Lompat ke isi

Tabungan Iwan

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Pengantar

[sunting]

Tentang penulis

[sunting]

Halo, nama saya adalah Muhamamad Naufal. Saya berasal dari Kota Jambi.

Dulu saat saya kecil saya sering sekali membaca cerpen dari majalah-majalah anak seperti Bobo, Ina, Ino, dan kumpulan buku cerpen Bobo. “Good old times!” hanya itu yang bisa saya sampaikan, Terimasih dan selamat membaca!

Premis

[sunting]

Iwan bersikeras ingin dibelikan sepatu baru yang bemerk kepada ibunya, akan tetapi uang Ibu Iwan akan digunakan untuk membayar biaya bimbel Kak Sari yang sebentar lagi akan tes masuk Universitas.

Lakon

[sunting]
  1. Iwan
  2. Ibu Iwan
  3. Kak Sari

Tabungan Iwan

[sunting]

Ingin Sepatu Baru

[sunting]

“Pokoknya aku mau sepatu baru!” Ujar Iwan dengan memaksa

“tapi kan dek, uang ibuk mau dipakai untuk biaya bimbel nya kak Sari, toh sepatu lamamu juga masih bisa dipakai.” Jawab Ibu Iwan.

“Tapi kan buk, sepatuku yang lama itu udah ketinggalan zaman, aku mau sepatu yang bermerek kaya punya teman disekolah!” Balas Iwan.

“Tolong lah dek, kali ini aja, kakak mu itu sebentar lagi mau ujian untuk masuk Universitas.” Ujar ibu iwan,yang berusaha meyakinkan Iwan.

Braaaak ! “Aku gak mau tau!” Bentak Iwan dengan marah sambil membanting pintu kamar.


Iwan sekarang adalah murid kelas 1 SMP, ia tinggal Bersama ibunya dan Kakak Sari di rumah dalam gang sempit, bapak Iwan sudah meninggal sejak Iwan masih kecil, kini Ibu Iwan menghidupi dua anaknya dengan berjualan nasi gemuk* di pagi hari, ia kini tengah kebingungan menghadapi sikap iwan yang bersikeras ingin dibelikan sepatu baru, kondisi keungan yang tak menentu membuat ibu Iwan harus mendahulukan kepentingan-kepentingan yang utama.

“Dek, makan dulu dek.” Ucap ibu Iwan sambil mengetuk pintu kamar Iwan. panggil ibu Iwan

“Gak mau!” jawab Iwan dengan marah.

Ibu Iwan kembali membujuk Iwan. “Dek ayolah makan, udah dari siang tadi kamu belum makan.”

“Sudahlah Buk, aku kan gak mau yaudah gausah dipaksa!!” jawab Iwan dengan nada tinggi”


Kata-kata yang keluar dari mulut Iwan membuat ibu terkejut, ia terdiam dengan mata yang berkaca-kaca didepan kamar Iwan, dan kemudian beranjak pergi menuju kamar Kak Sari.

“Maaf Buk gara-gara aku Adek jadi ngambek, kayaknya aku gausah jadi bimbel aja biar adek bisa beli sepatu baru, kan aku masih bisa belajar sendiri buk” ucap kak Sari dengan merasa bersalah.

“jangan gitu Kak, Ibuk tiap hari kerja jual nasi gemuk biar dapat duit kan buat kepentingan kalian juga, biar bisa sekolahin kalian supaya jadi pintar, kalau kamu gak jadi ikut bimbel nanti kamu kalah saing sama saingan-saingan kamu”

“………………………” Kak Sari hanya diam mengangguk mendengar perkataan ibunya.

“Pokoknya sekarang kamu bantu Ibu bujuk Adekmu, itu dari siang tadi dia belum makan, ini kan sudah malam kalau asam lambung nya kambuh nanti bisa tambah repot” ujar Ibu Iwan sambil memegang kepalanya Kak Sari.


Kak Sari pun mengetuk pintu kamar Iwab dengan pelan, berupaya membujuk Iwan agar mau makan,

“Dek buka pintu nya sebentar dek” ucap kak A dengan pelan namun tidak ada jawaban dari adiknya dari dalam kamar.

“Dek… adek…”

“Dek katanya mau beli sepatu baru ya? Buka pintu nya bentar dek” tanya kak Sari sembari membujuk Iwan untuk membuka pintu kamarnya.

Tak lama kemudian barulah Iwan mau membuka pintu kamarnya, kak Sari pun masuk dan duduk di pinggiran kasur sambil mengisyaratkan adiknya untuk duduk disebelah nya.

“Adek katanya mau sepatu baru ya?” tanya kak Sari.

“……….. iya Kak, kayak punya teman disekolah” jawab Iwan dengan murung.

“harga nya kira-kira berapa dek” tanya Kak Sari lagi.

“300 ribu” jawab Iwan dengan lirih.

Kak Sari pun terdiam sejenak, ia pun masih memikirkan apakah harus membatalkan bimbel untuk masuk universitas dan membelikan adiknya sepatu baru,  sedangkan 300 ribu rupiah adalah uang yang banyak untuk kak Sari.

Mulai Menabung

[sunting]

“Dek gimana kalau kamu nabung aja buat beli sepatu barunya” ujar kak Sari yang tiba-tiba memecah suasana hening.

“Nabung? Kak Sari aja yang nabung bayar bimbel!” jawab Iwan dengan ketus.

“Kan bisa pelan-pelan dek nabung nya, lima ratus, seribu, dua ribu kalau setiap hari kalau kamu kumpulin nanti jadi banyak juga.” Ujar Kak Sari memberi saran .

“Kan lama kak, aku mau nya kan sekarang, kalau enggak besok beli nya!” Balas Iwan dengan sedikit membentak

“Berarti lusa, atau besok-besok nya lagi udah enggak mau beli sepatu ya dek? ujar kak Sari sambil bercanda, dan mata Iwan pun melotot ke arah kakaknya yang tertawa pelan.

“Gini aja dek, adek nabung dulu aja sebisa nya nanti kakak juga ikut nabung buat nambahin adek beli sepatu, kan nanti kalau kakak udah masuk kuliah, lulus dan dapat kerja apapun yang adek minta pasti kakak beliin.” Ujar kak Sari yang tak henti-henti nya membujuk Iwan agar mau menabung.

“Janji ya kalau aku nabung nanti kakak bakal nambahin?” Tanya Iwan dengan sedikit memaksa.

“Janji dek, pokok nya Adek Sekarang makan malam dulu nanti perutnya sakit loh” ujar kak Sari sembari mengusap dengan lembut kepala adiknya, Iwan pun mengangguk dengan pelan.

Keesokan harinya Iwan mulai menabung dengan giat, mulai dari uang saku untuk disekolah ia sisihkan, hasil sisa belanja ke warung jika disuruh oleh ibu, hingga uang receh yang kadang terselip di sela-sela tempat tidur pun ia kumpulkan demi membeli sepatu baru yang sudah ia idam-idamkan.

Akan Tetapi

[sunting]

Tak terasa sebulan pun berlalu, Iwan masih dengan gigih mengumpulkan uang yang ia punya untuk ditabung, namun nasib siapa yang tahu, tiba-tiba ibu Iwan mendapat kabar bahwa kak Sari terserempet kendaraan bermotor dan sekarang berada di puskesmas untuk mendapatkan perawatan pertama, Iwan dan ibu pun segera bergegas untuk pergi ke puskesmas. Suara isak tangis memenuhi ruangan tempat kak Sari sedang dirawat, untung saja kak Sari bernasib baik karena ia hanya menderita luka lecet dan memar di pergelangan tangan dan kaki.

“Sudah bu aku gak apa-apa ini Cuma lecet-lecet  nanti sudah boleh pulang kok” ujar kak Sari yang berusaha menenangkan ibunya yang panik.

“Biar lecet sedikitpun Ibuk kan khawatir kalau kamu kenapa-kenapa, Ibuk tidak bisa hidup kalau tanpa kalian berdua Nak” jawab ibu Iwan dengan sedih.

Tiba-tiba Iwan pun langsung memeluk kakak nya sambil dipenuhi air mata.

“Dek udahan nangis nya, Kakak gak kenapa-kenapa kok” ujar kak Sari kepada Iwan

“Aku takut Kak, aku enggak mau Kakak meninggal….” ucap Iwan sambil menangis tersedu-sedu.

“Nanti kalau kakak udah sembuh kakak  temenin kamu beli sepatu baru ya.” Ujar Kak Sari sembari menghibur Iwan.

“Aku sudah enggak mau sepatu baru nya Kak, mending uang tabungannya untuk nambahin biaya bimbel Kakak aja” jawab Iwan sambil mengusap air matanya.

“Loh itu kan uang Adek kenapa buat kakak?” tanya Kak Sari.

“Pokoknya aku gak mau beli sepatu baru, kalau sepatu lamaku masih bagus!” jawab Iwan dengan tegas.

Mendengar hal itu Kak Sari dan Ibu Iwan hanya bisa tersenyum sambil memeluk Iwan dengan erat.

TAMAT.

Pesan Moral

[sunting]

Kita bisa mulai menabung untuk membeli sesuatu yang kita inginkan. Namun, terkadang barang-barang yang ingin kita beli hanyalah sebuah keinginan yang bersifat sementara saja.

Keterangan*

[sunting]

*Nasi gemuk adalah nasi yang dimasak dengan santan kelapa dan daun pandan yang merupakan salah satu hidangan khas Jambi. Nasi gemuk biasanya disajikan bersama potongan telur dadar atau telur rebus, ikan teri, kacang goreng, mentimun, bawang goreng, serta sambal dengan rasa yang khas. Makanan ini banyak ditemukan diseluruh daerah provinsi Jambi dan Palembang. Nasi gemuk biasanya disantap sebagai menu sarapan.[1]