Selachimorpha

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Sinopsis[sunting]

Kisah sang predator lautan yang disegani hingga harus dilindungi oleh manusia

Lakon[sunting]

  1. Selachimorpha
  2. Carcharodon Carcharias
  3. Manusia
  4. Ilmuan

Lokasi[sunting]

Laut

Cerita Pendek[sunting]

Selachimorpha, tokoh utama dalam cerita. (Gambar dibuat oleh Vova Krasilnikov)

Namaku Selachimorpha atau yang lebih dikenal sebagai Hiu. Spesiesku ada banyak, namun yang paling terkenal adalah Megalodon, Hiu Paus, Hiu Putih Besar, Hiu Macan dan Hiu Banteng. Aku merupakan predator lautan, semua spesies ikan menyingkir ketika melihatku datang.


Aku dapat berenang dengan kecepatan 56km/jam. Tubuhku terbuat dari tulang lunak, maka dari itu aku dapat berenang lama dan menempuh jarak jauh untuk menghemat tenagaku.


Aku memiliki banyak gigi runcing nan tajam, inilah satu-satunya bagian tubuhku yang terbuat dari tulang keras. Selain itu pengelihatanku sangat tajam di area yang minim pencahayaan. Aku juga dapat melihat warna, tapi baru-baru ini para ilmuan menyatakan bahwa aku buta warna.


Makananku berupa ikan yang ukurannya lebih kecil dariku, seperti moluska, krutasea, plankton, hingga bangkai yang ada di lautan. Terkadang para manusia sering salah mengira aku memakan mereka, karena aku kerap kali menyerang mereka. Padahal aku melakukan hal itu karena penglihatanku yang buruk di area yang terang.


Spesiesku menghuni setiap bagian lautan, mulai dari laut dalam, terumbu karang, zona pelagis hingga lautan Arktik. Aku hidup berkelompok, namun ada juga spesiesku yang hidup menyendiri dan tertutup, seperti kerabatku, Carcharodon Carcharias atau dikenal juga sebagai Hiu Putih Besar.

Carcharodon Carcharias atau Hiu Putih Besar kerabat Selachimorpha. (Gambar dibuat oleh Sharkcrew)

Kerabatku yang satu ini menjadi incaran rasa penasaran para Ilmuan. Para Ilmuan itu sudah seperti paparazi warga +62 yang selalu ingin tahu urusan kerabatku. Selain itu, kerabatku ini sanggat terkenal di kalangan Manusia akibat sebuah film.


"Kira-kira kenapa kerabatku ini jadi incaran para Ilmuan? Dan film apa yang membuatnya jadi sangat terkenal di kalangan Manusia?" tanyaku penasaran.


Sebelum itu, perlu kalian ketahui kerabatku ini berbeda dengan spesies Hiu yang lain yang berdarah dingin. Kerabatku ini “berdarah panas”, karenannya ia dapat berenang lebih cepat dari pada spesies Hiu yang lain. Dengan kecepatannya itu, ia dapat menerkam mangsa di dekatnya dengan sangat mudah. Bukan hanya mangsanya saja yang akan ia gigit, ia juga akan menggigit objek apa saja yang dilihatnya. Misalnya pelampung, muatan kapal yang terjatuh di laut, papan selancar, manusia dan objek yang tidak diketahui olehnya untuk mengidentifikasi apa itu.


Karena perilaku kerabatku itu, pada tahun 2012 terjadi 272 kasus penyerangan terhadap manusia. Dan banyaknya penyerangan terhadap manusia yang ia lakukan hingga menjadi trending, seorang manusia bernama Peter Benchley menulis sebuah novel tentang kerabatku ini yang berjudul Jaws. Novel tesebut laris terjual hingga kemudian diadaptasi menjadi sebuah film dengan judul yang sama, Jaws pada tahun 1975.

Crocodylus Porosus atau Buaya Muara sang pemangsa Manusia. (Gambar dibuat oleh Ganjarmustika1904)


Karena film Jaws yang disutradarai oleh seorang manusia bernama Steven Spielberg inilah, kami para Hiu khususnya kerabatku si Hiu Putih Besar dikenal sebagai "Man-eater". Padahal julukan "Man-eater" atau "Pemakan Manusia" ini sebenarnya milik temanku Crocodylus Porosus alias si Buaya Muara yang sudah jelas-jelas merupakan pemangsa manusia sejati.


Jadi kalian sudah tahu kan kenapa kerabatku si Hiu Putih Besar itu terkenal di kalangan manusia. Lalu bagaimana dengan para Ilmuan? Para Ilmuan tertarik dan penasaran dengan kehidupan pribadi kerabatku. Para Ilmuan inilah yang tak kenal rasa takut dan terus mengikuti kerabatku seperti penguntit. Kerabatku ini sangat terganggu dengan kehadiran para ilmuan yang selalu mengikutinya kemanapun.


“Hei, para Ilmuan! Jangan ganggu kehidupan kerabatku ini! Jangan salahkan kerabatku, jika kalian diserang olehnya!” protesku pada para Ilmuan.


Saking kesalnya, kerabatku ini berenang mengarungi samudra. Ia bermigrasi untuk menghindari para Ilmuan yang penasaran akan dirinya. Namun, dasar Ilmuan yang haus akan ilmu. Mereka sudah tahu konsekuensi mengorek-ngorek kehidupan kerabatku, tapi kemanapun kerabatku pergi mereka pasti akan mengikutinya dan meneliti tentangnya.


"Sabar ya, Hiu Putih Besar."hiburku kepada kerabatku.


Ngomong-ngomong, sebagai predator lautan yang sudah ada sebelum Dinosaurus menguasai daratan, aku memiliki peran penting untuk menjaga ekosistem lautan. Dengan memakan ikan-ikan yang sakit dan lemah, aku dapat menjaga keseimbangan antara kompetitor laut lainnya dan menjaga keragaman spesies yang ada di dalam lautan. Oleh karena itu, keberadaan ku sangat penting untuk kesehatan laut.


Namun, sangat disayangkan spesiesku terancam punah karena penangkapan ikan secara berlebihan. Pertumbuhan spesiesku yang lambat juga menjadi faktor mengapa spesiesku terancam punah.

Chelonioidea atau Penyu, teman Selachimorpha yang terancam punah (Gambar dibuat oleh Leila Izachi)


Maka dari itu, aku dan spesiesku sebagai hewan yang berada di puncak rantai makanan membutuhkan bantuan manusia untuk melindungi kami dari kepunahan. Seperti halnya usaha manusia untuk menjaga kelestarian temanku Chelonioidea atau yang lebih dikenal sebagai Penyu, keberadaan kami harus dilestarikan dan dijaga agar kami tidak punah.


Kami para Hiu merupakan makhluk hidup juga, kami ingin hidup dan berusaha untuk tetap hidup. Kami telah berhasil melewati 5 kepunahan masal. Tapi di zaman di mana kami menjadi yang diburu, kami mungkin tidak dapat melewati zaman ini tanpa bantuan mausia. Aku harap, aku dan spesiesku dapat tetap ada di lautan dan dapat bertemu dengan kalian di masa yang akan datang.

-Tamat-