Tertipu Diskon

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Premis          :[sunting]

Radit kesal sekali. Ia merasa tertipu saat membeli botol minum di toko Pak Abdul. Sebabnya, Dafa, teman sekelasnya membeli botol minum yang sama, namun dengan harga yang lebih murah di toko Aziza. Padahal toko Pak Abdul dan toko Aziza sama-sama memberikan diskon.

Lalu apa yang akan dilakukan oleh Radit? Apa benar diskon botol minum Radit, sama dengan diskon botol minum Dafa? Bagaimana yang benar perhitungannya?

Lakon             :[sunting]

  1. Radit
  2. Dafa
  3. Pak Abdul
  4. Mama

Lokasi             :[sunting]

Di sekolah

Cerita Pendek:[sunting]

  1. Berdebat
  2. Belanja ke Toko Aziza
  3. Bertanya pada Pak Abdul
  4. Perhitungan yang Benar

Berdebat[sunting]

Radit dan Dafaa berdebat tentang diskon

“Wah, botol minum kita sama, Fa!” seru Radit saat melihat Dafa mengeluarkan botol minum bergambar spidermen dari dalam tasnya.

“Emang kamu juga punya, Dit?” tanya Dafa.

“Iya, kemarin aku beli di toko Pak Abdul, diskon 40%+10%. Kamu beli di sana juga, kan?” tanya Radit memastikan.

“Enggak, Dit. Aku beli di toko Aziza, di sana malah diskon 50 %. Kamu kenapa nggak beli di toko Aziza saja, Dit?”

“Ah, sama aja, Fa! 40%+10% kan 50%. Harganya sama saja, Fa,” tukas Radit.

“Harga normal botol minum itu 50 ribu, kan? Nah, kamu bayar berapa sama Pak Abdul?” tanya Dafa menguji Radit.

“Aku bayar 27 ribu, Fa,” jawab Radit mantap.

“Hmm… tuh, kan. Lebih menguntungkan beli di toko Aziza daripada di tempat Pak Abdul. Di toko Aziza, aku beli botol ini hanya bayar 25 ribu, Dit,” jelas Dafa bangga. Ia lalu membuka tutup botol minumnya, lalu meneguk air.

“Lo, kok bisa beda, sih? Barangnya sama, harga normalnya sama, diskonnya juga sama. Tapi, kok, bayarnya bisa beda? Wah, udah nggak bener, nih Pak Abdul! Dia jualannya gak jujur berarti, Fa!” seru Radit menuduh Pak Abdul.

“Hush! Jangan ngawur kamu, Dit! Emang jelas-jelas diskonnya beda, kok!” sahut Dafa.

“Ya, enggaklah, kan sama-sama diskon 50%!” seru Radit.

“Ah, kamu nggak percaya dibilangin! Kamu yang salah hitung, Dit!” bantah Dafa kesal.

Radit jadi ikut kesal. Ia merasa tertipu. Menurutnya, Pak Abdul sudah bersikap tidak adil dalam berjualan. Jelas-jelas ia melihat di depan toko Pak Abdul ada tulisan Yuk, belanja di Toko Abdul dapatkan diskon hingga 50%. Mumpung besok hari Minggu, Radit berniat akan mendatangi toko Pak Abdul dan meminta penjelasan.

Belanja ke Toko Aziza[sunting]

Keesokan harinya, Radit sudah bersiap untuk mendatangi toko Pak Abdul.

“Radiiiit!”

Baru saja, anak kelas lima SD itu mengeluarkan sepedanya, ia mendengar suara mama memanggil. Buru-buru Radit menghampiri mama yang berada di dapur.

“Ya, Ma? Ada apa?”

“Dit, tolong belikan sabun pencuci piring, ya! Sabun cuci piringnya habis. Cucian masih banyak lagi,” pinta mama.

Wah, kebetulan sekali. Jadi, aku punya alasan untuk pergi ke toko Pak Abdul sekalian bertanya, ucap Radit dalam hati.

“Baik, Ma. Beli berapa?” tanya Radit.

“Beli dua, ya! Oya, belinya di toko Aziza saja, ya. Soalnya di sana lebih hemat,” ujar mama.

“Lo, kok ke toko Aziza, Ma? Kan jauh? Mending tempat Pak Abdul saja yang lebih dekat,” bujuk Radit.

“Duh, nggak apa-apalah jauh dikit, yang penting dapat harga lebih hemat,” ucap mama.

“Kok tahu kalau di sana lebih hemat, Ma?”

“Iya, soalnya, kata Bude Ratih, sabun cuci piring merek Clean di toko Aziza ada promo beli 2 gratis 1. Kalau di toko Pak Abdul promonya diskon 25%!” jelas mama yakin.

“Emang biasanya harga sabun cuci piringnya berapa, Ma?” tanya Radit penasaran.

“Biasanya 10 ribu untuk kemasan 750 ml. Nah, mumpung di toko Aziza ada promo, kan lumayan, Dit. Selisihnya bisa buat uang jajanmu ke sekolah besok!” tukas mama.

“Lah, Mama mintanya dibelikan dua, diskon 25% juga sudah lumayan, kan?”

“Duh, kamu ini gimana sih, Dit? Masa gitu aja nggak bisa bandingkan mana yang lebih menguntungkan pembeli?”

“Tapi, Ma …”

“Udah, ah, cepetan sana! Mama lagi goreng ikan, tuh. Pokoknya beli di toko Aziza. Ini uangnya!” ujar mama sambil menyerahkan selembar uang lima puluh ribu rupiah.

“Hmm … kenapa Mama jadi kesal padaku?” gerutu Radit sambil melangkah ke luar rumah. Rencana Radit ke toko Pak Abdul gagal. Radit akan pergi ke toko Aziza sesuai pesan mama.

Sepanjang jalan, Radit terus berpikir. Mengapa semua orang menganggap diskon dan promo di toko Aziza lebih menguntungkan. Padahal, toko Pak Abdul juga memberikan potongan harga, meskipun dengan bahasa yang berbeda. Namun, yang membuat Radit semakin tak mengerti, mengapa toko Pak Abdul yang katanya memberi diskon hingga 50%, kok ada barang yang hanya diberi diskon 25%.

Sesampai di toko Aziza, Radit mendapati toko itu benar-benar ramai. Ibu-ibu saling berdesakan memilih barang yang akan dibeli. Radit juga melihat antrean yang panjang di kasir. Rasanya, Radit sangat malas ikut berjubel di toko itu. Tiba-tiba, ada seorang anak perempuan berkepang dua datang menghampirinya.

“Halo, ada yang bisa dibantu?” sapanya ramah.

Radit menoleh, lalu berkata, “oh, iya. Saya mau beli sabun pencuci piring merek clean.”

“Oke, sebentar, ya. Ada promonya, nih. Beli 2 gratis 1, mau?” tanya anak itu lagi.

Radit mengangguk. Ia lalu menyapu pandangannya ke seluruh isi toko. Hampir semua barang yang dijual di sana ada potongan harganya.

“Ini sabunnya, cukup bayar 20 ribu saja dan dapat bonus 1 sabun lagi. Semoga puas berbelanja di sini,” ucap anak itu seraya menyerahkan kantung plastik berisi tiga buah sabun pencuci piring pada Radit.

Radit lalu memberikan uang lima puluh ribu pada anak perempuan itu. Tidak lama, Radit mendapat kembalian tiga puluh ribu rupiah.

Wah, dengan uang dua puluh ribu dapat tiga sabun pencuci piring? Kalau di toko Pak Abdul, sabun cuci piring satunya seharga tujuh ribu lima ratus. Berarti kalau beli tiga sabun cuci piring, harus bayar dua puluh dua ribu lima ratus. Bener kata Mama, lebih hemat di sini. Selisihnya juga lumayan, dua ribu lima ratus, gumam Radit.

Anak berkulit sawo matang itu baru menyadari setelah menghitung dengan cermat. Namun, ia masih penasaran dengan tulisan diskon yang ada di depan toko Pak Abdul.

Bertanya pada Pak Abdul[sunting]

Pagi hari tampak cerah, Radit bersiap ke sekolah. Radit baru ingat kalau Bu Ratna, guru matematikanya berpesan untuk membawa penggaris dan jangka. Sebenarnya Radit sudah punya penggaris, tapi penggaris itu sudah patah. Jadi, Radit harus membelinya. Kebetulan ia juga belum punya jangka. Radit akan mampir dulu ke toko Pak Abdul untuk membeli penggaris dan jangka.

Lima menit kemudian, Radit sudah sampai di toko Pak Abdul. Kebetulan jarak dari rumahnya hanya seratus meter. Di sana, Radit melihat beberapa tulisan diskon yang tertempel di rak-rak barang yang tertata rapi di toko berukuran 7 meter x 8 meter itu. Hampir semua barang ada potongan harga, namun angka diskonnya bervariasi. Tidak semuanya didiskon 50%. Inilah yang mengherankan bagi Radit.

“Eh, Radit, berangkatnya pagi betul?” sapa Pak Abdul ramah.

“Iya, Pak. Soalnya mau beli penggaris dan jangka dulu,” jawab Radit.

“Oh, alat tulis sebelah sini, Dit,” ucap Pak Abdul seraya menarik tangan Radit mengarahkan pada sebuah etalase berukuran 2 meter x 0,5 meter.

“Nah, Radit mau yang seperti apa, tinggal pilih. Ini satu kotak lengkap ada penggaris, bujur, jangka, dan alat tulisnya. Kalau mau beli satuan juga bisa, Dit, lebih murah,” ucap Pak Abdul memberi pilihan.

“Emm … yang mana, ya? Ada yang dapat diskon enggak, Pak? Hehe,” ujar Radit sambil tertawa kecil.

“Kalau alat tulis nggak ada diskonnya, Dit. Tapi, kalau mau hemat, lebih baik beli satuan saja. Beli barang yang penting-penting saja, Dit, yang memang benar-benar dibutuhkan,” saran Pak Abdul.

Wah, Pak Abdul orangnya baik begini. Nggak mungkin dia akan berbohong. Tapi, tulisan diskon di depan itu tidak benar? batin Radit.

“Baik, Pak, saya beli satuan saja, yang itu, Pak,” ucap Radit sambil menunjuk penggaris berwarna bening ukuran 30 cm.

Radit lalu membuka beberapa kotak jangka yang diambilkan Pak Abdul dan mencobanya. Radit merasa nyaman menggunakan jangka yang ada pensil kayunya.

Jangka berukuran 12 cm itu berbahan stainless dan kepala jangkanya berwarna biru. Setelah memasukkan kembali jangka pilihannya ke kotak, Radit langsung menyodorkan jangka itu pada Pak Abdul.

“Nah, ini, semuanya 12 ribu, Dit.”

“Oya, Pak. Saya mau tanya, itu di depan ada tulisan diskon hingga 50%, tapi kenapa ada diskon barang yang hanya 10% atau 25%?” tanya Radit memberanikan diri.

“Oh, itu, maknanya bukan berarti semuanya didiskon 50%, Dit, tapi dari diskon terkecil yang Bapak berikan. Dari 10%, 20%, 25%, hingga 50%,” jelas Pak Abdul dengan memberi penekanan pada kata hingga.

“Oh … berarti maksudnya mentok sampai 50% gitu, ya, Pak?”

“Haha … iya, begitu,” jawab Pak Abdul sambil terkekeh.

Setelah mengucapkan terima kasih, Radit keluar dari toko Pak Abdul dan bergegas menuju sekolah.

“Ya, ampun, kok aku lupa ya, tanya soal diskon 40% + 10% itu ke Pak Abdul?” ucap Radit sendiri saat berjalan menuju sekolah. Padahal, ia masih penasaran.

“Nantilah, aku tanya ke Dafa saja,” ujar Radit sambil mempercepat langkahnya.

Perhitungan yang Benar[sunting]

“Fa, apa diskon 40%+10% dengan diskon 50% itu berbeda?” tanya Radit sebelum bel sekolah berbunyi.

Radit melihat Dafa tersenyum ke arahnya. Dafa lalu duduk di dekat Radit sambil mengambil kertas dan pensil yang ada di depan Radit.

“Beda, Dit. Diskon 40%+10% itu bukan berarti diskonnya jadi 50%,” jawab Dafa.

“Lalu bagaimana cara menghitungnya?” tanya Radit lagi.

“Diskon 40%+10% itu artinya memberikan diskon 40% pada suatu barang, kemudian menambahkan diskon 10% pada harga barang yang sudah didiskon 40% tadi,” jelas Dafa.

“Maksudnya gimana, Fa? Aku belum mengerti,” Radit mengernyitkan dahinya.

“Misalnya kamu beli botol minum kemarin di tempat Pak Abdul. Harga botolnya 50 ribu, kan? Dapat diskon 40%+10%. Berarti, 50 ribu x 40% sama dengan 20 ribu. 50 ribu dikurang 20 ribu sama dengan 30 ribu kan? Terus, kalikan lagi dengan 10 % sama dengan tiga ribu. Jadi, 30 ribu dikurang tiga ribu sama dengan 27 ribu. Makanya kemarin kamu bayar 27 ribu, kan?” terang Dafa sambil membuat perhitungan di atas kertas.

“Iya, aku bayar 27 ribu. Trus kalau di toko Aziza diskon 50%?” tanya Radit lagi.

“Coba deh, kamu hitung,” pinta Dafa.

“Ya, 50% dari 50 ribu kan 25 ribu, Fa!” tukas Radit.

“Nah, itulah, makanya di toko Aziza lebih hemat, kan? Selisihnya dua ribu, Dit! Lumayan kan bisa buat beli roti, hehe…”

“Wah, iya, juga, ya. Oh, jadi begitu … aku sekarang mengerti, Fa. Berarti Pak Abdul nggak bohong, dong?”

“Ya, enggak … memang dia hanya memberikan diskon segitu,” jawab Dafa.

“Hehe … aku memang kurang cermat menghitung, Fa! Aku jadi nggak enak sudah menuduh Pak Abdul macam-macam,” ujar Radit sambil terkekeh.

“Makanya, hati-hati, Dit,” saran Dafa.

“Oya, kenapa, ya, toko Aziza berani kasih potongan harga lebih banyak dari toko lain?”

“Ya, elah, toko Aziza kan toko yang baru berdiri. Ya, wajarlah dia kasih potongan harga lebih besar untuk mencari pelanggan dulu. Biasanya toko-toko baru memang begitu, Dit.”

Radit manggut-manggut mendengar penjelasan Dafa.

“Terima kasih, ya, Fa. Dengan begini aku jadi mengerti tentang perhitungan diskon. Besok-besok lagi, aku nggak akan mudah tergiur dengan diskon dan mulai cermat menghitung,” ucap Radit sambil tersenyum.

“Sama-sama, Dit. Oya, pekan depan ada bazar buku di lapangan merdeka, awal tahun banyak toko buku yang kasih diskon, lo. Kita datang ke sana, yuk!” ajak Dafa sembari menyerahkan selembar katalog harga buku.

“Wah, ada komik petualangan kesukaanku! Asyik ….”

“Hati-hati, jangan salah menghitung diskon lagi, ya,” ledek Dafa sambil tertawa kecil.

“Siap!” ucap Radit dengan posisi hormat.

Radit dan Dafa lalu tertawa bersama.