Lompat ke isi

Suporter Edan

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
Oleh: Thersetya

Sore itu, Fino mencoba menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya sambil memandangi tetesan rintik hujan di depan teras rumahnya. Ia merasa bodoh dan menyayangkan perbuatan para suporter dan teman-temannya dua hari yang lalu. Kini ia sadar bahwa teman-teman yang selama ini ia kenal setia kawan, nyatanya tidak ada yang peduli dengannya. Mereka hanya memikirkan keselamatan sendiri. Namun, ia tidak menyimpan dendam kepada teman-temannya. ”Oke, cukup tahu saja. Kalau sudah begini, diri sendiri yang harus bertahan supaya tidak mati,” katanya dalam hati.

Fino adalah pemuda yang sangat pandai bergaul. Ia memiliki banyak teman, mulai dari TK sampai SMA. Bahkan, teman yang dia dapatkan di luar sekolah juga banyak. Ia sebenarnya tidak setampan Hyun Bin atau sekece Donnie Sibarani, tetapi banyak juga teman-teman perempuan yang mengagumi dan ingin dekat dengannya. Tinggi badannya yang mencapai 180cm, dengan postur atletis memang bikin para gadis kesengsem. Apalagi tatapan matanya yang tajam, dengan bibir tipis yang manis saat tersenyum, menambah pesonanya di mata kaum hawa. Fino tidak banyak bicara, tetapi kepeduliannya kepada teman-temannya terlihat nyata dari tindakannya.

Minggu lalu, Fino dan teman-teman sekelasnya mengikuti pelajaran olahraga di lapangan basket. Bapak Marno, guru olahraga Fino, membagi para siswa menjadi 4 kelompok untuk bertanding basket. Saat kelompok Fino bertanding, salah satu temannya, Yusuf, jatuh karena bertabrakan dengan anggota kelompok lawan. Fino langsung mendatangi Yusuf dan menolongnya bangun. Ia juga yang mencarikan obat di kotak P3K untuk membersihkan luka lecet di lutut Yusuf dan menuputup luka yang lebih besar dengan perban. Soal menolong teman, Fino selalu sat set das des alias gercep. Tidak hanya dengan teman, dengan orang lain yang mengalami kecelakaan di jalan pun Fino selalu ringan tangan untuk membantu. Tak heran kalau ia disukai banyak orang dan memiliki banyak teman. Selain suka menolong, rasa setia kawan Fino juga tinggi. Saat ayah Niko, teman sekelas Fino, dirawat di rumah sakit. Finolah yang pertama kali mencetuskan ide untuk besuk (Red. mengunjungi orang sakit) bersama teman-teman sekelasnya. Sejak itu, setiap kali ada teman atau keluarganya yang sakit, teman-teman sekelas sepakat untuk segera membesuk.

***

Sejak SD Fino senang bermain sepak bola. Ia cukup sering bermain sepak bola dengan teman-teman di kompleks rumahnya maupun teman-teman sekolahnya. Setelah ia masuk SMA, ia semakin serius mengikuti berita-berita seputar sepak bola baik skala nasional maupun internasional. Fino memang tidak masuk ke suatu klub sepak bola di kotanya, tetapi soal berita dan perkembangan sepak bola selalu ia ikuti. Fino juga cukup sering menonton pertandingan sepak bola antar klub besar di kotanya. Ia juga memiliki beberapa teman yang senang dengan olahraga ini. Mereka tidak jarang nobar (nonton bareng) siaran Piala Dunia lewat TV atau streaming dan nobar langsung ke stadion. Bahkan, mereka pernah pergi ke kota lain agar dapat melihat klub kesayangan mereka bertanding.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, hari pertandingan klub Pasahpati dan klub Arampa. Menurut Fino, kedua klub ini memiliki pemain yang andal dan potensial. Keterampilan dan keahlian mereka dalam bermain sepak bola sangat diamati olehnya. Ronie, salah satu pemain klub Pasahpati, adalah pemain favoritnya. Ronie sangat mahir melakukan passing (teknik mengoper atau memberikan bola ke rekan tim) dan intercept (teknik untuk memotong umpan lawan). Sebagai pencetak gol terbanyak, ia juga andal dalam melakukan intercept (jenis tendangan ke arah gawang lawan yang didapat dari umpan lambung tanpa menyentuh tanah dahulu). Dari klub Arampa, Fino mengagumi kepiawaian Dendra. Dendra cukup mumpuni dalam memainkan perannya sebagai penjaga gawang. Jarang sekali anggota klub lawan yang berhasil membobol gawang yang dijaganya. Mata dan kecekatannya dalam menahan bola benar-benar pantas diacungi jempol.

Laga sepak bola antar provinsi ini diadakan di stadion sepak bola di pusat kota. Para suporter masing-masing klub sudah mulai berdatangan sejak subuh untuk mengantri masuk ke stadion. Mereka masuk ke stadion dengan tertib dan aman. Fino dan teman-teman nobarnya tentu tidak ketinggalan. Dalam laga ini, selain klub Pasahpati dan klub Arampa ada beberapa klub lain yang juga bertanding. Pukul 10 pagi, klub Parship dan klub Persetawa memulai putaran pertama. Lalu, diikuti pertandingan klub-klub berikutnya. Pada pukul 5 sore, klub Pasahpati dan klub Arampa mulai bertanding. Ini adalah jadwal terakhir dalam perhelatan ini. Awalnya, para suporter kedua klub masih tertib dalam memberikan semangat ketika bola nyaris masuk ke gawang lawan. Namun, lama kelamaan ada beberapa oknum yang mulai beringas. Salah satu suporter fanatik, yang duduk di samping kursi Fino, mulai misuh-misuh (mengucapkan kata kotor, mengumpat) ketika klub lawan berhasil mencetak gol. Orang-orang di blok lain, suporter klub lawan yang terusik dengan perilaku orang itu, mulai menimpali cacian orang itu. Namun, si pengumpat tidak menggubrisnya. Ia dan teman-temannya terus saja berteriak-teriak. Suasana pun semakin memanas.

Fino tidak terbawa suasana ini. Baginya, ia datang ke stadion untuk menonton pertandingan secara langsung dan menyemangati seperlunya. Sayangnya, para suporter yang lain tidak bersikap seperti Fino. Mereka mudah terbawa emosi ketika melihat klubnya gagal mencetak gol dan klub lawanlah yang menang. Yel-yel dan teriakan dari suporter lawan tidak jarang menambah kekesalan hati mereka. Hal yang tidak diharapkan pun terjadi. Pertandingan sudah selesai, tetapi perkelahian antar suporter dimulai. Fino dan teman-temannya bermaksud melerai kedua kubu. Namun, justru mereka ikut terkena hantaman tangan dan botol air mineral yang dilemparkan dari arah yang tidak diketahui. Naasnya, ketika Fino mulai menenangkan, ia justru didorong dan dipukul suporter edan. Teman-teman Fino menyingkir untuk menyelamatkan diri mereka sendiri-sendiri. Bahkan, Fino pun harus pulang sendirian dengan badan yang remuk redam. Tidak satu pun dari temannya, yang awalnya datang bersamanya, kelihatan batang hidungnya.

”Suporter edan!”, seru Fino saat berjalan pulang sendirian. ”Diajak tenang dan damai, lha kok malah aku yang dibogem,” gumamnya. Maksud baik untuk menjaga perdamaian justru berakhir dengan hantaman yang menyakitkan.

***