Lompat ke isi

Suara Hati Buku

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

EnolaY

Premis[sunting]

Mina, Sion dan Arlan menyelinap ke perpustakaan dan tidak sengaja membuka payung ajaib milik Pak Abu, penjaga perpustakaan sekolah mereka. Payung itu membawa mereka masuk ke  dimensi lain dan menemukan hal yang tidak terduga.

Lakon[sunting]

Ilustrasi buku tua dalam cerita ini
  1. Mina (Manusia)
  2. Sion (Manusia)
  3. Arlan (Manusia)
  4. Pak Abu (Manusia)
  5. Matematika (Buku)
  6. KBBI (Buku)
  7. Dongeng (Buku)

Lokasi[sunting]

  1. Perpustakaan sekolah
  2. Dimensi Buku.

Genre[sunting]

  1. Fantasi
  2. Comedi

Isi[sunting]

Mina, Sion, dan Arlan adalah siswa sekolah dasar yang memiliki rasa ingin tahu yang besar.  Sudah lama mereka menyimpan rasa penasaran pada payung hijau yang selalu dibawa-bawa Pak Abu, penjaga perpustakaan sekolah, bahkan saat sedang tidak hujan sekalipun. Hari itu, Pak Abu meninggalkan perpustakaan dan tidak sengaja meninggalkan payungnya. Karena rasa penasaran, Mina beserta dua temannya mendekati meja Pak Abu untuk melihat payung itu. Saat Payung dibuka, hal ajaib pun terjadi.


***

Para buku berduyun-duyun memasuki ruangan putih. Beberapa waktu yang lalu mereka mendapat kabar jika ada beberapa anak manusia terdampar didimensi mereka. Buku-Buku itu penasaran dan ingin melihatnya secara langsung.

"Jadi, bagaimana cara kalian bertiga bisa sampai ke tempat ini tadi?" ujar salah seorang buku melakukan tanya jawab setelah melihat anak-anak itu tidak lagi takut melihat mereka ternyata bisa bergerak, berbicara, dan bertingkah layaknya manusia.

"Payung. Payung milik Pak Abu. Saat Sion buka payungnya, tahu-tahu kami sudah berada di sini," jawab Mina pada buku yang bertuliskan Matematika pada bagian sampulnya.

Buku itu menggangguk, "Oh, ternyata pakai payungnya Pak Abu. Pantas saja." ucapnya sambil manggut-manggut.

"Loh bapak kenal pustakawan sekolah kami?" tanya Mina bingung.

Matematika mengangguk, "Pak Abu itu hanya salah satunya. Saya masih mengenal banyak. Pak Abu adalah salah satu manusia yang pernah kami hadiahi karena jasanya. Sejak dulu, beliau sudah mencurahkan seluruh harta dan waktunya untuk mendirikan perpustakaan-perpustakaan buku hingga ke pelosok-pelosok desa untuk meningkatkan minat literasi di masyarakat. Apalagi minat baca di negara tercinta kita ini sangat memprihatinkan, yakni 0,001%. Artinya di antara seribu orang, hanya ada satu yang rajin membaca," jelasnya kemudian melanjutkan, "perbuatan Pak Abu sangat terpuji, jadi kami para buku setuju untuk menghadiahi Pak Abu dan beberapa manusia lainnya dengan payung ajaib yang bisa membawa mereka pindah ke dimensi buku."

"Hebat sekali!"

"Memang hebat, tapi sayang tidak semua manusia memiliki sifat yang sama seperti Pak Abu," ujar buku yang terlihat tua dan usang. Sampul bagian depannya terdiri dari tiga huruf konsonan dan satu huruf vokal yang semuanya di tulis kapital, KBBI.

"Lihat saya, penuh coretan, lipatan, bahkan halaman saya pun dirobek-robek oleh manusia.  Habis dirusak, saya malah didiamkan di pojok ruangan. Dibiarkan membusuk begitu saja tanpa digunakan." keluhnya berbicara menggunakan bahasa yang baku. Saat KBBI berjalan, kertas-kertas dari sela-sela badannya berjatuhan, mirip daun berguguran.

"Nah, kalian-kalian ini sebagai penerus bangsa tidak boleh menjadi seperti mereka-mereka itu. Mestilah jadi seseorang yang berguna bagi pertumbuhan negeri."

Anak-anak itu mengangguk dengan sunguh-sungguh mirip ayam yang mematuk.

"Kali ini Tuan Abu kurang hati-hati, payung ajaib semacam itu harusnya ia simpan ditempat yang tidak mudah dijangkau oleh anak-anak manusia seperti kalian. Kalau begitu tidak akan ada insiden anak manusia kesasar dalam dalam dunia buku seperti ini. Oh, keasikan cerita sampai lupa kenalan. Saya buku Matematika, kalian siapa tadi?"

"Mina," balas gadis kecil yang menjawab pertanyaannya tadi. Gadis itu adalah yang paling berani di antara dua anak lainnya.

"Kalau kamu?" tanya buku dongeng pada anak laki-laki  gemuk di samping Mina.

"Saya Sion."

"Kalau yang sebelahnya lagi?" tanya yang lain.

Kali ini si anak tetakhir tidak menjawab, malah menatap mina dengan mata meminta tolong.

"Ini Arlan, temanku. Orangnya memang pemalu," ucap Mina membantu.

Buku Matematika menggangguk tanda mengerti.

"Tadi kalian takut tidak melihat kami bisa bergerak dan berbicara layaknya manusia?" tanyanya lagi.

Anak yang bernama Sion langsung menjawab, "Tidak, malah keren!"

"Emang kamu tidak takut, Nak?"

"Cuma Arlan, kalau aku tidak," katanya bangga, "malah dari dulu aku selalu bermimpi supaya robot dan mobil-mobilanku juga bisa hidup," tuturnya bersemangat.

"Bagus-bagus, kamu anak yang pemberani!" puji Matematika senang. Buku itu menatap tiga anak manusia di depannya dan berinisiatif menjelaskan, "Kalau mau pulang, kalian mesti menjawab pertanyaan dari kami terlebih dahulu," ungkapnya.

Mendengar itu Buku Dongeng buru-buru maju ke depan, "Giliranku-giliranku. Aku yang akan bertanya, aku!

Buku Matematika dan KBBI mulai menyingkir, memberi Buku Dongeng ruang untuk bertanya.

"Kalo begitu saya mulai ya."

"Diantara kalian bertiga, ada yang bisa menebak siapa aku?" tanyanya.

Berbeda dengan buku yang lain, si buku dongeng tidak hanya memiliki judul dibagian depannya, tetapi juga memiliki gambar buaya dan hiu pada sampulnya.

"Kumpulan cerita rakyat Indonesia," jawab Sion setelah bersusah payah mengeja judul buku itu.

"Bukan, bukan itu! Maksud saya nama gambar saya! Masa tidak tahu?"

Sion mencoba menebak lagi, "Paman Buaya dan Tante Hiu."

"Salah-salah, dua-duanya adalah jantan! Selanjutnya, anak selanjutnya."

"Paman Hiu dan Paman Buaya?" jawab Mina mencoba-coba.

"Tetot. Masih salah. Anak selanjutnya," seru Buku Dongeng sambil menunjuk Arlan, si anak paling yang paling kecil diantara mereka.

Mina dan Sion menahan napas, Arlan adalah anak yang paling pemalu dan pendiam diantara mereka. kalau mereka tidak bisa menjawab apalagi Arlan.

Si anak bernama Arlan memperbaiki kacamatanya dan menjawab dengan malu-malu, "Paman Hiu namanya Sura dan Paman Buaya namanya Baya.  Setahuku cerita perkelahian mereka berdua berasal dari rakyat Jawa Timur yang namanya kemudian digunakan menjadi nama tempat, Surabaya."

Para buku terpana, Mina dan Sion juga. Setelah menjawab pertanyaan dengan benar, tahu-tahu mereka sudah kembali saja di perpustakaan. Di sana, Pak Abu duduk dengan santai sambil memegang payung hijaunya. Melihat mereka tiba-tiba muncul di depannya dia tidak terkejut. Pak Abu malah meletakkan jari telunjuk di depan bibir dan berkata, "Ssttt, rahasia."


TAMAT