Tanah Lapang Bersejarah

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Sinopsis[sunting]

Cerita ini menceritakan tentang Rendi, keluarga dinosaurus terakhir di penghujung zaman purbakala yang berjuang meneruskan kehidupan keluarganya. Tanah lapang tempatnya beristirahat kala itu menjadi sejarah yang mempertemukannya dengan seekor hewan kecil yang menjadi teman setianya. Perpisahan yang lama dan perjuangan untuk menemukan temannya kembali merupakan pelajaran yang bisa memberi nilai untuk kita bersama.

Cerita[sunting]

Pada suatu masa di akhir zaman purbakala, hewan-hewan hidup berdampingan dengan kondisi yang tak seideal sebelumnya. Masa yang sungguh memprihatinkan bagi beberapa hewan menjelang kepunahannya, khususnya keluarga dinosaurus. Diceritakan dalam kisah tentang satu-satunya keluarga dinosaurus yang tersisa. Ia dinosaurus kecil yang biasa dipanggil "Rendi" oleh mereka yang mengenalnya. Rendi hidup bersama keluarganya, ada ibu dan adik-adiknya. Ayah Rendi telah mati saat perjalanan jauh karena kehabisan tenaga. Kini Rendi adalah satu-satunya dinosaurus jantan yang tersisa.

Tugas Rendi kian berat. ia diperintahkan menjaga dan bertanggung jawab kepada ibu dan kedua adiknya. Setiap pagi Rendi harus keluar rumah mencari makanan untuk keluarga. Sedangkan saat malam ia juga harus siaga untuk melindungi ibu dan saudaranya dari bahaya hewan lain.

Hari itu seperti biasa, Rendi pergi seorang diri mencari makan untuk keluarganya. Ia berjalan menyusuri satu demi satu pepohonan yang ada di hutan dan memilih dedaunan yang akan ia bawa pulang. Ternyata tak semudah itu, karena pohon yang biasa menjadi makanan dinosaurus telah banyak di tebang oleh manusia, dan kayunya digunakan untuk mendirikan rumah-rumah.

Hari itu tampaknya tidak mudah bagi Rendi. ia sesekali beristirahat sembari mengumpulkan tenaga yang hampir habis. "Aku harus segera menemukan makanan untuk ibu dan adik," gumamnya. Namun, Rendi sama sekali tidak menemukan dedaunan yang bisa dimakan. Ia lanjutkan perjalanan menyusuri tempat yang belum pernah ia temukan. "Yeiy, aku menemukannya. meski daun ini tidak terlalu disukai oleh adik-adik, tapi lumayan untuk mengganjal perut dari rasa lapar," ujar Rendi.

Ia ambil satu persatu ranting pohon itu dengan mulutnya hingga dirasa cukup untuk makan keluarganya. Dalam perjalanan pulang menuju rumah ia berhenti sebentar di sebuah tanah lapang dan ia kencing di atasnya. Saat sedang kencing, tiba-tiba Rendi mendengar sayup-sayup suara. Rendi mencari-cari sumber suara itu, menoleh ke kanan dan ke kiri. Namun, ia tak menemukan apapun. Ia lalu menurunkan wajahnya hingga mendekati tanah, "Oh, Kamu? Kamu yang memanggilku?" kata Rendi terkejut. Ternyata yang memanggil Rendi adalah seekor siput muda. "Menurutmu?!" kata si Siput kesal. "Kamu telah menumpahiku dengan cairan bau ini. Hampir saja aku tenggelam karena cairan ini begitu banyak. Apa kamu ingin mencelakaiku?" lanjutnya.

"Ma... maaf... aku tidak melihatmu. Tadi kukira tidak ada siapa-siapa di sini selain diriku. Dan aku sama sekali tidak berniat mencelakaimu." ujar Rendi. "Tidak semudah itu. Kau telah menghujaniku dengan cairan berbau. Cairan apa itu?" tanya Siput muda. "l... itu air kencingku." jawab Rendi dengan perasaan bersalah. "Kau benar-benar keterlaluan!" sahut Siput muda dengan murka. "Maafkan aku, Siput. Aku akan melakukan apapun agar Engkau mau memaafkanku, selagi aku bisa memenuhinya." "Sungguh keterlaluan. tidak ada hewan lain yang melakukan hal kurang ajar ini selain dirimu! Kalau begitu besok kau harus datang ke sini di waktu yang sama dan harus melakukan apapun yang aku inginkan. Dengan itu, aku akan memaafkanmu" ujar Siput. "Baiklah, besok aku akan datang. Oh iya, namamu siapa?" tanya Rendi. "Aku Bibu. Kau?" "Aku Rendi." "Baiklah, aku pergi dulu." tutur Bibu.

Rendi pulang menemui keluarganya. ibu dan adik-adiknya merasa senang karena Rendi membawa bekal makan yang cukup untuk keluarga. Tak lama, matahari pun tenggelam. Ia menunggu hari esok untuk menunaikan janjinya pada Bibu.

Pagi pun tiba. Cuaca cerah seperti biasanya. Rendi, ibu dan kedua adiknya bangun satu persatu. Ibu berpesan pada Rendi untuk mengajak adik ke tepi danau untuk bermain dan mandi, karena hari itu ibu juga akan mencari beberapa rumput untuk dijadikan alas tidur. Rendi pun bersiap mengajak adik-adiknya bermain di tepi danau. Perjalanan yang dilalui cukup jauh dari tempat keluarga Rendi biasanya berteduh. Sesampainya di tepi danau, mereka langsung berhamburan sembari menghempaskan diri di dalam air.

Waktu berlalu begitu cepat. Keasyikan bermain air bersama kedua adiknya, Rendi lupa akan janjinya kepada Bibu. Sedangkan sore itu Bibu telah sampai di tempat ia bertemu dengan Rendi kemarin. Bibu merasa yakin bahwa Rendi akan datang untuk memenuhi janjinya. Beberapa waktu ia menunggu hingga hanya sisa-sisa rona oranye di langit saat itu. Langit semakin gelap, hingga Bibu pulang dengan perasaan marah dan kesal. Ia merasa telah salah percaya pada Rendi.

Melihat langit menggelap, Rendi mengajak adik-adiknya untuk pulang. Di tengah perjalanan pulang tiba-tiba Rendi teringat akan janjinya kepada Bibu, tetapi ia masih punya tanggung jawab mengantarkan adik-adiknya sampai di rumah. Perjalanan pulang ke rumah itu terasa sangat panjang bagi Rendi. Perasaannya bercampur aduk antara sedih, dan cemas. Ia ingin memaksakan adiknya berlari dalam perjalanan pulang ini, tapi juga tidak tega melihat kebahagiaan adik-adiknya hilang karena terburu-buru untuk pulang.

Sesampainya di rumah, tanpa basa-basi Rendi langsung berpamitan pada ibu. "Mau kemana, Nak?" tanya Ibu sedikit berteriak. "Mau bertemu teman, Bu." sahut Rendi sambil berlalu dengan cepat. Rendi berlari ke tempat yang ia sepakati bersama Bibu. Nafasnya terengah-engah saat sampai di sana, tapi sayangnya ia sama sekali tak menemukan Bibu di sana. Rendi pun pulang ke rumah dalam keadaan bersalah.

Keesokan harinya, seperti biasa Rendi keluar mencari makan untuk keluarganya. Dalam perjalanan ia selalu menyempatkan untuk bertanya pada hewan-hewan yang ia jumpai tentang keberadaan Bibu. "Tuan, apakah Anda mengenal seekor siput bernama Bibu?"

"Mohon maaf aku tidak mengenalnya, Nak" jawab seekor berang-berang. Begitu pula jawaban hewan-hewan lain yang ia temui. Setiap hari selama sebulan Rendi melakukan hal yang sama dan tidak seekor hewan pun yang mengenal Bibu. Sesekali Rendi masih mendatangi tempat perjanjiannya bersama Bibu, berharap Bibu ada di sana, tapi itu semua tetap nihil.

Suatu ketika saat Rendi datang ke tempat perjanjiannya bersama Bibu, ia mengingat-ingat lagi arah jalan pulang siput muda itu. Ia susuri jalanan yang pernah dilalui Bibu waktu itu. Namun, hasilnya nihil. Rendi tidak menemukan tanda-tanda kehidupan siput di sana. Ternyata sangat sulit bagi Rendi menemukan keberadaan Bibu dan keluarganya.

Kini Rendi mulai dibaluti keputusasaan. Selama sebulan lebih pencariannya tidak membuahkan hasil dan mustahil ia bisa melupakan janjinya dengan Bibu. Ia gelisah karena belum mendapatkan maaf dari Bibu atas kesalahannya waktu itu.

Rendi berjalan pelan menuju rumah. Ibu yang sedari tadi menunggu cepat-cepat menghampiri Rendi. "Dari mana saja, Nak? Apa Engkau baik-baik saja?" tanya ibu. Rupanya ibu menangkap ada sesuatu yang berbeda pada Rendi beberapa hari ini. Rendi masuk ke dalam rumah dan berbaring di dekat kedua adiknya. Setelah cukup tenang, Rendi pun mulai menjawab pertanyaan ibu. "Mohon maaf, Bu. Sudah membuat Ibu khawatir." Lalu Rendi bercerita pada ibu tentang semua yang di alaminya. Ibu dengan lembut berusaha menenangkan dan menyemangati Rendi. "Rendi anak baik karena sudah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menepati janji dan mencari keberadaan Bibu. Besok coba datangi paman Recca. semoga paman Recca bisa memberi informasi keberadaan keluarga Bibu."

Esok pagi sebelum berangkat mencari makan untuk keluarga, Rendi mendatangi kediaman paman Recca. paman Recca adalah seekor teringgiling yang berusia cukup tua. Ia dikenal sebagai seorang yang ramah dan sangat senang berteman. Paman Recca memiliki banyak sekali teman dari berbagai jenis hewan.

Saat sampai di rumah paman Recca, ia melihat ada beberapa hewan lain di sana. Rupanya paman Recca sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya. Hampir saja paman Recca tidak menyadari kedatangan Rendi, beruntung salah satu teman paman Recca memberi isyarat bahwa ada tamu lain yang datang.

Paman Recca segera menyambut hangat kedatangan Rendi dan bertanya ada keperluan apa ia datang. Rendi berkata bahwa ia sedang mencari temannya yang merupakan seekor siput yang bernama Bibu. Paman Recca tidak asing mendengar nama itu. Lalu, paman Recca memberi petunjuk kepada Rendi. "Coba pergi ke rawa-rawa di tepian bukit. Cari batang-batang pohon yang sudah lapuk karena biasanya keluarga siput tinggal di sana." ujar paman Recca.

Setelah mengucapkan terima kasih, Rendi bergegas pergi ke tempat yang paman Recca maksud. Di tepian bukit itu banyak sekali pohon yang tumbang dan mulai lapuk. Tanahnya sangat lembab sehingga Rendi harus berhati-hati saat melangkah. Tempat itu sangat berbeda dengan tempat yang biasa Rendi tinggali.

Rendi berjalan pelan karena tanah yang licin. ia mendatangi salah satu batang pohon tua dan matanya mencari-cari keberadaan Bibu. Di sana Rendi menemukan seekor siput yang sedang berkumpul bersama siput-siput lain yang lebih kecil. Rendi berkeyakinan bahwa siput yang ia lihat itu adalah Bibu. "Hei, Bibu..." teriak Rendi untuk meyakinkan. Siput itu langsung menoleh ke arah Rendi. "Apakah benar kamu Bibu? Aku Rendi yang waktu itu bertemu denganmu di tanah lapang." "Hei, Rendi." sahut Bibu. "Aku kira kau lupa dengan janjimu waktu itu" lanjut Bibu. "Maafkan aku, Bibu. Di hari itu aku sudah berniat menepati janjiku, tapi aku diminta oleh ibu menemani adik bermain di pinggiran danau hingga aku terlupa. Hari ini aku datang lagi ingin menepati janjiku." kata Rendi. "Syukurlah jika begitu. Aku kira kau hanya berpura-pura saja ingin menepati janji." jawab Bibu. "Jadi, apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahanku padamu, Bibu" tanya Rendi lagi. "Sebenarnya saat itu aku ingin memintamu mengajakku jalan-jalan ke tempat yang jauh yang belum pernah aku datangi, tapi saat ini aku sudah tidak berhasrat lagi!" kata Bibu. "Ayolah, Bibu. Aku datang kesini untuk memenuhi janjiku. Nanti akan aku ceritakan sesuatu padamu yang mungkin membuatmu terkejut." "Apa itu?" tanya Bibu. "Nanti akan aku ceritakan jika kau mau ikut denganku." bujuk Rendi.

Rendi mengajak Bibu untuk naik ke atas kepalanya. Rendi berjalan perlahan sehingga dari atas sana Bibu bisa melihat hamparan dedaunan hijau yang membentang luas, udara sejuk dari pepohonan mengenai kulit Bibu. Dalam perjalanan Rendi menceritakan pada Bibu bagaimana ia bisa sampai ke rumahnya. "Bibu, sejak hari itu, aku selalu menanyakan tentangmu pada orang-orang yang aku temui. Tidak ada satupun yang mengetahui keberadaanmu. Hingga kemarin aku bertemu paman Recca dan ia memintaku datang ke bawah bukit. Sejak hari itu juga, aku merasa tidak tenang karena belum memenuhi janjiku padamu. Mohon maafkan aku, Bibu."

Bibu yang terpana dengan keindahan hutan menghiraukan perkataan Rendi. ternyata Rendi membawa Bibu naik ke puncak bukit. Dari atas bukit Bibu bisa melihat hamparan hijau yang semakin luas. "Hey, Rendi, lihat di sana ada ulat besar." kata Bibu. Lalu Rendi tertawa sambil berkata, "Itu bukan ulat, Bibu. Itu sungai". Bibu berdecak kagum. Tidak pernah terbayangkan oleh Bibu bahwa sungai akan terlihat seperti itu dari ketinggian. Dedaunan di hutan itu bagai awan tebal berwarna hijau yang sangat luas. Rasanya Bibu ingin menghempaskan tubuhnya di antara dedaunan itu. Sungguh pemandangan yang indah, yang belum pernah dilihat oleh Bibu sebelumnya. Bibu sangat menikmati perjalanannya saat itu.

Tiba-tiba Bibu teringat pada awal perjumpaannya dengan Rendi. "Rendi, apa yang kamu lakukan di tanah lapang tempat kita dulu bertemu?" tanya Bibu. "Di sana aku sedang beristirahat, Bibu. Hari itu ibu menyuruhku mencari makan untuk keluarga kami. Sekarang cukup sulit mencari dedaunan yang bisa kami makan", jawab Rendi. "Kalau begitu, mulai besok akan aku tunjukkan padamu dedaunan yang bisa kau makan. Ayahku pernah bercerita bahwa beberapa jenis daun bisa dimakan oleh dinosaurus sepertimu," terang Bibu. "Wah, aku akan dengan senang hati pergi bersamamu, Bibu." ujar Rendi. "Iya, tapi jangan kau ulangi lagi kesalahanmu yang dulu ya!" goda Bibu. Diakhiri oleh tawa mereka berdua.