Vietnam: Why Did We Go?/Bab 6

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

BAB 6—“Perang Preventif” Paus Gugur

Para Laksamana, Jenderal dan Diplomats AS ke Vatikan, Tanggapan-tanggapan Putus Asa Presiden Truman

Tanda-tanda pada tahun yang sama (Februari 1951) menyatakan bahwa Pius XII telah memperingatkan “invasi barbar” terhadap orang-orang Katolik. AS dan Hierarki Katolik menurutinya. [Peringatan] Pius XII bukanlah retorika belaka. Sikap ini adalah penaungan berwarna dari promosi kolosal dari peninggian misa keagamaan, diarahkan dalam memajukan fanatisisme melalui pemujaan Fatima, mukjizat-mukjizat matahari berputar, dan pesan-pesan ilahi yang ditujukan dari surga kepada Paus, sebagai bantuan-bantuan dasar untuk kegiatan-kegiatan diplomatik, politik dan, di atas semuanya, militer yang, seturutnya, direncanakan dalam operasi di seluruh belahan Barat.

Kegiatan-kegiatan militer tersebut tidaklah sekadar strategi-strategi bersenjata yang abstrak. Mereka bersifat nyata, positif dan konkrit. Jenderal AD Amerika, pada daftar penugasan, yang diangkat menjadi dubes untuk Vatikan tak ditugaskan disana untuk menghitung jumlah rosario yang diputar oleh para pengunjung Amerika. Ia aslinya ditugaskan ke Roma “untuk membantu mengkoordinasikan upaya untuk menumpas unsur komunis” dengan Vatikan (terutama dengan Paus Pius XII) “menjalin perjuangan melawan komunisme,” sebagaimana pernyataan penjelasan dari Gedung Putih yang dideklarasikan sendiri pada 21 Oktober 1951, setelah mengumumkan pelantikan tersebut.

Tuan Kennan, pemimpin “Free Russia Committee,” diangkat menjadi Dubes AS untuk Moskwa, datang kesana pada 1952, ketika Tuan Dulles menyatakan kepada dunia untuk mempercepat unsur penyerangan atom yang kuat “untuk menghadapi ancaman agresi Rusia lewat serangan balasan mutlak.”

Di Eropa, Kanselir super-Katolik Adenauer, yang setiap hari melantunkan rosario kepada Bunda dari Fatima, pada November 1951 datang ke Paris untuk bertemu pemimpin Katolik lainnya, yang juga merupakan pengikut Bunda Maria, Menteri Luar Negeri dan mantan Perdana Menteri Prancis Schuman, untuk merencanakan pembangunan pasukan supranasional “untuk berjuang menyelamatkan peradaban Kristen [artinya Katolik].”

Dengan seluruh peristiwa gaib tersebut, pers dunia melaporkan bahwa kepala seluruh angkatan bersenjata Amerika dan Eropa, Jenderal Eisenhower, mendatangi Kota Suci, yang didahului dan disusul oleh para menteri Luar Negeri, Ekonomi dan Perang dari dua belas negara Eropa, bertemu di Roma untuk menghimpun “front militer anti-Rusia.” Jenderal Eisenhower memberitahukan para menteri perang dari dua belas negara bahwa mereka berkumpul untuk pengerahan ulang Barat secepat mungkin, karena ancaman Abad Kegelapan yang baru dan “invasi barbar baru,” kata-kata yang sering dipakai oleh Paus Pius XII.

Apa tugas mereka? Menghimpun Ketentaraan Eropa pimpinan Amerika dari empat puluh divisi tempur bersenjata lengkap pada 1952 dan seratus pada 1953, tanggal yang sama dengan pernyataan khusus Collier yang sangat dipercaya memprediksi invasi dan pendudukan Rusia.

Jenderal Omar Bradley, Kepala Kepala Staf Bersama AS, ketika menerima sambutan oleh Pius XII (akhir November 1951), menyusul tak lama setelahnya (6 Desember 1951) oleh Marsekal Lapangan Lord Montgomery, Wakil Panglima Tertinggi Pasukan Sekutu di Eropa.

Para pakar pengerahan pengeboman Angkatan Darat, Laut dan Udara dari Spanyol, Prancis, dan di atas semuanya, AS, terus meraih perhatian dari Yang Mulia, Pius XII. Untuk membaca daftar resmi para pemimpin perang yang mengunjunginya pada masa itu seperti membaca daftar pemimpin perang yang datang untuk pengarahan di super-Pentagon global.

Ketika dewan menteri perang dari dua belas negara, dan para jenderal pada daftar aktif, duduk di bawah tembok Vatikan, Parlemen Australia didorong untuk memberikan permohonan rahasia yang dimajukan oleh salah satu jenderal mereka, H. Robertson, mantan Kepala Panglima, Pasukan Persemakmuran di Jepang. Apa pesan rahasia jenderal tersebut? “Pertikaian-pertikaian besar (yakni Perang Dunia III) akan pecah.”

Pada tahun berikutnya (Juni 1952), Vatikan menentang para agen komunis yang berniat untuk mencuri dokumen-dokumen rahasia dari Stasiun Radio Vatikan. Ini terdiri dari “buku kata sandi,” yang menurut direktur radio, Padri Yesuit F. Soccorsi, “tidak ada.” Sehingga, sejumlah besat staf menjalani pemeriksaan sidik jari. Meskipun demikian, para agen Cominform diperintahkan oleh Intelijensi Soviet untuk mengambil buku kata sandi Radio Vatikan yang “tidak ada”. Kenapa? Singkatnya karena Radio Vatikan membongkar pesan-pesan kode untuk intelijensi anti-komunis dan unsur-unsur bawah tanah Katolik di negara-negara komunis. Pada masa itu, stasiun tersebut disiarkan dalam lebih dari dua puluh bahasa, kebanyakan dari satelit Rusia, seperti Albania, Ukraina, Lituania, dll.

Terlepas dari penyangkalan berulang, Vatikan akhirnya menyatakan bahwa, ketika Menlu-nya sering berkomunikasi dengan para nunsiatur apostolik “dalam kata sandi”, informasi yang disiarkan “dan diterima” lewat radionya mencapai Roma melalui “jaringan-jaringan bawah tanah.”

Kenyataan dari keadaan tersebut, secara keseluruhan, adalah bahwa Vatikan berkomunikasi dengan para agen paling aktifnya, serta dengan beberapa anggota Central Intelligence Agency AS (seringkali dengan orang-orang yang sama), siap untuk memadukan upaya mereka untuk “pembebasan” mendatang terhadap Rusia dan negara-negara komunis lainnya. Dalam hal ini, Vatikan tak hanya bertindak untuk AS namun sebagai inteliejnsi tingkat tinggi dari Central Intelligence Agency itu sendiri.

Baru beberapa sebelumnya, pemerintah AS mengesahkan UU yang paling kurang menyenangkan. UU tersebut adalah American Mutual Security Act. Misi utamanya adalah: menanam, mengkoordinasi dan mengarahkan sistem intelijensi pada negara-negara yang akan “dibebaskan.” UU tersebut menggelontorkan tidak kurang dari 100 juta dolar untuk pembentukan pasukan sabotase, mata-mata, agen dan teroris, tak hanya terdiri dari para anti-komunis yang bermukim di AS dan Eropa, namun “untuk membantu orang-orang pilihan yang bermukim . . . di Uni Soviet dan satelit-satelitnya . . . untuk membentuk orang-orang semacam itu dalam unsur-unsur pasukan militer.” Sebagaimana yang dijelaskan oleh anggota Kongres yang memperkenalkan UU tersebut, UU tersebut ditujukan dalam rangka “untuk memberi bantuan untuk gerakan-gerakan bawah tanah di negara-negara komunis, dimulai dengan Rusia.”

Pada 1952 (tahun ketika AS menyerang Rusia), seragam-seragam, yang seharusnya pada bagian pundak tercantum, alih-alih AS, malah tertera U.S.S.R., dikeluarkan kepada kelompok-kelompok pilihan imigran Eropa Timur yang memakai bahasa Rusia. Secara signifikan, mayoritas adalah Katolik. Di Roma, para imam Katolik dan Yesuit yang mempelajari bahasa Rusia dan dilatih untuk menerapkan Gereja Ortodoks, diminta untuk “bersiap.”

Roma, yang diklaim menjadi pusat perdamaian, telah menjadi pusat perang. Prosesi pengerahan jenderal, laksamana, menteri perang dan pakar pengeboman, menginjakkan kaki mereka di sepanjang koridor marmer Vatikan, menunjukkan demonstrasi bahwa orang-orang tersebut, para pemimpin perang profesional, nampak pula pemimpin perang lainnya, Paus Pius XII—yang, dengan cara yang sangat kontras, pada masa itu sangat menyambut delegasi perdamaian, entah dari Timur atau dari barat. Penggabungan terampil dari diplomasi kepausan, administratif keagamaan dapat dan menghimpun peninggian yang membuat Paus sebagai salah satu pemimpin perang tertinggi dalam promosi aktif Perang Kedua ketiga.

Identifikasi Fatima dengan Vatikan, dan menghitung pemanfaatan politik dari keyakinan agama dalam pemujaan baru tersebut, dibuat jelas oleh Legatus Kepausan, Kardinal Tedeschini, ketika, usai berkata kepada para sejuta penyimak “pesan-pesan” yang secara ajaib dikirim kepada Pius XII dari surga, menimbulkan pertanyaan signifikan: “Apakah Fatima tak dibawa ke Vatikan? Apakah Vatikan tak diubah menjadi Fatima?”

Itulah yang terjadi. Karena sebagaimana janji Bunda Maria untuk pendudukan dan pembebasan Rusia, yang mengakibatkan pertobatan mutlak negara tersebut ke Gereja katolik, sehingga para pemimpin perang dari Barat, dengan merencanakan pernag atom, telah menjadi alat rencana politik-keagamaan yang diarahkan ke tujuan akhir yang sangat obyektif. Di tengah-tengah itu, semuanya menyoroti Paus Pius XII, yang berulang kali menyatakan kepada jutaan katolik bahwa Bunda Maria kembali menunjukkan mukjizat untuknya secara pribadi di Roma pada 1950, dalam rangka membuatnya maju untuk memenuhi janji Fatima-nya: pendudukan, pembebasan dan pertobatan Rusia Soviet. Sehingga, ia maju ke sisi pasukan awam yang memutuskan untuk menyulut konflik besar untuk rencana mereka sendiri.

Sehingga, pemujaan Bunda dari Fatima dengan sendirinya menjadi faktor yang murni bersifat mistik, di tangan Paus Pius XII diubah menjadi senjata perang psikologi yang diarahkan dalam mengkondisikan jutaan Katolik untuk menerima konflik atom pecah. Sehingga, ini membawa salah satu rancangan paling mengerikan dari penaklukan Gereja Katolik pada zaman modern. Semua itu diulang-ulang secara potensial, pada skala besar secara kolosal, semua kengerian Kroasia. Sehingga, Pius XII sangat mengetahui dengan baik bahwa kegiatan-kegiatan mengerikannya dengan banyak jenderal dan politik yang terus bersepakat dengannya bukanlah berunsur politik murni namun kenyataan mengerikan yang terjadi tak sekadar pernyataan rahasia di Parlemen Australia. Ini diotentikkan oleh orang, yang, mungkin melebihi orang lainnya, mengetahui apa yang bergerak pada koridor suci Washington dan Vatikan. Maka dari itu, tidak ada yang lain selain presiden Amerika Serikat sendiri.

Ketika semuanya maju, Harry S. Truman menjadi presiden. Sehingga, dalam pusat pengerahan tersebut, ia menjalin kesepakatan yang lebih kuat yang bekerja untuk mempromosikan Perang Dunia Ketiga. “Terdapat sedikit orang salah kaprah yang menginginkan perang untuk mengguncang situasi dunia saat ini,” tulisnya. Setelah itu (9 Desember 1951) ia menambahkan: “Kami menjalankan konferensi per konferensi pada situasi genting yang dihadapi negara kami. Aku bekerja untuk perdamaian selama lima tahun enam bulan, dan memandangnya seperti Perang Dunia III mendekat.”

Perlu dicatat, ini dinyatakan ketika Pius XII menyerukan orang-orang Katolik untuk bersiap untuk memperjuangkan “invasi barbarik” dan menyatakan kepada mereka tentang bagaimana Bunda dari Fatima secara pribadi mengirimkannya pesan terkait pertobatan Rusia ke Gereja Katolik, semuanya dengan dampak menyerikan dari pembantaian perang di dalamnya.

Peluncuran “perang preventif atom” gugur. Sehingga, upaya untuk mengerahkannya ke dunia seharusnya tak dilupakan. Ini dapat diteruskan.