angin"

Kunang-Kunang[sunting]

Teng... Teng... Teng...

Tanda pulang sekolah pun berbunyi... Murid murid berlarian keluar. Namun ada Nadia dan Mauka yang masih tetap berada di kelas. Duduk memperhatikan Bu Hasna, guru mereka merapikan mejanya.

"Kenapa kalian gak pulang nak?" tanya Bu Hasna.

"Gak buk kami mau nginap disini saja." jawab Nadia dan Mauka serentak.

"Loh, kenapa?" tanya Bu Hasna terkejut dan langsung mendekati Nadia dan Mauka.

"Kami mau lihat kunang-kunang bu!" Jawab Mauka dengan antusias.

"Kunang-kunang?" tanya Bu Hasna heran.

"Iya bu, ibu tau gak? Kunang-kunang itu cantik banget. Dia bercahaya disaat gelap. Dan hanya bisa dilihat saat malam hari." tutur Nadia Bu Hasna tersenyum.

"Kan bisa dilihat di rumah kalian masing masing nak. Disini kalau malam gelap, nak. Tidak ada cahaya apapun, bahkan lampu saja tidak ada." jelas Bu Hasna sambil mengusap kepla Nadia dan Mauka.

"Justru itu bu. Di rumah kami cahaya nya banyak jadi gak keliatan. Kemarin Mas Fadli tidur disini sama sapinya, Mas Fadli cerita ada baaaaaanyak sekali kunang-kunang yang berterbangan disini. Di tambah dengan adanya cahaya dari bulan dan bintang bintang. Kalau kita tiduran sambil menghadap ke langit nanti kita juga bisa lihat bintang jatuh bu." Mauka menjelaskan dengan sangat antusias. Bu Hasna pun tersenyum bangga melihat antusias murid muridnya.

"Kalian tau gak cahaya kunang-kunang itu warna nya apa?" tanya Bu Hasna

"Tau bu" kata Nadia

"Kuning bu" jawab Nadia dan Mauka serempak.

"Hahaha... Semangat sekali kalian ini ya!" Bu Hasna tertawa melihat tingkah lucu mereka berdua.

Ilustrasi Gambar : Kunang-kunang

"Cahaya kunang-kunang itu sebenarnya berwarna hijau, tapi karena mereka berterbangan kesana kemari dengan cepat jadi terlihat seperti warna kuning" jelas Bu Hasna.

"Oh gitu ya bu, jadi warna nya ketinggalan ya?" tanya Mauka polos

"Ih dasar kamu itu ya. Bukan karena ketinggalan. Tapi karena cepat lo. Seperti bunga api kalau kita putar putar dengan cepat kan jadi bewarna putih. Yakan bu?" kata Nadia.

"Haha iya, sayang. Cahaya itu berasal dari perut kunang-kunang itu tadi. Nah di perut kunang-kunang itu ada sesuatunya. Ada yang namanya zat luciferin dan zat adenosine triphosphate" jelas Bu Hasna

"Bu di perut Mauka ada zat itu juga gak?" tanya Mauka dengan polosnya.

"Emang perut kamu ada cahayanya coba liat." tanya Nadia dengan tatapan tidak percaya oleh temannya ini. Mauka pun langsung menaikkan bajunya untuk melihat perutnya. Langsung di tutup kembali sama Nadia.

"Haduh ka, kamu itu anak TK ya? Ya gak ada lah. Kan kamu bukan kunang-kunang." kata Nadia dengan kesal.

"Haha... Yaudah gini aja. Gimana kalau sekarang kalian pulang saja. Besok ibu kasi kejutan deh gimana?"

"Beneran bu? Kejutan apa bu?"

"Ada deh, tapi kalau kalian tetap gak mau pulang juga, ibu gak jadi kasi kejutannya"

"Oke bu" Nadia dan Mauka pun langsung bergegas pulang kerumahnya.

Bu Hasna menggeleng sambil tersenyum bangga kepada murid muridnya. Meskipun sekolah itu adalah sekolah terpencil yang tidak terlirik oleh pemerintah. Tapi Bu Hasnah dan suaminya Pak Syafrizal tidak pernah menyerah mendidik anak anak muridnya dengan penuh kasih sayang. Bagi Bu Hasna pendidikan di desa terpencil itu sendiri lebih menantang dan mengasyikkan. Juga sebagai obat awet muda, karena dia akan slalu tersenyum melihat tingkah anak anak muridnya yang beraneka ragam.

Kejutan[sunting]

Setelah Putri dan Randika keluar dari ruangan Bu Hasna, Nadia dan Mauka pun langsung mendekati Bu Hasna dengan tatapan menuntut.

"Bu kemarin ibu berjanji akan memberi kami sebuah kejutan, mana bu?" tanya Nadia dengan sangat antusias

"Iya sayang sabar ya, pulang sekolah akan ibu beri tau kejutan itu, bukan hanya untuk kalian tapi untuk semua teman-teman yang ada disini" jawab Bu Hasna dengan suara yang sengaja di keraskan agar anak-anak lain dapat mendengarnya.

"Kejutan apa bu?" kata agrika yang tiba-tiba langsung mendekat begitu mendengar Bu Hasna mengumumkan sebuah kejutan.

"Sabar ya sayang, nanti pulang sekolah akan ibu beri tahu" jawab Bu Hasna dengan mengembangkan senyuman di wajahnya.

"Yaaah ibu, sekarang lah bu" rengek anak anak lain yang juga tak sabar ingin tau kejutan apa yang akan Bu Hasna berikan kepada mereka.

"Hm... tidak akan ibu beri tahu. Hayo masuk yuk waktu istirahat sudah habis. Yang semangat belajarnya, kalau ada yang tidak semangat ibu tidak akan jadi memberi kejutannya kepada kalian" kata Bu Hasna.

Anak anak pun masuk kedalam kelas dengan rasa penasaran, di jam-jam terakhir itu seluruh murid sangat antusias mengikuti setiap materi yang diajarkan oleh Bu Hasna. Namun berbeda dengan Putri, ia masih sangat kesal dengan Mauka yang sama sekali tidak merasa bersalah dengan apa yang sudah Mauka lakukan kepada nya. Sementara Mauka yang tidak tau bahwa ia bersalah sama sekali tidak perduli dengan tatapan kesal dari Putri. Bu Hasna yang sadar akan perubahan Putri pun bertanya kepada Putri.

"Kamu kenapa nak?" tanya Bu Hasna.

"Tidak apa-apa bu" jawab Putri dengan kesal.

"Sayang, ada apa?" tanya Bu Hasna lagi dengan lebih lembut.

"Putri kesal sama Mauka bu, dia yang udah buat Putri jatuh dan luka seperti ini, gara-gara kelereng dia bu. dan bukan nya meminta maaf dia bahkan memarahi Putri" jelas Putri dengan suara yang keras hingga di dengar oleh Mauka.

"Apaan gara-gara aku? orang kamu yang jalannya tidak hati-hati. makannya kalau jalan tu liat jalan jangan liatin kecebong" bantah Mauka yang diiringi gelak tawa dari teman-temannya.

"Kamu itu ya iiihhhh..." geram Putri, saat Putri ingin menjambak rambut ikal Mauka Bu Hasna langsung menangkap tangannya Putri.

"Et... et... kamu mau ngapain cantik? gak boleh gitu ih. ayo saling memaafkan" pinta Bu Hasna.

"Gak mau !" jawab Mauka dan Putri serempak.

"Cieeee kompaak, hahaha..." ledek Randika, yang di balas oleh tatapan penuh kekesalan oleh Putri dan Mauka. Bu Hasna pun tersenyum melihat anak anaknya saat ini, namun Bu Hasna yang sudah hafal watak anak didiknya tidak kehabisan cara untuk membuat Mauka dan Putri kembali baikan.

"Sini sayang-sayang ibu" kat Bu Hasna sambil menarik tangan Mauka dan Putri agar lebih dekat dengannya.

"Kalian mau masuk surga gak?" tanya Bu Hasna, yang di jawab dengan anggukan oleh Mauka dan Putri

"Nah, kalian tau gak disurga itu gak ada yang namanya sakit, dan marah-marah. jadi kalau ada orang yang masih suka marah-marah, iri, dengki, sakit hatian, dan sifat tidak mau memaafkan tidak akan bisa masuk ke surga" jelas Bu Hasna.

"Kalau kalian mau masuk surga harus mau saling memaafkan, Mauka manusia Putri juga sama, pasti sama-sama pernah punya salah, tapi alangkah indahnya jika kesalahan-kesalahan itu di tutupi dengan kebaikan-kebaikan. misalnya apa coba?" tany Bu Hasna

"Ngasi hadiah bu?" jawab Nadia yang tiba-tiba ikut menyambung apa yang dikatakan oleh Bu Hasna.

"Itu juga bisa, tapi yang paling utama harus dilakukan adalah ikhlas saling memaafkan." jelas Bu Hasna.

"Gimana Mauka mau minta maaf gak?" tanya Bu Hasna kepada Mauka.

"Iya bu mau" jawab Mauka

"Kalau Putri mau memaafkan Mauka gak?" tanya Bu Hasna pada Putri

"Iya bu mau" jawab Putri

"Ayo saling meminta maaf" pinta Bu Hasna

"Maafkan aku ya Putri" kata Mauka dengan senyuman

"Iya, maafkan aku juga ya Mauka" jawab Putri membalas senyuman Mauka

"Nah oke sudah kan? kalau begitu kita balik belajar lagi yuk?" tanya Bu Hasna

"Oke bu" jawab Mauka dan Putri serempak.

Tibalah bel pulang berbunyi...

"Teng... teng... teng... teng..."

"Yeeiii pulang..." anak anak bersorak gembira

"Ayolah bu kasi tau apa kejutannya" tuntut Nadia yang sangat tidak sabaran.

"Oke oke ibu kasi tau ya. Tapi sebelumnya kita bersiap dan berdoa dulu sebelum pulang, oke? Bondi ayo siapkan." pinta Bu Hasna.

"Sebelum kita pulang, marilah kita berdoa menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing" Kata Bondi yang menjabat sebagai ketua kelas di sekolah ujung angin itu.

"Berdoa selesai. Berdiri. Kepada ibu guru beri salam"

"Selamat siang bu..." jawab anak-anak

"Selamat siang sayang ibu" jawab Bu Hasna. Biasanya anak-anak itu langsung menyerbu Bu Hasna usai Bu Hasna membalas salam mereka. Namun, kali ini mereka hanya diam saja menatap Bu Hasna. Bu Hasna pun tersenyum geli melihat tingkah anak-anak didiknya itu.

"Hehe... oke oke akan ibu beri tahu." Kat Bu Hasna

"Yeeiiiii..." jawab anak-anak dengan antusias

Berkemah[sunting]

"Jadi, kemarin malam ada teman kalian yang mau menginap disekolah kita ini, kalian tau siapa?" Tanya Bu Hasna

"Saya buuuu!" jawab Mauka dengan antusias

"Hahaha, nah teman kalian itu, Mauka dan Nadia. Mereka mau menginap disekolah untuk melihat kunang-kunang. Kalian pernah melihat kunang-kunang?" Tanya Bu Hasna.

"Pernah bu, waktu itu aku ke ladang bersama bapak mencari entokku yang hilang, ada banyak kunang-kunang di ladangku bu" jawab gendul

"Nah, cantik gak?" Tanya Bu Hasna pada gendul.

"Cuantek banget buuu, mau tak tangkepin tapi pada mabur semua ne buk" jawab gendul dengan logat Jawa nya.

"Haha, nah karena itu tadi ibu pergi kerumah kalian masing-masing untuk meminta izin pada orang tua kalian semua. Karena malam ini kita akaaaannnn...." Gantung Bu Hasna yang di berengi dengan wajah polos anak-anak.

"Kita kan berkemah di sekolah..." lanjut Bu Hasna dengan nada sumringah.

"Yeiiiiiiii..." jawab anak-anak

"Nah, sekarang keluarkan dulu buku dan pinsil kalian, lalu catat apa yang ibu dikte kan" kata Bu Hasna di iringi dengan anak-anak yang mengeluarkan buku dan pinsil mereka.

"Yang pertama sarung, lalu celana panjang 2, baju lengan panjang 2, pakaian dalam 2 pasang, cangkir, lalu yang perempuannya jangan lupa bawa mukenah dan yang laki-laki bawa pecinya. Kita kan shalat jamaah nanti malam dan besok subuh." Kata Bu Hasna.

"Bu terus gimana dengan saya bu?" Tanya Beni anak satu-satunya di sekolah yang notabe nya adalah non muslim.

"Gak apa-apa ben, kamu liatin kami aja nanti. Gak lama kok" jawab Cici.

"Iya sayang kamu nanti tunggu sebentar aja ya, bisa bantu ibu nyiapin makanan untuk malam kita nanti gimana?" kata Bu Hasna

"Oke bu" jawab Beni. Saat itu anak-anak pun bergegas pulang kerumahnya masing-masing. Menyiapkan segala keperluan yang ada untuk dibawa ke acara berkemah nanti malam. Begitu juga dengan Randika, si gadis aktif dengan cita-citanya sebagai dokter itu tidak hanya membawa perlengkapan yang disuru oleh Bu Hasna sana, namun ia juga membawa perlengkapan P3Knya sendiri, seperti plaster gunting dan obat merahnya. Saat yang dinanti pun tiba, sore itu satu persatu anak-anak itu tiba disekolah. Membawa perlengkapan yang sudah diberitahu oleh Bu Hasna. Bu Hasna dan Pak Safrizal pun juga sudah sersiap sejak siang. Menyiapkan tenda, dan perlengkapan lainnya.

"Bu kita nanti tidurnya disini bu?" Tanya Putrid dengan mata berbinar.

"Wah berarti kita seperti orang yang di tipi-tipi itu ya bu?" sambung Randika.

"iya bu, saya sering liat di tipi warung kopi Mbok Sum ada orang yang tidur digunung pakai beginian bu" jawab Randika

"Ini namanya tenda sayang, ibu pinjam ini sama teman ibu. Dan ya, kita nanti malam bakal tidur disini" jelas Bu Hasna. Anak-anak desa Gandaria adalah anak-anak yang polos dan lugu. Hati mereka masih bersih dan suci, tidak terkontaminasi dengan serial-serial televis yang justru merusak otak dan mental anak-anak. Anak-anak di desa Gandaria adalah anak-anak yang tangguh, itulah alasan kenapa Bu Hasna dan suaminya Pak Syafrizal memilih pergi meninanggalkan riuhnya perkotaan dan tinggal serta mengabdi di desa dan berjanji akan memberikan harapan untuk masa depan anak-anak di desa itu.

Epilog[sunting]

Gambar Ilustrasi

"BU BU LIAT BU, ADA KUNANG-KUNANG" Jerit Mauka yang membuat seruh teman-temannya melihat kearah yang di tunjukkan oleh nya.

"waaaah..." takjub seluruh anak-anak

"lihat-lihat, ada yang mau dengan ku satu" kata Nadia menunjukkan kunang-kunang yang ada di tangannya.

Selesai melihat dan bermain dengan kunang-kunang. bernyanyi dan bercanda ria. Anak-anak pun tidur dengan lelap penuh senyuman di tendanya masing-masing. Malam itu adalah malam yang sangat indah dan menyenangkan.