Lompat ke isi

Tidak Terbatas oleh Perbedaan

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Kata Pengantar

[sunting]

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan banyak hal di dunia ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Berkat limpahan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan cerita pendek anak ini. Dalam penyusunan cerpen anak ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa, penulis tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi teknik penulisan maupun tata bahasa.

Mayumi Tsuroyya, biasa dikenal sebagai Dias, adalah nama pena dari Catur Widiasari. Ibu dari dua putra dan satu putri ini mengenyam pendidikan terakhir sebagai Sarjana di IPB. Sekarang sudah kembali ke Indonesia setelah tujuh tahun merantau di Hiroshima mengikuti suami yang sedang postdoctoral di Hiroshima University.  

Penulis pernah dua kali menulis di buku antologi yang diterbitkan oleh penerbit Nubala, berjudul “Di Penghujung Senja” dan “Kudekap Dalam Doa”, namun belum sempat bergabung kembali untuk event yang selanjutnya dikarenakan kesibukan. Sekarang sedang berusaha memulai kembali untuk menulis, semoga dapat konsisten.

Cerita yang akan diusung hanya cerita sederhana mengenai perbedaan, cerita fiksi namun berdasarkan pengalaman pribadi anak yang kala itu ikut merantau dan bersekolah di sekolah negeri di Hiroshima. Bagaimana proses belajar yang diterima siswa berasal dari perasaan diterima dan dihargai oleh lingkungannya tanpa melihat perbedaan, sehingga pengajaran dari guru dan ilmu yang diberikan dapat mudah diserap oleh siswa.  

Penulis juga memiliki harapan agar anak-anak bisa gemar membaca dikarenakan perkembangan dunia digital yang begitu mendukung penggunaan smartphone sehingga buku seakan-akan terlupakan.

Demikian semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Tidak Terbatas oleh Perbedaan

[sunting]

Setelah berakhir mata pelajaran terakhir yaitu matematika, waktu menunjukkan pukul 2.50 sore. Siswa kelas 6-1, kelas Karim, bersiap-siap untuk pulang. Tak lama mereka mulai berhamburan keluar sekolah untuk pulang. Beberapa di antara mereka ada yang ikut kegiatan klub, termasuk Karim, ikut klub basket.  

Bye Me, aku ke klub basket dulu.” Ucap Karim pada Sume, teman sekelasnya.

“Oke, bye Rim, ketemu besok lagi.” Jawab Sume.

Bermain bola basket diajarkan sejak dari kelas lima. Sehingga saat kelas enam berlatih bola basket ini seakan seperti bermain antar tim. Bapak guru pembina sudah menunggu di aula tempat olahraga. Ruangan ini memiliki peralatan olahraga yang lengkap sesuai kebutuhan sekolah dan klub olahraga yang ada di sekolah. Serta merta siswa yang ikut klub basket merapat ke pak guru pembina.

“Oke anak-anak, kita pemanasan dulu sebelum tanding ya. Ayo kamu Rino maju ke sini pimpin temannya lakukan pemanasan.” Seru pak guru pada salah seorang siswa.

“Eh, saya pak?” Jawab Rino kaget dan bingung dia salah apa tiba-tiba disuruh maju.

“Ya kamu, ada nama Rino yang lain?” Jawab pak guru santai.

“Ya bapak, saya kan ngga tahu gimana gerakan pemanasan.” Jawab Rino malu-malu. Teman yang lain tertawa melihat kelakuan Rino.

“Ya yang penting kamu di depan, gerakannya nanti kita sama-sama.” Jelas pak guru pada Rino.

“Oke pak, siap!” Jawab Rino seraya berlari ke sebelah pak guru.

Kebiasaan Rino suka mengajak temannya mengobrol saat pak guru sedang menjelaskan, sehingga tidak fokus, sehingga ia disuruh pak guru maju.

“Oke anak-anak, kita mulai pemanasan ya, satu dua tiga empat lima enam tujuh delapan. Next!” Suara pak guru memberi komando pemanasan. Stretching dilakukan sekitar tujuh menit.

Siswa yang ikut klub basket ini terdiri dari kelas lima dan enam, tidak terlalu banyak karena memang jumlah siswa di sekolah ini tidak terlalu banyak. Dan juga ada klub-klub lain selain basket.

“Sudah cukup ya pemanasannya. Rino kamu bisa kembali ke tempatmu. Terima kasih ya.” Kata pak guru pada Rino.  

“Hehe siap pak. Minggu depan gantian yang lain ya pak.” Celetuk Rino pada pak guru.

“Ya kita lihat ya minggu depan gimana.” Jawab pak guru membalas celetukan Rino.

Anak-anak yang lain tertawa terhibur dengan kelucuan Rino.

“Sekarang seperti biasa bapak bagi jadi empat kelompok. Yang main semangat, yang duduk menyemangati. Oke!” Lanjut pak guru.

“Oke pak!” Jawab anak-anak serentak.

“Tim harimau dan tim serigala maju!” Perintah pak guru.

Anak-anak yang masuk ke dalam tim yang disebutkan pak guru spontan ribut mempersiapkan diri dan tim masing-masing. Keduanya lalu menghadap pak guru terlebih dahulu untuk menunggu komando selanjutnya. Pak guru mengarahkan siapa saja yang maju bertanding dan siapa yang menjadi cadangan. Menjadi cadangan bukan berarti tidak melakukan apa-apa, karena nanti akan ada waktunya untuk menggantikan posisi temannya.  

“Tiap permainan cukup dua puluh menit saja ya supaya kalian ngga capek banget.” Kata pak guru.

“Siap pak.” Kata anak-anak.

Kemudian kedua tim segera mengambil posisi masing-masing. Dan pertandingan antar tim pun dimulai. Sepuluh menit berlalu, pak guru meniup peluit untuk pergantian pemain seraya menyuruh anak anggota tim yang sedang duduk di kursi cadangan masuk untuk bermain.

Pertandingan berlangsung seru, dan dimenangkan oleh tim serigala dengan skor 3-1. Karim tidak berada di kedua tim ini, ia ada di tim singa, jadi ia masih menjadi supporter teman-temannya yang sedang bertanding.

“Tim selanjutnya, bersiap!” perintah pak guru pada tim singa dan tim hiu.

Karim sangat bersemangat dan menyemangati teman-teman satu timnya.

“Teman-teman, ayo semangat, meski ini cuma permainan, ayo kita menang!” Sorak Karim seraya mengulurkan tangannya menjemput tangan teman-teman satu timnya untuk bersorak bersama.

“Tiiiiiim singa!” Sorak tim singa bersama-sama seraya mengayunkan tangan yang saling bertumpuk secara bersamaan.

Pertandingan pun dimulai. Sepuluh menit berlalu hasil masih seri. Dan pak guru meniup peluit untuk pergantian pemain cadangan. Ternyata Karim masih tetap bermain hingga menit ke dua puluh. Penonton bersorak seperti halnya saat pertandingan pertama tadi. Ia fokus bagaimana cara menerobos pertahanan lawan. Ia berlari sedikit cepat dan memutar menghindari lawan lalu passing ke teman terdekat seraya ia mendekati ring, dan...

“Yes!” Teriaknya girang. Disambut sorak teman-teman satu timnya ramai mendekatinya.

Karim berhasil mencetak satu poin setelah mengoper bola ke temannya dan dilempar kembali pada Karim saat Karim mendekati ring. Teman-teman yang menonton pun bertepuk tangan bersorak sorai untuk memberi semangat kedua tim yang sedang bertanding.  

“Semangat semangat semangat!” Seru pak guru memberi semangat untuk kedua tim.

Waktu menunjukkan menit ke empat belas. Tim hiu nampak tidak memberi balasan yang berarti, karena beberapa kali mencoba menerobos bagian pertahanan namun dapat ditahan oleh tim singa. Satu menit menuju menit ke dua puluh, Hika dari tim singa nampak dapat menguasai bola. Melihat tim hiu sedikit kelelahan, Karim berusaha menerobos lagi pertahanan lawan mendekat ke arah ring tim hiu. Melihat kode dari Karim sontak Hika mengoper bola ke Karim dan shoot! Masuk!

“Prit prit prit!” Suara peluit dari pak guru menghentikan pertandingan. Sementara itu, tim singa masih merayakan kemenangan 2-0 atas tim hiu. Karim masih berpelukan dengan Hika dan teman-teman satu timnya yang lain seraya bersorak. Kemudian bersalaman dengan tim hiu.

Pak guru membiarkan sejenak mereka bersenang-senang menikmati pertandingan seraya memberi kode pada tim harimau dan tim serigala bersiap-siap untuk pulang. Lima menit berlalu.

“Anak-anak ayo kita kumpul sebentar sebelum pulang.” Perintah pak guru mengumpulkan anak-anak.

“Oke pak.”, “Siap pak.”, “Ya pak.” beragam jawaban anak-anak menjawab perintah pak guru.  

Tak lama anak-anak sudah berkumpul duduk di depan pak guru, seraya meluruskan kaki karena lelah.  

“Anak-anak, pertama yang ingin bapak sampaikan, terima kasih kalian sudah bermain dengan fair. Fair itu apa? Kalian bisa bermain dengan santai dan gembira, tidak peduli siapa yang menang dan siapa yang kalah, ini hanyalah permainan. Itulah inti dari permainan, beda dengan pertandingan ya. Kalau misal ada pertandingan melawan sekolah lain ya harus lebih serius agar menang. Tapi tetap harus fair, tidak boleh curang dan berantem.” Ceramah yang cukup panjang dari pak guru, yang cukup membuat anak-anak yang kelelahan makin terasa mengantuk.

“Lalu yang kedua, bapak ingin membagi kalian menjadi tiga tim, kalian sekarang maju satu per satu ambil kertas di kotak ini nanti jadi penentu kalian masuk tim mana. Oke dimulai dari yang duduk di ujung lalu memutar berdiri di belakang supaya tahu siapa yang sudah ambil siapa yang belum.” Lanjut pak guru.

Tak lama semua anak sudah mengambil kertas undian dari pak guru.

“Oke sudah dibuka kan kertasnya? Sekarang langsung berkumpul dengan timnya masing-masing sesuai nomor yang didapat. Tim satu paling kanan, tim dua tengah, tim tiga paling kiri.” Perintah pak guru.

Dengan cepat anak-anak pun menyesuaikan dengan nomor yang didapatnya. Mereka ada yang bertemu kembali dengan teman satu tim sebelumnya, namun kebanyakan dari mereka berpisah dan bertemu teman baru. Begitu pula dengan Karim, ia berpisah dengan Hika, teman satu tim sebelumnya yang ia rasa bisa diandalkan untuk berduet. Hika pun merasa kehilangan Karim. Namun semuanya akan beradaptasi kembali dengan tim yang baru.

“Sudah sesuai nomor timnya ya anak-anak?” Tanya pak guru.

“Sudah pak.” Jawab anak-anak serentak.

“Oke, sekarang bapak minta kalian masing-masing tim memilih kapten kalian sesuai dengan hati dan pikiran kalian masing-masing dalam menilai kriteria seorang pemimpin ya. Dan yang ditunjuk oleh temannya harus mau ya. Ayo bapak tunggu lima menit ya dari... sekarang!” Perintah pak guru yang ketiga.

Spontan anak-anak ribut di masing-masing timnya. Namun rata-rata dari mereka sudah menunjuk satu atau dua anak dari temannya di satu tim, sehingga sudah mengerucut dan langsung voting.

“Prit prit prit!” Lagi-lagi pak guru membunyikan peluit, kali ini sebagai tanda bahwa pemilihan kapten telah selesai.

“Waktu pemilihan sudah selesai ya anak-anak, ayo sekarang maju satu orang perwakilan yang bisa menyampaikan siapa kapten yang terpilih dan alasannya.” Pinta pak guru pada anak-anak.

“Tim satu, siapa yang mau bicara?” Tanya pak guru.

Dengan berisik kemudian ada yang berdiri salah satu anak. “Baik teman-teman, nama saya Haru, tapi saya bukan yang akan menjadi kapten tim. Setelah bermusyawarah akhirnya kami memutuskan kapten tim kami adalah Hira.” Semua anak serentak bertepuk tangan seraya menyuruh Hira berdiri untuk memberi sepatah dua patah kata.

“Baik, nama saya Hira, saya dari kelas 6-2. Sebenarnya, saya terpaksa mau menjadi kapten karena saya merasa tidak pantas. Namun karena sudah terpilih maka saya akan berusaha yang terbaik untuk tim. Dan untuk Karim, yang sekarang di tim tiga, nantikan permainan kami.” Ucap Hira sambil menunjuk Karim.

Suara tepuk tangan semua anak tim basket meramaikan suasana. Karim yang duduk agak jauh pun tersenyum seraya mengacungkan jempol kepada Hira. Karim merasa sangat tertantang sekaligus deg-degan karena ia tahu Hira bukan lawan yang mudah.

“Tim dua, siapa yang akan mewakili berbicara?” Tanya pak guru melanjutkan pemilihan kapten tim.

“Baik pak, saya Yama, setelah berdiskusi dengan satu tim, kami memilih Kaji untuk menjadi kapten tim dua pak.” Ucap Yama singkat.

Teman-teman yang lain bertepuk tangan menyelamati Kaji. Kaji berdiri untuk memperlihatkan dirinya ke teman-teman yang lain.

“Kaji, ada yang mau disampaikan?” Sela pak guru.

“Sebenarnya tidak ada pak, hanya... terima kasih teman-teman semua. Ayo kita semua semangat berlatih basket untuk menghadapi pertandingan antar sekolah nanti. Semangat!” Ucap Kaji memberi semangat ke semua teman. Semuanya bertepuk tangan mengakhiri kata-kata Kaji.

“Terakhir, tim tiga.” Singkat pak guru.

“Oke saya pak.” Spontan seorang anggota tim tiga berdiri dan membuka pembicaraan. “Saya Rino.” Baru mau melanjutkan langsung dipotong pak guru.

“Iya saya juga tahu kamu siapa, yang suka berisik di belakang.” Sela pak guru membuka candaan.

“Wah bapak kenal saya sekali, terima kasih pak.” Jawab Rino menjawab candaan pak guru.  

Teman-teman yang lain tertawa riuh mendengar sahut-sahutan pak guru dengan Rino.

“Baik pak, kami sudah berdiskusi panjang kali lebar. Sempat ada penolakan dari calon kapten, namun dengan lobi-lobi akhirnya diperoleh hasil diskusi. Dan kami memilih Karim sebagai kapten tim kami, tim tiga.” Jelas Rino lugas seraya kembali duduk.

Semua tim bertepuk tangan riuh seraya menyuruh Karim berdiri dan mengucap sepatah dua patah kata. Dan Karim pun berdiri.

“Baik teman-teman semua, saya hanya bisa mengucapkan terima kasih banyak atas dukungannya, semoga saya amanah dengan tugas sebagai kapten tim tiga. Ayo kita majukan klub basket kita sehingga bisa memberi nama baik bagi sekolah kita. Semangat!” Ucap Karim singkat dan lugas.

Semua anak klub basket pun bersorak sorai hari itu. Dan klub hari itu diakhiri dengan perkenalan kembali antar anggota tim baru.

Karim adalah murid asing di sekolahnya, ia berasal dari Indonesia. Ia memulai bersekolah dengan mempelajari bahasa asing yaitu bahasa Jepang. Guru di sekolahnya tidak membedakan murid asing, dan mereka tetap harus belajar bahasa Jepang untuk memudahkan mereka berkomunikasi.

Begitu pula Karim saat di klub, tidak ada pembeda yang membuat dia berbeda. Sehingga ia dapat ditunjuk menjadi salah satu kapten tim basket karena ia berbakat dan dianggap mampu menjadi pemimpin tim.  

Akhir kata, semangatlah dengan perbedaan, karena dengan berbeda kita akan menjadi unik dan menarik.