Tari Barong untuk Adi

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
Profil Penulis
Musa Hasyim
TTL: Pemalang, 07 November 1994
Pekerjaan: Guru PPKn
Prestasi: 1. Juara II lomba menulis cerpen tentang integritas oleh BPK RI

2. Juara II lomba menulis cerpen dalam rangka Hari Anti Korupsi oleh Integrity Talk

3. Juara I lomba fiksi mini oleh Writerpreneur dll
Domisili: Sleman, Yogyakarta

Premis[sunting]

Kendra marah dan kesal karena timnya gagal mendapatkan piala lomba tari barong se-Provinsi Bali yang mana menurutnya disebabkan oleh ketidakhadiran salah satu anggotanya bernama Adi padahal Kendra sudah berlatih sungguh-sungguh demi bisa tampil maksimal di atas panggung. Kendra tidak tahu apa yang sedang dialami oleh Adi, setelah ia tahu, Kendra dan teman-temannya membuat pertunjukan tari barong khusus untuk Adi.

Lakon[sunting]

I Made Kendra (penari depan yang berada di bagian kepala barong ket)

Adi (penari belakang yang berada di ekor barong ket)

Nyoman Tresna (pemeran Rangda atau musuh barong ket)

Dedi Arifin (pemain gamelan)

Ida Ayu (penari penggiring satu)

Prisha Kamelia (penari penggiring dua)

Wayan Sulastri (Ibu Kendra)

Lokasi[sunting]

Kota Denpasar

Kabupaten Jembrana

Cerpen Anak: Tari Barong untuk Adi[sunting]

Gambar tari barong yang dimainkan oleh dua orang, sumber gambar: ilustrasi pribadi


I Made Kendra tidak mau keluar dari kamarnya. Sudah berjam-jam lamanya ia mendekam dan mengunci pintu dari dalam. Ia tak mau berbicara kepada siapapun. Ia melewatkan makan siangnya sementara hari sudah mulai gelap. Ibunya mengetuk-ngetuk pintu kamar Kendra.

Ibu Kendra membuatkan sate lilit [1] kesukaan Kendra sebagai umpan supaya Kendra mau keluar dari kamar dan menyudahi kemurungannya.

Aroma dari sate lilit yang masuk melalui celah ventilasi kamarnya tidak membuat Kendra berubah pikiran. Ia justru malah melemparkan tas sekolahnya ke daun pintu, menciptakan suara kemarahan yang menggelegar. Tujuannya supaya ibunya segera menjauh dari area kamarnya.  

Sebelum mengurung diri, Kendra membuang topeng barong ket [2] kesayangannya ke tong sampah. Ia berjanji pada diri sendiri untuk tidak memainkan tarian yang mirip dengan tari barongsai itu. Semua terjadi karena Kendra batal memborong piala lomba tari barong se-Bali, impiannya sejak dulu. Kegagalan tersebut menjadi cambuk menyakitkan bagi Kendra. Api semangat dalam hatinya mulai redup.

Bukan karena penampilannya yang jelek, Kendra yakin timnya kalah gegara salah satu temannya yang tidak menepati janji. Temannya itu absen datang, akibatnya Kendra dan tim tidak bisa tampil maksimal karena formasi tarian tidak lengkap. Setelah menyalahkan temannya, lantas ia merutuki nasib buruknya.

“Nak, biang[3] punya berita terbaru soal Adi yang tidak datang ke aula pas lomba tadi siang. Semua bukan karena Adi tidak mau menepati janji. Ada alasan yang perlu kamu ketahui tapi sebelum itu isi perutmu terlebih dahulu, Nak. Tidak ada seorang biang di dunia manapun yang tidak cemas terhadap anaknya,” ucap ibunya dari balik pintu yang masih terkunci. Suara ibunya beradu dengan suara air tumpahan langit yang sejak kemarin malam belum reda-reda juga. Hujan memang senjata paling ampuh dalam meredamkan suara namun tidak hati Kendra.


Sebelum Lomba[sunting]

Kendra girang bukan main, ia terpilih menjadi anggota tim penari barong mewakili sekolahnya. Ia akan berkompetisi melawan penari-penari barong cilik lainnya se-Bali. Sepulang dari sekolah, Kendra langsung mengabarkan hal tersebut kepada ibunya.

Ibunya ikut senang, “Tari barong adalah jenis tarian yang dimainkan oleh dua orang. Sebuah tarian yang berasal dari Jawa dan Bali. Di Bali, tarian tersebut biasa dipentaskan pada saat upacara keagamaan. Dan anak biang akan menampilkannya saat lomba. Biang sangat bangga, Nak!” ujar ibunya sementara Kendra buru-buru mengganti seragam sekolahnya dengan baju santai lalu kembali ke ruang tengah.

“Kamu memerankan sebagai apa, Nak?” tanya ibunya sambil melipat baju Kendra.

“Jelas dong, Biang! Aku sebagai penari bagian depan barong. Aku yang memegang kendali kepala barong ket.”

“Keren anak biang! Itu artinya peranmu sangat penting. Barong itu makhluk mitologis yang disimbolkan sebagai kekuatan dharma atau kebaikan. Lalu siapa saja teman-temanmu lainnya dan apa saja peran mereka?”

“Yang menari di bagian ekor adalah Adi. Dia orang Jembrana tapi tinggal di Denpasar bersama kakaknya yang bekerja sebagai instruktur selancar air. Ada Nyoman Tresna yang memerankan Rangda, si tokoh antagonis.”

“Nyoman Tresna yang sering berangkat ke sekolah bareng kamu itu?”

“Siapa lagi, Biang!”

“Rangda, berarti itu simbol adharma atau kejahatan, tapi peran itu juga penting. Kebaikan akan selalu menang melawan kejahatan. Lalu siapa lagi?”

“Penari penggiring ada Ida Ayu dan Prisha Kamelia. Mereka yang sering juara di kelas. Biang juga akrab sama biang mereka. Sementara yang memainkan gamelan itu Dedi Arifin, anaknya Pak Haji Somad, yang jual oleh-oleh pai susu itu.” Ibu Kendra mengangguk-angguk. Mendengar Pak Haji Somad disebut, Ibu Kendra segera bergegas keluar. Ia lupa ia dititipkan menjaga toko oleh-oleh milik Pak Haji pukul satu siang dan kehadiran Kendra menandakan bahwa sekarang sudah jam satu lebih.

Kendra semakin sibuk. Ia berlatih sangat keras. Menjadi penari barong profesional adalah cita-citanya sejak dulu. Ia pun membuat daftar keinginan terbaru yang lebih spesifik.

“Aku ingin mendapat piala penghargaan dari gubernur. Sebelum aku lulus SD, aku harus mendapatkan juara satu lomba tari barong itu.” Ia menuliskan kata-kata itu di atas kertas dan ditempelkan di dinding kamarnya sebagai pengingat. Tekadnya sangat kuat. Tak ada yang bisa meruntuhkan semangatnya.

Ambisi Kendra memuncak. Ia berlatih sepanjang hari. Ia bahkan masih melenggak-lenggok di dalam kamarnya dengan topeng ket masih terpasang di tubuhnya sementara seluruh penghuni rumah sudah terlelap tidur. Ia tidak ingin ada kesalahan kecil terjadi saat tampil nanti. Ia benar-benar menyiapkan semuanya dengan sungguh-sungguh.

Usahanya tidak didukung oleh kenyataan yang ada. Malam-malam sebelum perlombaan, Kendra mendapat kabar bahwa Adi masih di Jembrana dan baru akan berangkat pas subuh ke lokasi perlombaan di Denpasar. Jarak dari Jembrana ke Denpasar sekitar sembilan puluh kilometer, bisa ditempuh selama kurang lebih tiga jam perjalanan.

Sebelumnya Adi sudah berjanji akan datang ke Denpasar sehari sebelum lomba untuk mengantisipasi keterlambatan namun ibunya sedang sakit sehingga ia perlu menjaga ibunya. Kendra cemas bukan main meski tim Kendra mendapat giliran tampil pukul sebelas siang.

Di hari perlombaan, hujan turun merata di seluruh Pulau Bali. Pada pukul sembilan pagi, batang hidung Adi belum terlihat di lokasi perlombaan padahal jika Adi berangkat subuh dari Jembrana seharusnya ia sudah sampai. Beberapa jam kemudian, sampai tiba saatnya mereka pentas, Adi belum datang juga.

Nomor ponsel Adi dan keluarganya tidak bisa dihubungi. Alhasil, Kendra memainkan tari barong tanpa ekor. Di dalam topeng, Kendra menangis. Ia sudah sangat pesimis dan yakin bakal kalah. Ternyata Tuhan memang belum berkehendak supaya tim Kendra juara.

Begitu turun dari panggung, Kendra meminta ibunya segera mengantarkannya pulang. Air matanya tak mau berhenti. Nasihat ibunya tidak mau didengarkan. Barulah kemudian Kendra mengurung diri.

Kendra tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Adi dan ia juga tidak mau tahu atau berusaha mencari tahu. Kendra hanya tahu tim mereka gagal, itu saja, titik tanpa koma.

Sementara itu rumah Adi di Jembrana kebanjiran sampai sepinggang orang dewasa. Tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali mengevakuasi Adi dan keluarganya yang terjebak banjir karena intensitas hujan yang tinggi dari semalaman. Aliran listrik terhenti. Adi dan keluarganya pun mengungsi ke tempat yang sudah disediakan keesokan paginya.

Ayah Adi membujuk supaya Adi berangkat ke Denpasar bersama kakaknya untuk mengikuti lomba tari barong namun Adi menolak. Ia tidak enak jika harus meninggalkan ibunya yang sedang sakit di tempat pengungsian. Ibunya masih membutuhkan Adi. Lagi pula keadaan sedang tidak memungkinkan.

Beberapa ruas jalan menuju Denpasar tertutup total akibat luapan air. Ia hanya butuh mengabarkan teman-temannya dan meminta maaf tidak bisa ikut andil dalam perlombaan. Nahas, ponsel milik Adi dan keluarganya ikut terbawa arus banjir. Adi tidak hafal nomor ponsel teman-temannya.

Baru di siang harinya, Adi bisa mengirim pesan ke Dedi Arifin setelah pinjam ponsel milik tim relawan penanggulangan banjir— itu pun melalui pesan pribadi di media sosialnya. Hanya Dedi Arifin yang punya akun media sosial, teman-teman satu tim lainnya belum memilikinya. Adi menghela napas lega. Lebih baik terlambat memberi kabar ketimbang tidak sama sekali, begitu pikir Adi dengan raut wajah menyesal.

Sebenarnya tanpa memberi kabar pun, teman-teman satu timnya bakal tahu dengan sendirinya kondisi Adi kecuali jika mereka tidak menonton berita terkait banjir besar di Jembrana karena terlalu fokus menyiapkan perlombaan.


Kemenangan untuk Kendra dan Teman-temannya[sunting]

Persahabatan lintas daerah dan lintas agama, sumber gambar: ilustrasi pribadi

Suara gamelan bertalun-talun memenuhi gedung serba guna tempat para korban banjir mengungsi. Dedi memainkan alat musik penggiring dengan penuh percaya diri. Penari cantik satu Ida masuk dengan baju tradisional Bali, disusul penari kedua Prisha yang tak kalah cantiknya.

Beberapa menit kemudian, sorak-sorai penonton semakin pecah tatkala Kendra dengan topeng barong ketnya masuk. Kendra berada di bagian kepala sedangkan Nyoman ada di bagian ekor. Mereka bahu-membahu membentuk gerakan atraksi yang memukau.

“Di mana Rangda si antagonisnya?” tanya salah satu pengungsi merasa heran.

Kendra dan teman-temannya langsung menuju ke tempat pengungsian sehari setelah Kendra mengurung diri di kamar. Selama ini Kendra selalu tutup telinga dan tidak mau mendengarkan penjelasan dari ibunya. Ternyata benar, Adi absen ke acara perlombaan bukan karena dia melanggar janji melainkan karena Adi sedang ditimpa musibah. Teman-teman satu tim pun langsung tancap gas ke Jembrana diantarkan oleh ibunya Kendra naik mobil pagi harinya. Beruntung banjir sudah mulai sedikit surut. Beberapa jalan alternatif sudah bisa dilalui oleh kendaraan.

Di sinilah mereka berusaha menghibur Adi dan para korban banjir lainnya. Pertunjukan dadakan itu merupakan sebuah permintaan maaf dari Kendra yang selama ini hanya mementingkan dirinya saja.

Tak apa-apa Kendra kalah, asal ia sudah menang melawan keegoisan. Kendra dan tim telah menang atas adharma, itu sebabnya dalam penampilannya, Rangda tidak diikutsertakan. Nyoman mengganti posisi Adi sebagai penari barong bagian ekor padahal ia sebenarnya adalah penari Rangda.

Tak hanya menghibur, mereka juga sudah mengumpulkan donasi dari teman-teman sesekolahan untuk Adi dan korban banjir lainnya. Adi masih mengungsi meski banjir sudah mulai surut karena menurut perkiraan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hujan deras akan kembali turun.

“Kamu sudah tidak sedih lagi, Ken, meski gagal memboyong piala?” tanya teman-teman satu tim Kendra begitu mereka selesai tampil dengan memuaskan.

“Kata siapa aku gagal, piala sebenarnya itu adalah kalian semua. Lagi pula pas aku SMP tahun depan aku masih bisa ikut lomba tari barong.” Mereka berpelukan bersama, merayakan pertemanan yang semakin erat dan kemenangan sejati. Adi ikut tersenyum, beban kesedihan di hatinya menjadi semakin ringan berkat kehadiran dan kejutan teman-temannya.


TAMAT

  1. Sate lilit merupakan makanan khas Bali yang memiliki keunikan dibandingkan sate pada umumnya karena daging ayam digiling terlebih dahulu kemudian dicampur parutan kelapa dan dililit pada sebuah batang sereh sebelum akhirnya dibakar. Tak heran namanya sate lilit sebab satenya dililit bukan ditusuk.
  2. Tari barong memiliki wajah atau topeng yang bermacam-macam, ada yang berbentuk babi, macan, raksasa, dan lain-lain. Sementara barong ket merupakan kombinasi antara singa, sapi, dan macan.
  3. Sebutan ibu dalam bahasa Bali.