Tsuxue oh Tsuxue… Jajanan Manis nan Menggoda

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Cerita Pendek[sunting]

Antara Sarapan dan Jajan, Mana Disuka[sunting]

Sabtu pagi yang cerah dengan angin yang semilir, tiga anak perempuan berkumpul dan berbincang di gazebo depan rumah mereka. Rere, Hawwa, Naifa, tiga gadis kecil yang tinggal berdekatan di sekitar taman segitiga. Tak lama, menyusul dua anak laki-laki datang menghampiri ketiga anak itu dengan membawa jajanan.

Hawwa, gadis kecil 8 tahun berkerudung ungu menegur Irfan, anak laki-laki yang setahun lebih mudah darinya.

“Jajan mulu kau,” kata Hawwa.

“Biarin. Kan saya lapar,” kata Irfan.

Irfan duduk di gazebo dan membalikkan kresek yang sedari tadi ia pegang. Naifa melihat bungkus yang jatuh dari kresek itu. Ternyata Irfan membawa 8 jenis snack yang ia beli dari warung. Naifa melihat satu-persatu jajanan yang Irfan bawa yaitu, mie kremes, kripik pedas, wafer coklat, empat kripik kentang, dan satu susu coklat. Niko melihat raut muka Naifa yang menunjukkan minat pada jajajan itu. Niko menyenggol Irfan yang terfokus ke jajanannya. Irfan menengok ke arah Niko lalu ke yang lain.

“Uih... banyak sekali,” kata Naifa.

“Ya lah, kan lapar,” kata Irfan membuka satu kemasan makanan ringan dan memakannya.

“Minta,” kata Naifa dengan mata yang memelas. Gadis kecil 6 tahun ini memang polos, selalu berterus terang dengan keinginannya.

“Nih cepat ambil,” kata Irfan mendorong kantong jajajannya kepada Naifa.

Naifa pun gembira. Lalu meloncat-loncat ke sana-kemari. Dia terus meloncat-loncat ke sana kemari dengan girang hingga lantai gazebo itu bergetar. Ya, dia memang begitu. Setiap kali ada yang memberinya makanan kesukaannya, Naifa akan seperti itu. Sementara Hawwa dan Rere memandang ingin juga.

“Lama amat. Cepat lah ambil,” kata Irfan berlagak jengkel.

Naifa pun duduk dan mulai mengambil salah satunya. Naifa mengambil kripik kentang. Kripik kentang memang sangat disukai oleh anak-anak seumuran mereka, karena rasanya yang enak dan saat di masukan ke mulut, bunyi kreyes-kreyes, nikmat di mulut mereka.

“Makasih,” kata Naifa membuka jajanannya lalu memakannya.

“Nih yang lain mau gak?” tanya Irfan menyodorkan jajanan ke yang lain.

Rere dan Hawwa pun mengambil makanan ringan rasa keju masing-masing satu, termasuk Niko. Mereka menikmati jajanan itu sampai habis. Lalu Irfan membuka snack yang lain.

“Ih.. jangan makan makanan ringan m’lulu, ntar batuk loh...,” kata Hawwa.

“Biarlah. Lagian aku masih lapar. Kan tadi aku dah kubilangin,” kata Irfan

“Makan apa gitu kek selain makanan ringan,” kata Rere.

“Aku lagi mau makanan ringan ya makanan ringan,” kata Irfan dengan lesu sambil mulutnya terus mengunyah segenggam makanan ringan.

Tiba-tiba Hawwa berbisik ke telinga Rere.

“Aku penasaran deh. Dia sarapan apa sih kok gak kenyang-kenyang,” tanya Hawwa dengan nada kecil.

“Aku juga penasaran. Mungkin dia makan sedikit atau cacingan,” kata Rere menerka-nerka.

Rere maupun Hawwa, setiap pagi selalu sarapan. Saat sebelum berangkat sekolah, mereka juga sarapan. Seperti Rere yang setiap pagi sarapan nasi dan nagget buatan Ibunya. Lalu Naifa sarapan nasi dan udang, Hawwa sarapan nasi dan telur mata sapi. Sarapan untuk usia anak sekolah sangat penting karena itu menjadi sumber tenaga untuk belajar dan gizi untuk pertumbuhannya. Jangan sampai deh, terkantuk-kantuk di kelas karena kelaparan, atau bengong melulu pas ditanya guru. Malu kan ya....

Melihat Irfan lahap sekali dengan jajanannya, Rere berbisik-bisik dengan Hawwa sambil memperhatikan Irfan dari ujung rambut sampai ujung kaki.

“Jangan-jangan cacingan lagi,” kata Rere  sambil memandangi perut Irfan.

Rupanya suara bisik-bisik Rere masih cukup terdengar oleh Irfan.

“Gak ya. Ngawur kamu,” kata Irfan dengan muka cemberut.

Sebenarnya setiap pagi, Irfan selalu sarapan. Ia sarapan nasi, namun dengan porsi yang tidak tentu. Irfan sering malas sarapan, sekenanya saja, kadang hanya setengah porsi yang dapat dia habiskan. Setengah dari sarapan yang diperlukan oleh kebanyakan anak-anak seusianya. Padahal Irfan anak yang cukup aktif, senang lari sana, lari sini. Makanya meski sarapan, belum lagi beranjak siang Irfan selalu merasa lapar. Seharusnya ia memakan makanan yang sehat seperti buah-buahan untuk mengganti snack-snack yang tiap hari di komsumsi akan tidak sehat bagi tubuhnya dan semua orang.

Sepertinya sarapan juga penting buat pertumbuhan badan. Terlihat tubuh Irfan lebih kecil dan tingginya hampir sama seperti ketiga anak perempuan itu. Bahkan Rere yang paling sulit makan dan kurus kecil sudah mulai lebih tinggi di banding Irfan. Mungkin itu disebabkan karena Irfan terlalu banyak mengomsumi jajanan daripada makanan yang sehat. Bisa jadi kan?

****

Mau Jajan Apa?[sunting]

Dengan bertumpu pada lutut, Hawwa melangkah maju, mendekati Irfan. Hawwa memperhatikan Irfan, rambutnya disisir rapi. Irfan mengenakan kaos warna hitam dipadu dengan celana panjang warna abu-abu.

“Hm.. tumben bajunya rapi. Mau ke mana?” tanya Hawwa.

“Iyalah, kan mau jalan-jalan,” kata Irfan.

“Tiap hari jalan-jalan,” kata Naifa “Gak capek apa.”

“Gaklah, kan seru,” kata Irfan dengan nada sombong “Ntar aku juga mau ke Tsuxue.” Irfan menyebutkan satu nama gerai jajanan es krim yang sedang viral akhir-akhir ini.

“Serius kamu mau ke sana? Itu haram tau,” kata Hawwa.

Rere, Naifa, Irfan dan Niko serentak menengok ke Hawwa sambil berkata, ”kata siapa?”

“Kan gak ada logo halalnya,” Hawwa mencoba memberi penjelasan.

“Memang kenapa kalau tak ada logo halalnya?” sergah Irfan.

“Kalau tak ada logo halalnya, kan berarti haram,” Hawwa menjawab.

“Makan minum halal itu penting tau. Biar tidak dosa,” lanjut Hawwa, “Kamu mau masuk neraka hanya gara-gara ice cream?”

Suasana pun semakin menegang. Irfan merasa ia sudah terpojok. Kenapa urusannya jadi rumit begini, pikir Irfan. Kan ia cuma ingin menikmati minuman segar. Irfan masih bersikukuh untuk ke pergi ke sana dan menikmati minumannya. Irfan meminta tolong ke Niko untuk membelanya. Irfan menggerakkan mata ke arah Niko sebagai kode, tapi Niko tidak sadar kode itu. Akhirnya Irfan mau tak mau menyenggol lengan Niko dengan tangannya yang membuat ia hampir jatuh tersenggol oleh Irfan.

“Jangan bengong aja, bantuan aku nih,” kata Irfan berbisik.

“Eh?” kata Niko tersadar dari bengongnya. Tiba-tiba Rere menyelutuk, “Tapi kata ibuku, yang belum ada logo halalnya belum tentu haram,”

“Bisa jadi tidak ada logonya karena belum diperiksa aja,” kata Rere.

“Trus tau kalau itu halal dari mana dong?” Hawwa masih berusaha keras mempertahankan pendapatnya.

Halal atau tidaknya makanan dan minuman, tidak melulu berhubungan dengan bahan pembuatannya saja. Proses pembuatan makanan dan minuman tersebut bisa membuat makanan dan minuman yang tadinya halal, menjadi haram. Di kitabnya orang Islam, dikasih contoh tentang proses memotong hewan yang akan di makan. Salah satu syaratnya tidak menyiksa hewan tersebut, sebisa mungkin hewannya dalam keadaan tenang. Bahkan saat pemotongan hewan kurban misalnya, yang masih hidup yang akan dikorbankan tidak boleh melihat hewan yang sedang dikurbankan.

Hawwa terlihat bersemangat menceritakan tentang halal dan haram yang ia tahu. Meski masih 8 tahun, seolah-olah Hawwa sudah menjadi seorang ahli.

Semakin lama Irfan di situ, ia semakin teracam. Tiga lawan dua. Ia makin tidak merasa aman di situ. Irfan semakin dipandangi oleh dua anak perempuan. Sementara Naifa mukanya tidak serius-serius amat. Hanya muka Naifa yang membuat Irfan merasa sedikit tenang di situ. Irfan hanya bisa terdiam di situ. Lalu tiba-tiba Niko mulai berbicara.

“Lagian katamu juga kan, Rere. Yang bilang kalo belum ada logo halalnya belum tentu haram, hanya saja kita belum tau kan,” kata Niko mengulang ucapan Rere.

“Nah betul tuh betul,” kata Irfan mendukung gagasan Niko. Irfan merasa sedikit tertolong, wajahnya sedikit lega.

Mereka masih sedikit berdebat tentang makan dan minuman yang halal dan haram. Logo halal adalah sebuah logo yang resmi dari sebuah lembaga yang diberikan kepada produk makanan dan minuman yang sudah melalui proses pengecekan yang ketat. Halal bagi orang Islam sangat penting karena mengikuti ajaran mereka. Buat penjual makanan dan minuman dengan mencantumkan logo halal itu penting, agar pembeli merasa lebih aman dan nyaman.

“Eh...iya lho, kata ibuku yang belum ada logo halalnya, belum tentu haram,” kata Rere “Cuma kita belum tau aja. Bisa jadi memang halal, tapi penjualnya tidak mendaftarkannya ke…. Ke mana ya? Kamu tau nggak Hawwa?”

“Ke mana ya? Yang itu kan memeriksa makanan dan minuman, terus dicek-cek di laboratorium, biar ketahuan ada bahan haram apa tidak. Apa ya namanya? Tau ah, lupa,” Hawwa terkekeh sendiri.

“Tuhkan…., Rere aja bilang gitu,” kata Irfan “Jadi bolehlah,” Irfan tampak girang, seperti mendapat dukungan.

“Tapikan kalau belum ada halalnya, berarti gak boleh,” kata Hawwa.

“Ya kan?” tanya Hawwa ke yang lain.

Rere dan Naifa mengganguk.

“Siapa bilang, kan belum tentu haram juga, “Niko mencoba membela Irfan.

“Pokoknya kalau tidak dibilang haram, aku akan tetap beli…. yang penting minum,” kata Irfan.

Dari kejauhan, terlihat mobil Irfan mulai bergerak keluar garasi.

“Eh bentar lagi, kamu berangkat tuh,” kata Niko melihat ke arah rumah Irfan yang berada di pertigaan.

“Ya udah, aku pergi dulu. Bye,” kata Irfan sambil memasukan jajanannya ke dalem kresek.

Sementara bungkus jajanan yang sudah di makan dan habis, ditinggalkan begitu saja di sana. Rere kesal melihat bungkus jajanan berserakan di gazebo.

“Hah.. dasar,” kata Rere mengumpulkan bungkus kripik kentang yang mereka habiskan tadi

Rere pun berjalan dan membuangnya ke tong sampah di depan rumahnya. Ia melihat ke gazebo ke arah teman-temannya.

“Eh.. aku mau masuk dulu ya,” teriak Rere.

“Ya.. cepat ya, balik sini kan?” kata Hawwa dan Naifa hampir berbarengan.

Rere mengacungkan ibu jarinya memberi tanda mengiyakan. Ia berjalan masuk ke dalam rumah. Sampai di teras, ia melepaskan sendalnya dan masuk ke dalam rumah dengan mengucapkan salam. Melepaskan kerudungnya dan melemparnya ke sofa, kerudung mendarat dengan tepat walapun hampir terjatuh ke lantai.

Rere mencari ibunya sambil berjalan ke arah meja makan. Meja makan itu di atasnya ada nampan yang berisi dua gelas biru pendek dengan tutup berbeda, satu gelas plastik berwarna abu-abu dan sat gelas kaca. Di sebelah nampan, ada dua tupperware berwarna ungu dan hijau. Tupperware ini berisi cemilan kesukaan Rere, cokies coklat bikinan ibu dan keripik ketela. Rere mengambil gelas warna biru pendek dengan tutup berwarna kuning. Rere menghabiskan dua gelas air putih sekaligus. Sudah menjadi kebiasaan Rere untuk minum air putih banyak-banyak selepas makan makanan ringan kemasan.

Selama Rere minum, ibunya datang mendekat.

“Ibu tau gak, tadi pada bicarain tentang Tsuxue halal atau nggak,” kata Rere

“Terus gimana?’ tanya ibu dengan nada penasaran.

“Si Irfan tetep bersikekeh buat ke situ,” keluh Rere

“Kamu mau?” tanya ibu melihat raut wajahnya mengiba.

“Mau tapi kan kata ibu belum ada logo halalnya,” kata Rere

Ibu tersenyum memandang anaknya memelas ingin sekali mencoba minuman yang sedang viral itu.”Kenapa kita tidak beli sih Bu? Kata ibu, biarpun belum ada logo halal, tidak berarti haram,” Rere penasaran, kenapa selama ini ibunya belum pernah kasih ijin jajan minuman yang sedang viral itu.

“Menurut Rere kenapa?”

“Apa ya?” Rere seperti berpikir.

Sebenarnya ibu Rere punya alasan tersendiri, jarang atau tidak membelikan berbagai macam minuman siap saji. Selain urusan halal haram, ibu Rere juga melihat kandungan minuman tersebut. Menurut ibu Rere, minuman yang sedang viral itu terlalu manis untuk tubuh kita. Kalau kita minum manis terlalu banyak ada banyak resiko, yaitu resiko kesehatan. Seperti asam urat. Minum-minuman manis terus menerus yang menjadi kebiasaan juga dapat membuat kita obesitas, diabetes, dan hipertensi.

Lalu berapa sih gula yang kita butuhkan dalam sehari?  Nah di sini ada dua pendapat yang menarik. Menurut Kementrian Kesehatan Indonesia, kebutuhan gula yang diperlukan tubuh kita adalah 50 gram gula per hari atau setara 4 sendok makan. Sementara, menurut American Heart Association (AHA) menyarankan kebutuhan gula per hari sekitar 100 kalori atau setara 6 sendok teh. Minuman yang memiliki kadar gula paling tinggi adalah 55 gram gula. Itu belum termasuk makanan dan minuman yang masuk di hari itu.

Ternyata jenis kelamin juga mempengaruhi kadar gula yang dibutuhkan. Laki-laki butuh gula lebih banyak dibanding perempuan. Laki-laki yang sudah besar alias dewasa, butuh 9 sendok teh gula. Kalau perempuan, butuhnya lebih sedikit dibanding laki-laki. Perempuan cuma butuh 6 sendok teh gula.

Ibu melihat Rere yang masih bepikir. “Coba Rere pikirkan jawabannya ya,”Sebagai hadiah, ntar kalau sudah ada logo halalnya, ibu beliin deh khusus untukmu ibu beliin dua,” kata ibu menyemangati anaknya yang lesu karena tidak dapat menjawab pertanyaan ibu.

“Beneran?” kata Rere penuh semangat.

“Iya, beneran. Sesekali tak apa, biar Rere tidak penasaran,” kata ibu.

“Ya udah, aku mau main lagi ya, bu. Coba kutanya teman-teman juga ah...,” kata Rere bersemangat kembali. Sampai-sampai ia lupa memakai kerudungnya.

“Eh.. ini kerudungnya,” kata ibu mengambil kerudungnya.

“Ah.. iya lupa,” kata Rere mengambil kerudung dari tangan ibu dan memaikanya di depan pintu.

Setelah itu Rere pamit pergi, membuka pintu lalu keluar. Ia bermain dengan teman-temannya sampai siang hari.

TAMAT