Vaksin Pertama Zahra
Perkenalan Penulis
[sunting]Halo semuanya! Nama saya adalah Achmad Sirajul Fahmi dan saya adalah penulis dari cerita ini. Saya berusia 21 tahun dan merupakan seorang mahasiswa yang sedang belajar di UPN Surabaya di jurusan Informatika.
Sinopsis
[sunting]Zahra merupakan seorang anak kelas 6 SD yang menjalani hari-harinya yang berat karena wabah virus Corona. Setelah kabar mengenai vaksin yang akan menangkal keberadaan virus tersebut tersebar, dia menerima sebuah kabar bohong dari pamannya bahwa vaksin merupakan benda yang berbahaya. Ia pun menyebarkan pesan tersebut kepada temannya yang bernama Mikaela. Mikaela pun merasa ragu akan pesan tersebut dan mengajak Zahra untuk bertanya langsung kepada seorang dokter yang menjadi teman ibunya untuk mengetahui kejelasan mengenai sesuatu yang disebut "vaksin" tersebut.
Karakter
[sunting]- Zahra Annisa
- Mikaela
- Ibu Zahra
- Bu Dokter Ratna
Lokasi
[sunting]Sebuah kampung di sekitar Rumah Sakit DR. Soetomo, Surabaya.
Cerita Pendek
[sunting]Ketika Wabah Menyerang
[sunting]Kisah ini menceritakan tentang Zahra Annisa. Dia merupakan seorang siswi di sekolah dasar negeri yang ada di Surabaya dan kini ia sedang menginjak kelas 6. Dia mempunyai ayah yang bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata, sedangkan ibunya adalah seorang guru. Dia mempunyai seorang sahabat yang bernama Mikaela. Mereka berdua adalah siswa yang masih satu kelas di sekolahnya.
Pada hari Senin tanggal 16 Maret tahun 2020, sekolah dasar Zahra mengumumkan “liburan mendadak” karena Indonesia saat itu sedang menghadapi wabah penyakit flu yang bernama virus Corona.
“Yeay, akhirnya aku bisa liburan.” Teriak Zahra kegirangan setelah melihat pesan tersebut melalui ponselnya.
Dia saat merasa senang dengan pengumuman hari libur sekolahnya. Zahra merasa liburan tersebut jarang ia dapatkan karena ketika dia naik ke kelas 6, waktu-waktunya dihabiskan untuk les terus menerus sebagai persiapan ujian nasional, sehingga membuatnya jarang bermain dengan teman-temannya. Pengumuman libur membuat dirinya menjadi sangat gembira seperti seorang anak yang baru bisa berbuka ketika puasa Ramadhan. Untuk mengisi waktunya yang luang, dia berencana keluar rumah untuk bermain.
“Mamah... Aku mau keluar dulu rumah dulu!” teriak Zahra dari dalam kamarnya untuk memberi tahu ibunya.
“Ya, tapi jangan lama-lama ya!” sahut ibunya memberikan izin.
Saat Zahra melangkah keluar dari pintu, ia melihat bahwa daerah disekitarnya terasa sepi seperti kuburan. Hanya ada beberapa orang saja yang terlihat berkeliaran. Mereka semua memakai masker. Zahra pun kemudian mencoba mendatangi rumah sahabatnya yang bernama Mikaela yang berjarak sekitar tiga rumah dari rumahnya.
“Mikaelaaa! Ayo maiiin!” Zahra berteriak di depan pintu rumah Mikaela.
Tak lama setelahnya, Mikela keluar dengan mengenakan masker. Tampak mukanya terlihat tidak ceria.
“Eh kenapa kamu pakai masker?” tanya Zahra kepada Mikaela.
“Loh kamu gak tahu berita sekarang Zahra? Kita kan gak boleh keluar dari rumah kalau lagi gak perlu sama harus pakai masker kalau terpaksa keluar.” Mikaela memberitahu berita yang mengejutkan tersebut kepada Zahra.
“Beneran? Dari mana kamu dapat berita itu?” Tanya Zahra penasaran.
“Aku denger dari papa aku. Dia diberitahu temannya yang bekerja di Badan Nasional Penanggulangan Bencana loh.” Kata Mikaela memberitahu Zahra dengan menggunakan ekspresi layaknya seorang ibu yang menceritakan pengalaman kepada anaknya.
“Hmm... kalau gitu mending aku pulang aja. Makasih atas informasinya Mikaela!”
Zahra dengan muka melas berjalan untuk pulang. Dia sama sekali tidak menduga bahwa wabah ini membatasi kegiatannya.
Sesampainya di rumah, Zahra menemui seorang pria yang tampaknya memasang semacam alat elektronik di tembok rumahnya. Pria itu menggunakan seragam merah dan membawa berbagai macam perkakas dalam tasnya. Rupa-rupanya orang itu sedang memasang Wi-Fi di rumah Zahra.
“Eh Zahra, kamu sudah pulang rupanya.” Kata ibu Zahra yang senang melihat anaknya pulang.
“Mulai saat ini, kamu jangan keluar rumah dulu ya nak! Bahaya di luar sana, lagi ada virus yang menyebar. Kebetulan ayahmu sedang meminta orang untuk memasang Wi-Fi di rumah. Jadi kamu di rumah saja.” Imbuh ibunya sambil mengelus-elus kepala Zahra.
“Siap bu!” Balas Zahra sambil melakukan gerakan hormat seperti upacara bendera.
Zahra kemudian memasuki kamarnya dan langsung membuka laptop miliknya. Saat itu, ia mencoba memainkan permainan baru yang direkomendasikan oleh Mikaela, yaitu Minecraft. Minecraft memberikan kesempatan kepada semua pemainnya untuk dapat membuat bangunan apa saja yang mereka kehendaki. Tentu saja hal itu membuat Zahra merasa senang karena dia dapat melampiaskan ide-ide kreatifnya di kala waktu luang saat wabah ini. Di sela-sela bermain Minecraft, Zahra juga membuka banyak media sosialnya seperti Facebook, Twitter, dan juga WhatsApp supaya ia tetap bisa berhubungan dengan teman-temannya.
Ketika sedang asyik-asyiknya bermain Minecraft, tiba-tiba ponselnya bergetar dan menampakkan sebuah notifikasi. Rupa-rupanya, Mikaela sedang memberi pesan kepada Zahra melalui WhatsApp.
Zahra merasa dia benar-benar sangat senang saat itu. Semua yang ada membuat dirinya betah di rumah. Jaringan internet di rumahnya tersedia, waktu liburan juga ada, ditambah pula teman yang sama-sama bisa diajak ngobrol secara daring serta Mikaela yang bisa diajak bermain game Minecraft bersama dari jarak jauh.
Tiap pagi, siang, dan malam, mata Zahra tidak jauh dari laptop dan ponselnya. Dia selalu mengunjungi world atau server Minecraft milik Mikaela supaya dia dapat membuat kebun binatang dengan cepat dan akhirnya dapat memperlihatkan hasilnya kepada teman-teman sekelasnya kalau suatu hari nanti mereka bisa masuk sekolah kembali. Oleh karena itu, Zahra sangat berusaha menghabiskan waktunya untuk menyelesaikan proyek tersebut. Tujuan bermainnya saat itu hanyalah menyelesaikan proyek tersebut. Baginya, tiada hari tanpa menata blok-blok bahan bangunan di Minecraft.
Kabar Palsu pun Datang
[sunting]Hari-hari pun berlalu. Tak terasa, bulan Mei telah datang dan proyek tersebut kini sudah selesai. Sebuah kebun binatang yang suangaaaat luas pun telah jadi. Di dalamnya terdapat sapi, domba, keledai, ocelot, ubur-ubur, ayam, serigala, dan hewan-hewan lainnya yang ada dalam Minecraft. Mikaela dan Zahra sangat merasa puas dengan pencapaian mereka. Akan tetapi, dengan berakhirnya proyek tersebut, Zahra sudah tak punya lagi apa-apa yang harus dia kerjakan. Ditambah lagi ada sebuah pengumuman dari grup WhatsApp sekolah bahwa upacara kelulusan pada tahun tersebut ditiadakan dan seluruh angkatan tahun 2020 yang di dalamnya termasuk Zahra, dianggap sudah lulus tanpa harus mengikuti ujian nasional dan juga wisuda. Memang tampak menyenangkan bagi Zahra bahwa dia tak perlu repot-repot belajar supaya lulus dari ujian nasional, tetapi, dia menyadari satu hal. Dia sadar bahwa dirinya dan teman-temannya tak dapat bertemu lagi meski hanya untuk berpisah sekalipun. Ini yang membuat Zahra kemudian merasa bahwa kebahagiaan yang selama ini dia rasakan bukanlah kebahagiaan yang dia cari. Dia berharap semoga wabah penyakit ini berakhir supaya dia bisa beraktivitas dengan teman-temannya yang lain.
Di tengah kegundahan tersebut, Zahra mendengar dari Mikaela bahwa pada tahun depan, yaitu tahun 2021, Indonesia akan melakukan yang namanya vaksinasi. Zahra pada awalnya asing dengan istilah tersebut. Dia kemudian menulis pesan chat kepada Mikaela untuk menanyakan persoalan vaksin tersebut.
Zahra: “Mikaela, vaksinasi itu apa?”
Mikaela: “Vaksinasi itu menyuntikkan diri kita dengan cairan vaksin supaya kita terbebas dari yang namanya virus Corona.”
Zahra: “Cairan vaksin itu yang seperti apa?”
Mikaela: “Gimana ya..? aku gak bisa njelasinnya. Intinya, kalau kita disuntik dengan cairan itu, kita bisa terbebas dari virus Corona.”
Mikaela: “Jika ikut vaksinasi, maka kita akan bisa bersekolah kembali karena diri kita sudah aman dari virus.”
Zahra: “Hmmm gitu ya... Ya udah deh, makasih Mikaela!”
Mengetahui bahwa Mikaela tidak dapat menjelaskan lebih lanjut tentang vaksin, Zahra kemudian mencoba untuk menanyakannya kepada orang-orang yang ada di grup WhatsApp keluarga miliknya. Ketika hendak menanyakan soal vaksin, tiba-tiba salah satu pamannya Zahra membagikan sebuah pesan terusan ke grup keluarga tersebut.
Paman: "Mohon ma'af sebelumnya, Saya hanya sampaikan apa adanya bukan untuk nakut-nakutin... Dampaknya vaksin akan menjadi kental "DARAH" menyebabkan mudah datang penyakit dan perpendek masa usia."
Zahra yang masih penasaran soal vaksin tersebut kemudian membalas pesan yang dibagikan oleh pamannya.
Zahra: “Iyakah om? Apakah vaksin bikin kita jadi sakit?”
Paman: “Beneran! Ini om saja dapat infonya dari tetangga yang katanya sudah vaksin.”
Zahra: “Hmm... Tapi kan, Indonesia baru akan memulai vaksin itu tahun depan, bukan sekarang.”
Paman: “Loh, jadi kamu gak percaya sama om ya?”
Zahra: “Maaf om, Zahra percaya kok.”
Zahra terkejut dirinya dituduh tidak mempercayai pamannya. Dia akhirnya meminta maaf kepada pamannya. Menurut Zahra, pamannya tidak pernah terlihat berbohong. Mana mungkin seorang paman tega membohongi keponakannya bukan? Namun, kalau informasi tersebut benar, artinya vaksin itu berbahaya sekali bagi manusia. Dengan bersemangat, Zahra kemudian meneruskan pesan tersebut kepada Mikaela supaya sahabatnya tahu betapa bahayanya vaksin.
Mikaela merasa terheran-heran dengan pesan yang diberikan dari Zahra. Mikaela merasa bahwa informasi yang ada dalam pesan itu ada yang tidak beres. Dalam hatinya, Mikaela berkata “Dari mana orang-orang ini tahu bahwa vaksin akan membuat darah mengental, kalau vaksinnya saja belum disuntikkan ke orang-orang?”. Akhirnya, Mikaela memutuskan untuk menelepon Zahra untuk meminta penjelasan.
“Halo Zahra. Kamu dapat info vaksin itu dari mana?” Tanya Mikaela dari telepon setelah Zahra menerima panggilannya.
“Dari pamanku. Kurasa, dia tak pernah berbohong.” Jawab Zahra dengan nada yang meyakinkan.
“Hmm... Gini ya Zahra, soal info itu, aku rasa kita harus memeriksanya.” Mikaela membalas pernyataan Zahra.
“Gimana caranya?” Tanya Zahra.
“Besok kita akan pergi ke rumah sakit. Di sana, ada teman ibuku, namanya Bu Ratna. Dia bekerja sebagai dokter. Kita bisa bertanya langsung kepadanya.” Tandas Mikaela.
“OK!” Kata Zahra mempersetujui.
Keesokan harinya, Mikaela datang ke rumah Zahra dengan menaiki mobil bersama ayahnya. Zahra pun menyiapkan dirinya untuk berangkat bersama Mikaela. Sebelum berangkat, dia meminta izin kepada ibunya. Zahra pun menyalami ibunya dengan menaruh telapak tangan kanan ibunya ke dahinya dan kemudian mengucapkan salam sebelum dia pergi.
Zahra pun kemudian masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Mikaela. Di depan mereka, ada ayah Mikaela yang sedang menyetir mobil. Mereka menikmati pemandangan Kota Surabaya yang indah di pagi hari. Semua orang mulai berlalu lalang ke sana kemari, ada yang mengendarai sepeda, berjalan kaki, dan juga mengendarai mobil seperti mereka. Mobil Mikaela kemudian bergerak melewati jalan Dharmawangsa dan melihat kenampakan Universitas Airlangga atau yang biasa disebut sebagai Unair. Tak lama kemudian, mereka akhirnya sampai ke Rumah Sakit Dr. Soetomo.
Sesampainya di sana, mereka langsung menemui petugas yang berada di bagian administrasi dan menanyakan di mana ruangan dokter Bu Ratna. Singkat cerita, diketahui bahwa ruangan Bu Ratna berada di lantai tiga. Dengan semangat Zahra dan Mikaela langsung pergi menuju lift untuk menuju ke ruangan Bu Ratna sehingga ayah Mikaela pun ditinggal oleh mereka. Ketika mereka tiba di ruangan tersebut, nafas mereka terengah-engah sehingga membuat Bu Ratna yang ada di dalam dapat mendengar suara mereka dan langsung membukakan pintu.
“Loh Mikaela, ada apa?” Tanya Bu Ratna keheranan melihat anak temannya berada di depan ruangannya.
“Kami ingin bertanya soal vaksin.” Jawab Mikaela.
“Oh... Kalau begitu ayo masuk dulu.” Kata Bu Ratna mempersilakan mereka berdua untuk masuk.
Mereka berdua pun memasuki ruangan tersebut dan langsung duduk di kursi yang telah disediakan. Ketika Zahra ingin memulai pembicaraan dengan bertanya mengenai kebenaran berita yang tersebar luas di grup WhatsApp keluarganya, Bu Ratna langsung memulai pembicaraan.
“Apakah salah satu dari kalian ingin bertanya mengenai kabar yang tersebar luas soal Vaksin yang bisa membuat darah menjadi kental?” Kata Bu Ratna sambil menebak-nebak alasan mereka ke tempatnya.
“Loh, kok Ibu sudah tahu soal itu?” Tanya balik Zahra keheranan sampai mulutnya menganga. Ia mengira kalau Bu Ratna sudah bisa menebak isi pikiran dirinya.
“Pesan itu populer di WhatsApp. Bu Ratna sendiri juga tahu soal itu.” Jawab Bu Ratna.
“Perlu kalian tahu anak-anak, vaksin itu sebenarnya tidak berbahaya. Pada dasarnya, vaksin adalah virus mati yang disuntikkan ke dalam kalian supaya imunitas atau daya tahan kalian semakin baik...” Tandas Bu Ratna.
“Lah, kalau tubuh kita dimasuki virus bukannya kita malah sakit ya Bu?” Potong Zahra ketika mendengar kata virus dari Bu Ratna.
“Memang iya. Setelah divaksin, kalian tentu akan demam selama beberapa hari, biasanya 1-3 hari.” Jawab Bu Ratna.
“Jadi... vaksin itu buruk?” Tanya Zahra lagi.
“Perlu kalian tahu, imunitas kalian seperti seorang prajurit. Supaya seorang prajurit bisa menang, ia perlu mengenali musuhnya dulu, baru kemudian latihan melawan. Maka dari itu, sebagai latihan, prajurit-prajurit itu diberi bayi virus yang kurang berbahaya dari virus yang besar supaya imunitas kalian bisa mengenali virus, lalu belajar melawannya.” Terang Bu Ratna kepada Zahra.
“Iya, benar. Kata ibuku juga kurang lebih sama. Vaksin itu alat latihan bagi daya tahan kita, sebelum menghadapi virus yang sesungguhnya. Sama seperti ketika kita ingin mengendarai sepeda roda dua, kita menggunakan sepeda roda tiga dulu.” Kata Mikaela mengiyakan. Dia teringat akan perkataan ibunya.
“Betul itu. Makannya, kalian jangan takut sama vaksin ya! Dan juga, kalau kalian mendapat informasi yang tidak jelas sumbernya, kalian jangan ikut-ikutan menyebarkan.” Pesan Bu Ratna.
“Iya juga. Ibuku pernah bilang kalau di Al-Qur’an dikatakan bahwa kita tidak boleh mengikuti apa-apa yang tidak kita ketahui ilmunya, karena semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.” Ujar Zahra mengamini.
“Benar. Sekarang kalian boleh pulang. Jangan lupa, tahun depan kalian harus ikut vaksinasi ya!” Pesan Bu Ratna sebelum mereka pergi untuk pulang.
Akhirnya, mereka berdua pun keluar dari ruangan tersebut. Ayah Mikaela telah menunggu mereka dari dalam mobil. Mereka berdua kemudian masuk ke dalam mobil dan berangkat pulang dengan hati yang riang gembira, terutama Zahra. Dia sangat senang sekali karena kegelisahannya soal vaksin kini telah terjawab. Ketika tahun 2021 telah tiba, Zahra dan Mikaela kembali lagi ke Rumah Sakit DR. Soetomo, tetapi tidak untuk bertanya kepada Bu Ratna lagi, melainkan untuk mengikuti vaksinasi pertama mereka.
~ Selesai ~