Tabunganku Bukan Tabunganmu/Cerita Pendek

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
Amplop Sri dan Asmi
Amplop Siswa

Suara hak sepatu terdengar dari kejauhan. Para siswa berlarian ke tempat duduknya masing-masing sambil membetulkan masker diwajahnya. Terlihat Ibu Nawati memasuki kelas dengan membawa sebuah buku dan tas tangan. Ia adalah wali kelas V SD Pelita Jaya. Terkenal sebagai guru yang disiplin, rapi, dan semangat dalam mengajar. Siang itu sebelum mengakhiri kelas, Ibu Nawati hendak menjelaskan sesuatu.

“Anak-anak… Ibu mau mengajak kalian untuk belajar menabung” Ujarnya. Para siswa saling tatap-tatapan.

“Ini sifatnya tidak memaksa… Nanti saat tiba di rumah tolong sampaikan pada orang tua masing-masing bahwa kelas kita akan mengadakan program menabung”

Seorang siswa Bernama Kiki mengacungkan tangan.

“Iya Kiki, ada apa?”

“Kalau orang tua ngga kasi izin gimana Bu?”

“Berarti jangan memaksa. Hanya yang diperbolehkan oleh orang tuanya saja. Kalian bisa menabung dengan menyisihkan sebagian uang jajan kalian. Bisa Rp. 500,- , Rp.1.000,- ataupun Rp. 2.000,-. Tujuan Ibu, berapapun yang bisa kalian tabung itu tidak penting, yang penting adalah kalian menabung setiap hari meski sedikit”. Siswa-siswi mengangguk.

“Besok pagi silahkan daftarkan namanya ke Ibu sekaligus uang yang ingin kalian tabung. Ibu akan mencatatnya di buku ini” Ibu Nawati mengangkat sebuah buku catatan.

“Dan uang kalian disimpan di sini” kemudia mengangkat tas tangan.

“Didalamnya ada beberapa amplop yang akan Ibu tuliskan nama kalian satu per satu dan amplop itu akan ibu berikan setelah ujian semester II selesai”.

“Waaahhhhh” sebagian besar siswa menyambut ide itu dengan suka cita. Mereka sudah membayangkan ingin membeli sesuatu saat tabungannya terkumpul. Keesokan harinya siswa kelas V berbondong-bondong mendaftar dan menyetor sebagian uang jajannya. Kegiatan menabung itu menjadi rutinitas pagi yang disenangi.

Dua bulan berlalu. Tas tangan yang dipegang Ibu Nawati semakin berat, catatannya juga semakin panjang. Namun, beberapa siswa mulai absen menabung. Awalnya setiap hari lalu menjadi 5x seminggu atau 4x seminggu dan berkurang 3x seminggu. Ibu Nawati tak mempermasalahkan asalkan mereka tidak berhenti ditengah jalan. Suatu hari saat jam istirahat seorang siswa bernama Sri menghampiri Ibu Nawati. Ia meminta kembali sejumlah tabungannya.

“Apakah ada yang mendesak Sri? Tabungannya akan Ibu berikan sebelum libur semester”

“Mmmmmm saya udah jarang dapat uang jajan Bu” ujarnya pelan.

“Benarkah?” Ibu Nawati memastikan.

“Iya Bu…” kata Sri lirih.

“Baiklah ibu akan berikan sebagian saja yaa”

“Iya Bu”.

Selang seminggu dari kejadian tersebut, siswa bernama Fani juga meminta uang tabungannya. Alasannya sama seperti Sri. Ibu Nawati bisa memaklumi alasan itu karena ekonomi masyarakat memang merosot sejak pandemi masuk ke Indonesia awal 2020 yang lalu.


***


Memasuki bulan ketiga, Sri dan Fani semakin sering meminta tabungannya sampai akhirnya tabungan mereka habis. Ibu Nawati mengajak mereka berbicara satu per satu agar kembali konsisten menabung meski hanya Rp. 500,-. Tetapi hasilnya tak sesuai harapan Ibu Nawati. Sri dan Fani hanya menabung setiap 2 atau 3 hari lalu hari berikutnya mereka meminta tabungannya secara bergantian.

“Baiklah… kalau kamu memang butuh untuk sarapan atau makan siang di sekolah” ujar Ibu Nawati setiapkali Sri atau Fani meminta uangnya kembali.

Suatu siang di hari Kamis Ibu Nawati hendak pulang lewat jalan yang berbeda dari biasanya. Kebetulan suami Ibu Nawati berhalangan menjemputnya sehingga ia harus berjalan kaki sekitar 350 meter ke jalur angkutan kota menuju rumahnya. Saat belok di perempatan Ibu Nawati terkejut melihat apa yang ia saksikan. Tak begitu jauh dari posisinya berdiri ia melihat siswa kelas V bernama Asmi mencubit leher bagian belakang Sri. Kedua teman Asmi hanya tertawa. Sri menunduk lalu meninggalkan Asmi sambil mengelus lehernya yang perih. Terlihat dahi Ibu Nawati mengerut, ia menarik nafas panjang. Di kelas Asmi memang terkenal nakal. Ia juga sering mengejek Kiki karena hanya bisa menabung Rp. 500,- saja per hari.

Keesokan harinya Ibu Nawati sengaja meminta suaminya untuk tidak menjemput. Ia akan lewat dijalanan yang sama dengan kemarin lalu pulang naik angkutan kota. Ibu Nawati meninggalkan mejanya saat Sri sudah beranjak pulang. Ia mengikuti dari belakang dengan hati-hati. Ibu nawati berhenti diperempatan jalan. Ia kembali melihat Asmi mencubit leher Sri bagian belakang. Sri Nampak kesakitan tapi tak melawan. Ibu Nawati curiga perundungan itu sudah terjadi jauh-jauh hari sebelum ia melihatnya secara langsung. Keesokan harinya ia hendak memanggil keempat anak tersebut, Sri, Asmi dan kedua temannya. Semuanya adalah siswa kelas V. Tetapi niat itu Ia urungkan sebab Sri tiba-tiba datang meminta uang tabungannya. Ibu Nawati langsung memberikan uang yang ia simpan sejak 2 hari yang lalu.

Sepulang sekolah Ibu Nawati mengikuti Sri. Ia menyaksikan Sri memberi sejumlah uang kepada Asmi lalu pergi. Asmi tidak mencubit leher bekalang Sri saat itu. Ibu Nawati mulai menerka-nerka bagaimana perundungan ini bisa terjadi. Saat hari sekolah tiba, ia memanggil Sri terlebih dahulu memintanya bercerita secara jujur, Ibu Nawati berjanji akan mencarikan jalan keluar. Sri akhirnya berkata jujur. Bahwa seluruh uang tabungan yang ia minta secara berkala sampai habis diserahkan pada Asmi sedikit demi sedikit agar ia bisa pulang dengan tenang tanpa harus dihadang lalu dicubit. Sri menangis sesenggukan, ada rasa takut dalam dirinya jika Asmi tau hal itu. Selanjutnya Ibu Nawati mempersilahkan Sri pergi lalu memanggil Asmi dan kedua temannya.

“Saya gak bisa jajan lagi yang banyak Bu seperti dulu” jawab Asmi melakukan pembelaan.

“Belum lagi harus menabung” ujarnya ketus.

Rupanya Orang tua Asmi memotong uang jajannya sebab usaha Ayahnya tidak lagi laris seperti saat sebelum pandemi. Pembelinya berkurang drastis.


***


Ibu Nawati akhirnya membicarakan hal itu dengan kepala sekolah dan memanggil kedua orang tua masing-masing. Benar bahwa uang jajan Asmi dipotong sejak tiga bulan yang lalu. Penghasilan keluarga menipis sejak pandemi sehingga gaya hidup harus menyesuaikan termasuk jajan yang mesti dikurangi. Orang tua Asmi tak menyangka jika keputusan mereka berujung perundungan yang dilakukan anaknya sendiri. Sementara Sri diminta agar lebih terbuka dan jujur jika mendapat perlakuan tidak mengenakkan. Ia diminta melapor kepada orang tua ataupun guru jika kedepannya mendapat perlakuan tidak baik dari siapa saja.

Hasil kesepakan pertemuan pihak sekolah dan orang tua adalah seluruh tabungan Asmi dikeluarkan dan harus mengembalikan semua uang Sri yang sudah ia ambil. Rupanya selama ini uang itu ia pakai untuk tabungannya di kelas. Ia tak ingin ketahuan sedang kekurangan. Padahal jika mau berhemat, Ia tetap bisa menabung meski uang jajannya sudah dikurangi dengan menyisihikan Rp. 500,- saja. Kedua teman Asmi hanya ikut-ikutan sebab mereka berteman sejak dulu. Akhirnya, para guru bersepakat untuk gantian berjaga di perempatan jalan saat jam pulang sekolah.

Lalu bagaimana dengan Fani. Kegelisahan Ibu Nawati bahwa Fani juga korban perundungan dari Asmi ternyata salah. Fani benar-benar menggunakan uang tabungan miliknya untuk makan siang. Ayah Fani yang semula bekerja setiap hari kini hanya bekerja beberapa hari saja dan digaji saat pekerjaannya selesai. Oleh karena itu ada hari tertentu Fani tak diberi uang jajan. Hanya nasi dan telur goreng untuk bekal sarapan.

Keluarga Asmi dan Fani sama-sama terdampak atas pandemi bedanya Fani bisa mengurangi jajannya dan menggunakan uang tabungannya sendiri tanpa merampas hak milik orang lain. Hingga akhir semester II Fani tidak memiliki tabungan sama sekali sebab ia menabung 2 hari, hari ketiga diambil lagi untuk makan siang dan begitu seterusnya. Meski gagal menabung seperti teman-temannya, Fani tidak merugikan siapapun.

Saat akhir semester semua tabungan siswa di serahkan. Sri bisa menikmati tabungan yang menjadi hak nya seperti teman-teman yang lain. Kiki yang dulunya diejek karena hanya bisa menabung Rp. 500,- per hari kini dipuji karena tabungannya banyak. Walau sedikit tapi Ia tak pernah absen menyetor. Ia pun bisa menikmati hasil tabungannya. Sementara Asmi, meski tidak lagi mengganggu temannya tapi ia tak punya tabungan sebab belum bisa mengubah kebiasaannya yang boros.

“Menabung itu asyik kan anak-anak? Sekarang kalian berhak menikmatinya. Selamat yaaaaa” ujar Ibu Nawati saat penerimaan rapor.

“Yeeeeeeeeeeee” teriak para siswa. Mereka memegang amplop masing-masing dengan riang gembira.


TAMAT