Si monyet rakus dan si katak dungu

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Ini cerita fiksi yang selalu saya dengarkan sewaktu saya masih kecil dulu, cerita pengantar tidur yang selalu diceritakan oleh bapak saya, akan semakin asyik dan seru jika diceritakan ketika listrik padang, kemudian cahaya lampu digantikan dengan cahaya lilin.

Sebelum bapak saya mulai bercerita dia selalu memului dongengnya dengan sebuah nyanyian, nyanyian tersebeut berbunyi sebagai berilkut : “Maan ceriten dongeng. Maan jelet tein tuak Seman. Muun jelet tein nak Emun. Perebus monjok amak Emun mosot” (setiap kalimat dari nyanyain pembuka di atas diulang oleh pendengar /saya)

Jika nyanyian pembuka di atas diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesai artinya kurang lebih seperti ini :

“Maan cerita dongeng. Maan jilat tahinya paman Seman. Muun jilat tahinya ibu Mun. Kocor monjok bapak mun Bujang”.

Setelah nyanyian pembuka selesai dinyanyikan dongeng mulai diceritakan.

Ada sebuah cerita tentang si Monyet rakus dan si Katak dungu, keduanya bersahabat dekat selalu bermain bersama, mereka suka berenang disungai didekat rumah mereka, tapi si Monyet berenangnya belum terlalu bisa, makanan kesukaan mereka adalah pisang. Suatu hari musim penghujan datang, cuaca tidak karuan, langit selalu mendung, angin bertiup tidak teratur. Akibat cuaca buruk dan hujan yang tiada henti dari pagi sampai malam membuat air sungai menjadi besar, beberapa pohon pisang yang dipinggir sungai tumbang dan dibawa arus sungai.

Karena hujan yang tidak kunjung reda si Monyet dan si Katak jarang bermain keluar rumah, bahkan untuk bermain mandi di Sungai juga jarang, tapi mendengar cerita banyaknya pohon pisang tumbang yang terbawa oleh arus sungai membuat mereka berdua nekat, mereka berenca mandi di Sungai sambil mengambil pohon pisang yang terbawa arus. Keesokan harinya disaat hujan mulai rintik si Monyet pergi ke Rumah si Katak untuk menyusun rencana bagaimana mereka bisa pergi berenang mengambil pohon pisang. Sesampainya si Monyet di rumah si Katak mereka berdua mulai berdiskus : Monyet : Katak bagaiama dengan rencana kita untuk mengambil pohon pisang di Sungai ? Katak : Aah itu mah gampang Monyet : Gampang bagaimana !, bagaimana cara kita pergi berenang mengambil pohon pisang ? Katak : Caranya ya kit sama-sama berenang lah Nyet. Monyet : Kalau begitu besok sore kita pergi ya. Katak : Iya Nyet besok sore kita pergi diam-diam Monyet : Besok saya bawa keranjang kamu bawa parang ya Tak. Katak : Iya saya yang bawa parang .

Waktu sore tela tiba, si Monyet dengan semanga keluar rumah sambil membawa keranjang dan berjalan menuju ke Rumahnya si Katak, sesampainya di Rumah sik Katak dia memanggil Katak dengan kode :“Tuntel-tuntel. Tuntel-tuntel. Tuntel-tuntel”:. Si Katak yang mendengar suaranya Monyet berkata dalam hati “Nah itu suaranya si Monyet sepertunya dia sudah tiba tiba”. Sambil membawa parangnya si Katak perlahan keluar dari rumahnya menghampiri si Monyet, setelah bertemu mereka langsung berlari menuju sungai, sambil berlari mereka berbicara. Monyet : Katak mana prangmu ? Katak : Ini di Punggungku. Monyet : Kecil sekali, saya hampir tiak melihatnya. Katak : Kecil-kecil begini ini tanganmu aja bisa kepotong loh Monyet : Ah kamu ini Tak ada-ada aja.

Tak Terasa karena keasyikan ngobrol sambil lari mereka berdua sampai di Tepi sungai, sambil menghela nafas dalam-dalam mereka berdua berteriak sekencang-kencangnya karena mereka sangat gembira. Melihat lumayan banyak pohon pisang yang terbawa arus membuat mereka semakin gembira, sehingga si Monyet langsung ingin lompat ke Sungai, dia hampir lupa bahwa dirinya belum terlalu bisa berenang. Katak : Tunggu tunggu tunggu, woeeee Nyet tunggu kamu ini mau asal lompat aja. Monyet : Eeet eeet eeet aduh iya aku lupa, hampir saja oku mau lompat. Katak : Lalu kapan kita akan ambil pohon kelapa itu Katak ? Katak : Ntar dulu kita baca-baca mantra dulu supaya tidak tenggelam Monyet : Mantranya bagaimana ? Katak : Mantranya itu, nanti kalau kamu berenang kemudian sampai pada pohon pisang, kamu nyanyikan mantra ini Nyet “Dayung tengah-tengah” Katak belum selesai menyanikan mantranya saking tergesa-gesanya si Monyet langsung lompat berenang menuju pohon pisang, sementara itu katak menyaksikannya sampil tepuk jidad, sesampainya si Monyet menunggangi pohon pisang, dia mulai menyanyikan mantarnya, ”Dayung tengah-tengah, dayung tenga-tengah”, si Monyet terus-terusan mendayung dengan tangannya sambil menyanyikan mantara, tapi tidak kunjung ke tepi. Monyet berteriak daro tengah sungai di atas pohon Pisang, “Kataaaaaaaak bagaimana ini kenapa aku tidak kunjung ketepi sungai, padahal aku sudah menyanyikan mantramu ?!. dari tepi sungai Katak menjawab sambil teriak, “Mantaranya belum selesai aku bacakan kamu asal lompat aja, itulah kenapa kamu tidak bisa ke tepi. Si Monyet nyahut lagi “Lalu bagaimana caraku untuk berenang ketepi membawa pohon pisang ini !?. Karena mantaranya putus / tidak dibaca oleh si Monyet, dia pun tenggelam. Si Katak melihat si Monyet tenggelam langsung segere berenang menolong si Monyet, sesampainya di Tepi dia mengasih tahu si Monyet. “Nyet tadi itu mantranya belum sempurna aku bacakan, kenapa kamu main asal lompat aja sih, ini lah akibatnya kamu jadi tenggelam”. Kemudian Kata memperlihatkan kepada si Monyet bagaimana cara yang benar mengambil pohon pipsang di Tengah sungai. “Ni Nyet sekarang giliran saya yang mengambil pohon pisang, lihat dan dengar baik-baik ya !.

Katak pergi berenang mengambil pohon pisang, sesampainya di atsa pohon pisang katak langsung menyanyikan mantranya sambil mendayung dengan tangannya. “Dayung Tengah-tengah dayung tengah-tengah. Dayung Tepi-tepi dayung tepi-tepi, dayung tepi-tepi, dayung tepi-tepiiiiiiii”. Sampailah si Katak di Tepi sungai.

Si Monyet masih lesu karena tenggelam, dia tidak bisa membantu si Katak untuk mengangkat pohon pisnag ke Atas dari tepi sungai. Katak berteriak “Nyeeeeeeeettt sini bantu aku bopong pohon pisangnya!!!. Monyet yang masih kelelahan tidak bisa menjawab teriakan si Katak, akhirnya si Katak sendiri yang menyeret pohon pisang itu ke Atas. Sambil kelelahan kedunya kemudian berpelukan dan saling tepuk punggung sambil berkata “Akhirnya kita berhasil”. Sementera mereka membagi hasil buruan pohon pisangnya mereka istirahat sejenak sambil menikmati kue bolu dan susu milk yang mereka bawa, pembicaraan pun tak bisa dihindarkan.

Monyet : Tak kok kamu bisa sehebat dan secepat itu sih berenang mengambil pohon pisangnya, padahal aku tadi sekuat tenaga mendayung sambil menyanyikan mantranya tapi aku tidak kunjung sampai ke Tepi. Katak : Lasingan kamu sih Nyet tadi main lompat-lompat aja saat saya kasih tau mantranya, padahal kan aku belum selesai membakan mantranya tadi. Monyet : Oooooooh!!!!! Jadi tadi itu mantaranya belum selesai kamu kasih tahu . Katak : Iya Nyet, kamu asal lompat-lompat aja tadi. Jadi begini Nyet, mantarnya itu harus dibaca ada yang satu kali ada yang tiga kali, mantra yang kamu baca tadi itu cukup dibaca satu kali saja, baru kemudian sambungannya dibaca tiga kali, karena kalau kamu baca mantra pertamanya tiga kali atau lebih otomatis kamu akan dibawa ke tengah oleh arus sunganinya. Coba aja kamu renungi arti dari mantar yang kamu baca, (Dayung tengah-tengah), itu artinya sama dengan kita mendayung ke tengah, kalau kamu tambahnkan (Dayung Tepi-tepi 3x-lebih), baru kamu bisa ke tepi. Monyet : MMMhhhhh jadi begitu ya mantra yang benar, kamu ini Tak walau pun dungu-dungu tapi pintar juga yah. Katak : Alah Nyet kamu ini bisa aja. Monyet : Ayok kita bagi pohon pisangnya Katak : Okelah ayo kita bagi, tapi bagaimana cara kita bagi ? Monyet : Nah untuk membagi pohon pisang ini kita sesuaikan dengan kelelahan kita masing-masing ya Tak. Tadi kan saya yang berenang duluan untuk mengambil pohon pisangnya, dan saya juga sempat tenggelam, saya sangaaaaaaaatt lelah, sampai-sampai saya tidak bisa ngomong tadi, untuk balas panggilanmu. Jadi saya yang mengambil buahnya kamu yang mengambil batangnya ya Tak. Katak : Enak sekali kamu Nyet, kan tadi aku juga berenang ngambil pohon pisangnya, aku juga yang menyeret pohon pisangnya sampai ke atas. Monyet : Ya tapi kan kamu tidak makan buah pisang Tak Katak : Aku makan kok, kalau kepepet. Monyet : Itu kan kalau kepepet Katak : Iya sudah kamu ambil buahnya, aku ambil batangnya.

Pulang lah mereka berdua sambil membawa hasil tangkapan mereka di Suangai, si Monyet saking riang gembiranya dia sambil lomat-lompat di Tangkai kayu dan membawa buah pisangnya, dia meninggalkan Katak sendirian, sambil keberatan beban si Katak degan santai dan ngomel sendirian, “Dasar Monyet rakus, tidak ada persahabatannya, dia maen tinggalkan saja, padahal yang mengambil pohon pisangnya saya, awas saja besok kalau buah pisangnya sudah habis, aku tidak akan kasih dia minta buah pisangku”. Si Monyet dan si Katak sudah sampai rumah masing-masing. Si Monyet di Rumahnya dia menyiapkan seutas tali untuk mengikat buah pisangnya, lalu dia menggantungnya di dekat pintu rumahnya. Sementara itu si Katak dia menanam batang pohon pisangnya di Depan rumahnya, ke esokan harinya Monyet datang melihat bagaimaba Si Katak memakan Pohon pisangnya, melihat si Katak menanam pohon pisannya si Monyet malah ketawa sambil berkata “Hahaaahaa dasar Katak dungu kenapa kamu taman batang pisangmu, kamu pasti kelaparan karena tidak bisa memakannya”. Katak menjawab “Alaaah emangnya kamu sudah bisa makan pisangmu?. Iya dong ini aku bawa satu sirip sudah kuning dan bisa dimakan. Boleh aku mnta satu Nyet?. Enaknya aja kamu mau minta, makan tu batang pisangmu”. Sambil melompat-lompt Monyet kembali pulang ke Rumahnya. Hampir setiap hari si Monyet memakan buah pisang yang dia gantung di Rumahnya, tidak terasa buah pisangnya sudah habis dia makan, bahkan dia memakan ulat-ulat yang tersissa di buah pisangnya. Satu bulan berlalu Monyet mulai kehabisan stok makanannya, dia bingung mau makan apalagi, akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke Rumahnya si Katak, sambil mencari tahu apakah Batang Pohon pisangnya mati atau hidup. Ternyata eh ternyata sesampainya di Ruamh si Katak si Monyet heran dan kagum. “Eh Katak bagaimana kabar batang pisangmu ?. tuh lihat aja sendiri. Waaoo batang pisangmu dia hidup, berapa daunnya?. Daunnya baru satu, aku menuuujang. Kamu Nyet bagaiman keadaan buah pisangmu?. Kalau saya sudah habis saya makan Tak. Ooh begitu cepat sekali. Yaa karena saya memakannya setiap hari. Ya udah Tak saya pulang dulu. Oke Nyet hati-hati. Diperjalanan pulang si Monyet bicara sendiri, “MMhhh enak sekali si Katak dia mau sendirian yang punya pohon pisang itu, padah dulu kita mengambilnya bareng-bareg di Sngai. Setelah si Monyet mengeathui keadaan pohon pisang si Katak, setiap padi dia datang ke Rumahnya si Katak sambil menanyakan perkembangan pohon pisangnya. Hari pertama dia datang sambil bertanya : Monyet : Katak bagaimana keadaan pohon pisangmu? Katak : Daunnya baru dua, Aku menujang.

Hari kedua: Monyet : Katak sudah berapa dau pisangmu? Katak : Daunnya Tiga, Aku menujang.

Hari ke Tiga: Monyet : Katak sudah berapa daun pisangmu? Katak : Daunnya Empat, Aku menujang.


Hari ke Empat: Monyet : Katak sudah berapa daun pisangmu? Katak : Daunnya lima, Aku menujang.

Hari ke Lima: Monyet : Katak bagaimana keadaan pisangmu? Katak : Jantungnya keluar, Aku menujang.

Hari ke Enam: Monyet : Katak bagaimana keadaan pisangmu? Katak : Buahnya keluar, Aku menujang.

Hari ke Tujuh: Monyet : Katak bagaimana keadaan Pisangmu? Katak : Buahnya matang, Aku menujang.

Pada hari ke Delapaan si Monyet tidak datang ke Rumah si Katak, sehingga si Katak kebingungan, di Pagi hari yang cerah Katak berdiri di Depan rumahnya sambil melihat kesana-kemari mungkin si Monyet datang menyakan keadaan pisangnya, eh ternyata si Monyat tidak datang. Ketidak datangan si Monyet ini adalah strateginya untuk ngelabui si Katak, agar dia kebingungan cara memetik pohon pisangnya. Si Katak sambil marah berkata “Dasar Monyet Rakus giliran sudah matang buah pisangku, dia tidak datang ke Rumah, padahal saat ini saya membutuhkan bantuannya, awas aja kalau dia datang saya tidak sudi dibantu dia. Si Monyet yang rakus dan licik sudah mengetahui kalau si Katak akan marah padanya, karena tidak datang menanyai keadaan pisangnya, dia masih menunggu dan mengintip si Katak yang sedang kewalahan menaiki pohon pisangnya, sambil ketawa dari kejauhan dia masih memantau, setelah melihat si Katak mulai lelah, sambil bersiul dengan santainya dia lewat di Depan rumahnya si Katak, si Katak melihatnya sambil acuh, Monyet bailk lagi mencari perhatian agar dia bisa dimintai pertolongan, setelah capek bolak-balik mencri perhatian dan dia tidak diharaukan, langsung saja dia lompat ke Dalam rumah si Katak dan berkata “Katak kamu butuh bantuan untuk memetik poohon pisangmu?. Dasar kamu Monyet rakus tak tau malu, sudah tahu saya butuh bantuan malah sengaja tidak datang ke Rumah. Iya Tak saya mintamaaf saya lagi ada kerjaan. Emangnya kamu ngerjain apa?. Aadalah pekerjaan misterius. Misterius – misterius matamu. Sini saya batu metik buah pisangmu. Enak aja saya tidak butuh bantuanmu. Iya udah petik aja senditi. Si Monyet rakus sambil santai duduk melihat Katak mencoba beberapa kali untuk memanjat, tapi malah gagal dan gagal lagi, karena sudah kecapean dia menyerah, tapi masih gengsi untuk minta tolong sama si Monyet, akhirnya si Monyet yang ngomong duluan. Monyet : Sudahlah Tak sini aku bantu, capek kamu tuh. Katak : Saya tidak mau, saya bisa petik sendiri Monyet : Ayolah kamu sudah capek itu. Katak : Iya udah ini kamu yang petikin saya, tapi jangan dimakan di Atas pohonnya ya, awas kalau kamu makan langsung di Atas. Monyet : Tenang aja Tak, percaya sama saya, saya tidak akan memakannya di Atas, kan saya teman baikmu. Katak : Mh ! Dasar Monyet Rakus. Monyet : Ini Tak kamu pegangi dulu kunci rumah saya. Katak : Oke sini kunci Rumahmu, biar saya pegangin. Setelah si Monyet mendapat kesempatan untuk memetik buah pisangnya si Katak dia begitu bersemangant dan bahagia, bahkan dia hanya butuh lima kali lompatan untuk sampai di atas pohon pisang, setelah dia sampai di atas pohon pisang, si Monyet kemudian memetik satu batang buah pisang, dia melanggar janjinya pada si Katak untuk tidak memakan buahnya di atas. Dari bawah Katak melihat si Moyet akan memakan buah pisangnya, dia pun berteriak “Monyeeeet woeeee kenapa kamu makan buah pisangku di atas sana!. Tidak saya cuma mau memastikannya, sudah matang atau belum”. Setelah mekakan buah pisang si Katak, dia membuang ampas pisang tersebut ke Muka si Katak. Itu dia lakukan sampai tiga kali. Karena si Katak sudah habis kesabarannya menunggu si Monyet untuk turun membawakan buah pisangnya dia pun marah. Saking marahnya si Katak pergi lompat menjauh dari rumahnya sambil membawa kunci rumah si Monyet, dia berniat untuk kabur menyembunyikan kunci rumahnya sik Monyet. Monyet kebingungan kenapa tiba-tiba si Katak lari, dia pun langsung lompat dan mengejar si Katak, sambil membawa sisa buah pisang yang dia petik si Monyet teriak memanggil si Katak untuk mengembalikan buah pisangnya sambil berharap akan dikembalikan kunci rumahnya. Si Monyet terus-terusan berteriak memanggil si Katak, sementara si Katak bersembunyi di Dalam goa tepi sungai, tepat ketika si Monyet berada pada posisi diatas goa didengarlah suaranya berteriak memanggil sik Katak.

Monyet : Kataaaaak ini Buah pisangmu kembalikan Kunci rumahku. Katak : Cong wang ecek Monyet : Lah suara apa itu, kenapa ada suara yang aneh nyahut ya, coba sekali lagi saya panggil si Katak. Katak ini buah pisangmu. Katak : Cong wang ecek. Monyet : Nah itu suara apa ya. Coba sekalilagi. Katak ini buah pisangmu. Katak : Cong wang ecek. Monyet : Ayolah katak saya tobat, saya mohon maaf, saya minta ampun.

Mendengar suara si Monyet yang ingin minta ampun dan tobat. Akhirnya sik Katak keluar dari goa, lalu bertemu dengan si Monyet. Saat bertemu si Monyet langsung memeluk si Katak dan memohonmaaf, si Katak hanya diam dan terharu, kemudian dia juga memeluk si Monyet, dan akhirnya merea baikan. Akhir cerita mereka berdua menikmati buah pisang yang tersisa di tepi sungai tempat mereka biasa bermain.