Sepatu untuk Inayah
Sepatu Untuk Inayah
oleh:Dewi Astuti
“Jangaaan…tolong kembalikan” suara tangis pilu terdengar dari sudut kelas.
“Ha…ha...ha... ambil kalo bisa” nampak sekelompok anak lelaki melempar-lempar benda diatas kepala gadis itu, sesekali mereka mengulurkan lalu menariknya lagi.
Gadis yang berada di dalam lingkaran sekelompok anak nampak berusaha menggapai benda yang mereka permainkan dengan riang tersebut.
“Hey…cepet ambil, dasar cengeng, huh” Andi ketua geng itu berseru lalu mendorong kepala sang gadis dengan keras hingga tersungkur.
Tangisan terdengar semakin pilu dan menyayat namun nurani mereka nampak tak tersentuh sama sekali. Salsa tak bisa hanya tinggal diam menyaksikan itu semua, namun dia pun tak jago karate. segera ia memutar otak untuk menemukan solusi. Anggi yang baru memasuki kelas terkaget dengan suasana yang ada, secepat kilat Salsa menarik tangga Anggi dan mengomandonya untuk segera melapor pada guru di kantor sedang ia akan mencoba menangangni mereka Andi dan gengnya.
“Hey kalian, dasar ya, bisanya hanya mengganggu anak perempaun saja, sana ke ring tinju kalo berani”, serentak mereka menoleh untuk melihat Salsa yang sedang berapi-api.
“Apa kamu bilang, bilang aja kalo kamu juga mau diganggu, dasar cewek gatel”, Andi maju dan hendak menampar Salsa.
Salsa dengan sigap menendang perut anak itu lalu rintihan kesakitan mulai terdengar dari mulut si Andi. Sekuat tenaga ia adu pukul dengan Andi yang mulai kewalahan menghadapi pukulan bertubi-tubi menggunakan sapu. Dia akhirnya menyerah dan meminta tolong kepada teman-temannya. Segerombol anak itu mulai maju untuk menyerang Salsa, namun suara teriakan dan tiupan peluit panjang menghentikan aktivitas mereka.
“Kalian lagi…kalian lagi, gak ada kapok –kapoknya ya kalian ini mengganggu anak perempuan?” Bu Masya telah berdiri dibelakang mereka, segera tangan Bu Masya bertindak dan menarik telinga mereka hingga ke kantor.
Sepeninggalan mereka, segera Salsa dan Anggi menghampiri siswi baru yang masih sesenggukan di pojok kelas. Dia memegangi benda yang mereka permainkan tadi dan ternyata sebuah sepatu. Sepatu yang terlihat usang itu kini sedikit menganga di bagian depannya, samar-samar Salsa mendengar rintihan gadis Itu.
“ Huuuuuuu…huuuuuu…,bagaimana nanti aku kesekolah, ini sepatuku satu-satunya telah rusak” suara tangis dan sahutan kekecewaan bergantian keluar dari bibir gadis itu.
Gadis hitam manis dengan senyum khasnya yang selalu menghiasai bibirnya itu kini telah berduka atas sepatunya yang malang. Inayah namanya, gadis tangguh dengan tekad yang kuat. Dia berasal dari pelososk desa dengan tingkat pendidikan masih rendah sehingga ia memilih untuk melanjutkan pendidikan di kota. Pendidikan di desanya yang hanya sampai lulus Sekolah Dasar membuat banyak anak-anak putus sekolah, bahkan teman sebaya Inayah telah ada yang menikah. Desa dengan jalanan yang masih terjal dengan berbagai tanah dan batu yang melapisi. Salsa dan Anggi segera menghampiri Inayah yang masih memeluk erat sepatunya. Mereka mencoba menghibur Inayah sebisa mungkin agar berkurang kesedihannya.
“Nay, sudah ya nangisnya, gak baik nangis terlalu lama loh” Salsa berusaha mengibur.
“Ayolah Nay, nanti biar bu guru yang kasih hukuman sama mereka”, Anggi menimpali.
Inayah mulai berdiri perlahan, dia berjalan tertatih menuju tempat wudhu, segera ia membasuh wajahnya dan berwudhu, setelah itu ia kembali menghampiri kedua temannya tadi.
“Maafkan aku ya teman-teman, gara-gara aku kalian jadi terlibat dengan anak-anak pengganggu itu dan tanpa bantuan kalian tadi mungkin akau masih di gangguin sama mereka”, Inayah sangat merasa bersalah atas kejadian tadi.
“Ah…gak pa- pa Nay, sesama teman memang harus saling menolong, iya kan Sa”, Anggi menoel lengan Salsa di sampingnya.
“Eh iya, santai aja Nay”, Salsa menghibur.
“Ngomong- ngomong gimana tadi ceritanya Nay, kok kamu bisa telibat sama mereka itu” Anggi bertanya dengan penasaran.
“Tadi kan aku kekantin mau beli gorengan karena tadi pagi belum sempat sarapan, di sana tidak sengaja menyenggol ketua kelompok itu, lalu ia marah dan ngatain anak Desa bau, mereka ngatain macem-macem dan aku diam aja, karena malu dilihatin banyak orang jadi segera lari kekelas, gak taunya mereka ngikutin kekelas dan itu tadi mereka langsung gangguin pake mainin sepatuku yang paling berharga ini, ini sepatu satu-satunya dan pemberian bekas anaknya bibi” Dia bercerita dengan sendu.
“Sabar ya Nay, nanti kita bantuin cari solusinya, jangan nangis dan sabar dulu ya” Salsa mencoba menenangkannya.
Mereka pun kini kembali kebangku masing-masing untuk mengikuti pelajaran selanjutnya dari bu guru. Sepulang sekolah mereka berpisah di gerbang sekolah, Salsa dan Anggi dijemput oleh ibunya sedangkan Inayah harus berjalan beberapa meter untuk mencari angkot. Jalan Inayah agak sedikit berbeda, kaki kanannya terseok dengan sepatu terbuka bagaian depan sehingga sedikit diseret untuk mengurangi kerusakan yang lebih parah.
Dua hari berlalu Inayah tidak bersekolah, bu guru pun tak tau alasan Inayah tidak bersekolah, mereka menduga bisa jadi ini akibat takut diganggu oleh Andi dan gengnya. Salsa dan Anggi berinisiatif untuk menjenguk Inayah sepulang sekolah.
Diantar oleh ibu mereka, Salsa dan Anggi mencari rumah bibi Inayah. Selama di kota ini Inayah tinggal dengan adik ibunya yang dipercaya bisa menjaga Inayah dengan baik.Rumah bibi Inayah termasuk dalam perumahan mewah, agak sulit mencarinya dengan jalan yang berputar dan tetangga yang kurang bersosialisasi satu dengan yang lainnya. setelah satu jam berkeliling, mereka menemukan rumah Bibi Inayah yang besar. Inayah nampak terkejut dan mepersilahkan kami masuk.
“Nay, sakitkah?, sudah dua hari gak masuk sekolah loh”,Salsa mengawali ucapan mereka.
“Gak sakit Sa, Cuma…..”,ada nada bingung dan ragu disuaranya.
“Kamu takut diganggu mereka lagi?”, Anggi menyambung ucapan Inayah.
“Enggak…Cuma yaaaa”, sepertinya dia tidak akan memberi tahu mereka.
“Ini rumahnya besar juga ya nay?” Ibu Salsa mencoba mencairkan suasana.
“Allhamdulillah bu, Ini rumah bibi”,
“Tidak sekolah dua hari Inayah ngapain aja?”
“ Biasa bu, beres-beres rumah, cuci baju, setrka baju dan semuanya, kecuali masak”, Inayah menjawab dengan antusias.
“ Gak ada pembantu untuk rumah sebesar ini?” Tanya Ibu Anggi penasaran.
“Gak ada bu, saya yang kerjakan” wajahnya agak sendu kembali.
“Ya udah gak pa_pa, anggap aja pengalaman dan peajaran hidup ya”, Ibu Salsa menasehati untuk mengurangi tekanan batinnya.
“ Apa kamu gak sekolah karena mengerjakan pekerjaan rumah ini ya? tanya Salsa.
“Enggak Sa, aku gak sekolah karena sepatuku sobek sudah gak bisa dipake,aku sudah minta bibi belikan atau carikan yang bekas, kata bibi belum ada dan aku harus sabar” mata Inayah mulai berkaca-kaca.
“Ya Allah Nay, maaf ya, kami kurang peka dengan keadaan kamu, ya udah jangan sedih, nanti kami kasih tau ke bu guru ya”Hibur Anggi.
Sekitar satu jam mereka bercengkrama, mereka pun berpamitan bersamaan dengan bibi Inayah sekeluarga baru pulang. Di perjalanana Salsa dan Anggi tak habis pikir dengan keadaan Inayah, mereka sangat bersyukur dengan hidupnya kini. Keesok harinya Salsa dan Anggi memberitahu Bu Guru dan merencanakan cara untuk membantu Inayah.
Hari ini Bu guru sengaja menggunakan jam pelajarannya untuk berdiskusi dengan anak-anak dikelas, tujuan dari diskusi untuk membantu Inayah yang sedang dalam kesulitan. Di kelas mereka berunding dan saling memberikan pendapat, hampir dua jam mereka asyik berdiskusi tanpa sadar jam pergantian pelajaran telah berbunyi.
“Anak-anak, hari ini kita berkumpul dikelas ini bukan akan belajar pelajaran Ibu, kita akan berdiskusi mengenai bagaimana cara membantu teman kita yang sedang kesulitan saat ini, silahkan semuanya berpendapat dan setiap pendapat dari kalian akan sangat berguna bagi semua”. Bu Guru menjelaskan.
“Apakah kita akan mengadakan sumbangan atau iuran pribadi bu?” siswi berponi mengutarakan pendapatnya.
“Bagaimana kalo kita menuntut saja pada anak-anak yang mengganggu Inayah tempo hari?” anak berkacamata menimpali.
“Orangtua saya sering membantu orang kesulitan bu, apa saya minta saja kepada orangtua saya ya?” siswi paling depan mengajukan ide.
“ Bagaimana kalo kita buat bazar aja bu, keuntungan kita kasih ke Inayah semua?” Salsa berkomentar.
“Kita minta sumbangan ke kelas-kelas lain juga ya bu?”Anggi menimpali.
mereka saling bershutan memberikan pendapat dan masukan, anak-anak sangat bersemangat sekali untuk membantu temannya.
“ Baik anak-anak, terimakasih sudah memberikan pendapat kalian, Ibu akan menuliskan dari beberapa usulan tadi, silahkan dipilih dan kita akan menggunakan pilihan terbanyak, jadi usulan dari anak-anak semua ada yang mengadajan sumbangan, bazar, sumbangan dengan kelas lain, penarikan dari orangtua donator, silahkan dipilh ya” Bu guru menengahi mereka dan segera mengambil kesimpulan.
Hasil dari diskusi bersama, mereka memutuskan akan mengadakan bazar di kelas dengan target pembeli kelas lain. Di bazar mereka boleh berjualan ataupun menyewakan barang atau permainan apapun yang mereka miliki. Bazar akan diadakan selama tiga hari setiap jam istirahat, jadi tidak mengganggu jam pelajaran, hasil dari penjualan bazar tersebut dibagi dalam beberapa katagori, keuntungan delapan puluh persen akan akan donasi ke Inayah, dua puluh persen sisanya dikembalikan kepada pemilik modal dan terserah pemiliknya menggunkan untuk apapun, sedangkan modalnya dikembalikan kepada pemiliknya.
Bazar sangat ramai dan berbagai jualan serta permainan ada di kelas Salsa, suasana yang menyenangkan dan membuat anak-anak berseragam biru putih itu tersenyum ceria. Hasil dari bazar selama tiga hari membuahkan hasil yang sangat menggembirakan. Mereka segera mengumpulkan pada bu guru dan menghitungnya. Hasilnya sangat luar biasa, lebih dari cukup untuk membeli sepatu Inayah.
Bu guru bersama Salsa dan Anggi menuju rumah Inayah untuk menyerahkan uang hasil dari bazar, namun Salsa menyarankan agar bu guru segara membawa Inayah berbelanja bersama bu guru, dikwatirkan jika uang diserahkan ke Inayah maka barang yang Inayah perlukan bisa tidak terbeli dilihat dari kondisi Inayah dirumah bibinya.
Sesampai di rumah bibi Inayah, mereka mengucap salam dan disambut bibinya dengan wajah datar.
“Ayo masuk, inayah lagi cuci baju, gak tau tuh dari tadi belum selesai juga”sang bibi menjelaskan dengan sedikit malas, mereka segera masuk dan duduk dibangku tamu.
“Oh ya bu, perkenalkan saya gurunya Inayah, apa ibu tau kenapa Inayah beberapa hari ini tidak sekolah?” bu guru menanyakan kepada bibi.
“Tau lah bu, dia kan di rumah saya, dia bilang sepatunya rusak, berlebihan sekali kan bu, masa sepatu baru di pake beberapa pekan sudah rusak, katanya lagi nunggu ortunya kirim uang dari kampong baru beli sepatu, masa saya yang belikan” sang bibi masih dengan suara dibuat-buat mencoba berlepas diri dari masalah Inayah.
“Ya iyalah cepat rusak yang di pake Inayah kan sepatu bekas sudah hampir rusak” Anggi bergumam disamping Salsa.
“Stsssss… dah diem aja” Salsa meminta Anggi tidak usah ikut berkomentar.
“Nanti saya izin bawa Inayah sebentar keluar ya bu” Bu guru meminta izin bibi Inayah.
“Oh…silahkan bu guru asal jangan lama-lama ya, pekerjaan rumah masih banyak”, bibi Inayah membalas ucapan bu guru.
Bu guru dan bibi Inayah asyik berbincang, Salsa dan Anggi meminta izin menemui Inayah di belakang. Rumah bibi yang besar dengan berbagai ruangan di kanan kiri. di ruang televisi nampak anak perempuan seusia Inayah sedang bermain handphone, di ruangan lain terlihat anak lelaki bermain handphone juga dan Inayah di belakang seorang diri sedang mencuci dengan tumpukan pakaian dalam baskom besar di sisi kanan kirinya.
“Nay, masih lama cuciannya?” Salsa bertanya smabil memperhatikan sekeliling.
“Enggak, ini dikit lagi cucianya, tapi jemurannya agak lama dikit ini”. Inayah memperhatikan cuciannya.
“Berapa hari ini gak cucian Nay?” Anggi penasaran.
“Dua hari, ini pakaian tujuh orang” dia menjelaskan.
“Itu anaknya bibimu gak bantuin malah main Hp” Anggi sedikit geram.
“Gak pa-pa biar aja, sedikit lagi selesai kok” Inayah menenangkan teman-temannya.
“Ya udah, ayo kita bantuin aja Gi biar cepet selesai, habis tu kita bawa dia belanja” Salsa mengambil pakaian yang telah siap digantungi atau dijemur.
“ Gak usah teman-teman, maaf ya jadi ngerepotksn kalian” Inayah tak enak hati pada teman-temannya.
“Gak ngerepotin Nay, ini biar kamu cepat selesai dan kita cepat pulang, ya Sa?” Anggi menggoda Inayah sambil tertawa.
Mereka pun bahu membahu bekerjasama membantu Inayah menyelesaikan pekerjaannya, tak lama kemudian semua cucian telah selesai dan digantung jemur. Mereka pun berpamitan pada bibi Inayah. Inayah dibawa ke toko pelengkapan sekolah. Banyak model dan macam peralatan sekolah tersedia, mereka mendapatkan sepatu, tas, alat sekolah dan sepasang seragam baru untuk Inayah. tampak wajah girang terpancar indah di wajah Inayah yang penuh kesedihan beberapa hari ini.
“Giamana Nay, besok sudah bisa sekolah kan?” Tanya Anggi antusias.
Inaya mengangguk-angguk dengan senyum malu yang terus berkembang di wajahnya, setetes air jatuh dari wajah Inayah.
“Nay, ini semua adalah hasil dari bazar teman-teman Inayah dikelas, mereka sangat sayang dengan Inayah dan mereka merindukanmu” bu guru membelai kepala Inayah dengan lembut.
“ Iya Nay, ini bukan uang kami bertiga aja, ini uang teman-teman sekelas semua dan ini adalah hadiah serta tanda cinta buatmu dari kami semua dikelas” Salsa menjelaskan sambil memeluk Inayah yang mulai menangis terharu.
“Kedepannya harus lebih rajin belajar dan lebih giat lagi, jangan bolos sekolah lagi ya Nay, jika ada yang dibutuhkan katakana saja pada Ibu ya” bu guru menasehati Inayah.
“ Terimakasih Bu guru, terimakasih teman-teman semua, aku tidak akan bisa membalas semua kebaikan kalian ini, ku doakan semoga Allah melimpahkan keberkahan dan umur yang panjang untuk semuanya, mohon maaf sudah merepotkan semuanya.
Setelah semua barang didapatkan, mereka segera mengantar Inayah kembali kerumah bibinya dan mereka pun melanjutkan pulang kerumah masing-masing.
Ke esok harinya, Inayah datang denga senyum indahnya kembali. Bajunya kini tak pudar lagi, sepatunya pun telah baru, dia memasuki kelas dengan senyum malu-malu. Para siswi bergantian memeluknya dan menguatkannya agar semakin sabar dan harus terus sekolah.
“Terimakasih teman-teman semua, kalian teman terbaik yang Allah berikan kepadaku saat ini dan semoga selamanya, semoga sehat selalu semuanya” Inayah mengucapkan syukur dan terimaksih di depan kelas di damping oleh Salsa dan Anggi dan disaksikan oleh seluruh kelas, tepuk tangan bergemuruh memenuhi penjuru kelas.
“Sama-sama Inayah, kami semua pun senang bisa membantumu, semoga kamu suka dengan sepatu baru dari kami semua” Salsa membalas Inayah dengan riang.
Meraka pun saling bersalaman dan berpelukan dengan sesama siswi, Andi dan kelompoknya pun telah meminta maaf juga, kini mereka bisa sama-sama belajar dengan senyum ceria, mengukir hari indah dan menggapai cita-cita setinggi yang mereka impikan. Kelak di masa depan Inayah dan kawan-kawan tak akan pernah lupa kenangan pengorbanan yang mereka lakukan demi mempersembahkan sepatu baru untuk Inayah.