Wajahku Identitasku

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Sinopsis[sunting]

Ringkasan cerita "Wajahku Identitasku"

Cerita Utama[sunting]

Merasa Diawasi[sunting]

“Ada apa, Kak?” tanya Lora kepada kakaknya, Kana, yang celingukan dengan tatapan was was.

“Lora, kamu merasa ada yang mengamati kita dari tadi gak sih?” Kana balas bertanya. Ekspresi ketakutan jelas tergambar di wajahnya.

“Engga tuh, Kak,” jawab Lora polos. “Mungkin itu cuma perasaan kakak.”

Tanpa membalas sepatah kata pun, Kana lantas meraih tangan Lora. Sepanjang sisa perjalanan pulang, tak sedetikpun ia melepaskan genggamannya.

Siang itu suasananya tidak terlalu ramai, sama seperti Senin siang pada umumnya, Tak banyak orang berlalu lalang karena teriknya hari itu.

“Selamat datang, Kana, Lora,” sambut pria muda yang tengah memperbaiki pagar itu ramah.

“Kami pulang, Kak Fatih,” balas Kana dan Lora dengan senyum hangat.

Bersama, ketiganya memasuki rumah berlantai dua itu melalui pintu utama. Rumah itu cukup besar dan terlihat memiliki banyak kamar di dalamnya. Seorang wanita muda telah siap menyambut mereka ketika pintu dibuka.

“Selamat datang, Kana dan Lora,” sapanya dengan senyum ceria. Ia terlihat anggun dengan rambut panjangnya yang bergelombang.

“Kami pulang, Kak Kirana,” jawab Kana dan Lora serempak.

“Nah, Kak Kirana udah menyiapkan makan siang untuk kita semua. Kana, Lora, kalian ganti pakaian dulu sebelum makan ya,” sambung Fatih mengingatkan.

“Iya, Kak!” jawab Kana dan Lora sigap seraya beranjak menuju kamar mereka di lantai dua.

Fatih adalah kakak sepupu Kana dan Lora yang sementara waktu ditugaskan untuk mengurus kediaman mereka yang sekaligus merupakan salah satu asrama bagi para siswi sebuah SMA bertaraf internasional. Murid-muridnya berasal dari berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Adapun Kirana adalah anak angkat dari orang tua Kana dan Lora yang sejak dulu dipercaya untuk membantu tugas-tugas di rumah. Kedua orang tua Kana dan Lora sendiri saat ini sedang bertugas melakukan penelitian di luar negeri.

Sementara Fatih dan Kirana menyiapkan meja makan untuk santap siang bersama, Kana dan Lora yang telah selesai berganti pakaian mengisi waktu dengan berswafoto memakai ponsel pintar. Kana mengambil posisi di meja belajarnya dan berpose seolah ia sedang berpikir sedangkan Lora berdiri di sampingnya.


“Akhir-akhir ini aku merasa khawatir kalau tiba-tiba ada pengagum rahasia yang mengamatiku dari kejauhan,” tulis Kana sebagai keterangan untuk foto yang baru saja diambilnya.

Satu sentuhan tombol menyelesaikan proses unggahan ke akun media sosial milik Kana. Dalam sekejap, ribuan orang sudah melihat dan menyukai swafoto dirinya. Beberapa bahkan menulis komentar yang memuji penampilan Kana dan Lora.

“Cantiknya…,” tulis salah satu akun di kolom komentar.

“Kalian berdua selalu kelihatan manis,” bunyi komentar lainnya.

Kana merasa bagai di atas awan membaca komentar-komentar berisi sanjungan itu. Pengakuan atas kecantikannya membuat Kana lupa akan bahaya tersembunyi yang mengintai di balik itu semua.

“Kana! Lora! Ayo turun. Makan siang udah siap!” Seru Fatih dari lantai bawah.

“Ya!” Kana menyahut dari kamarnya sementara Lora sudah bersiap membuka pintu. Keduanya lalu melangkah turun ke lantai bawah untuk bersantap siang bersama Fatih dan Kirana.

“Ada apa, Kana? Kok wajahmu seperti kurang semangat?” Tanya Fatih di tengah santap siang itu. Fatih menyadari ada yang berbeda dari raut wajah Kana yang biasanya ceria.

“Ah, masa sih, Kak?” balas Kana sambil mencoba tersenyum. “Tapi memang akhir-akhir ini aku merasa engga tenang, seperti ada yang mengawasi,” bebernya.

Setengah bercanda, Fatih menanggapi, “Bukan karena kamera pengawas di depan rumah kan?”

“Bukan, Kak!” sanggah Kana. “Rasanya lebih seperti dipantau oleh kamera di setiap sudut. Mirip seperti acara Kakak Tertua di televisi itu loh,” tambahnya menjelaskan.

Sontak Fatih tertegun mendengarnya. Ia bingung siapa yang sampai berniat melakukan hal semacam itu.

“Begini aja, Kana. Untuk sementara ini, kurangi dulu keluar rumah kecuali untuk urusan penting seperti sekolah,” saran Fatih. “Sementara Kakak memastikan apa benar ada yang memantau Kana.” sambung Fatih mencoba menenangkan adik sepupunya itu.

“Tapi gimana kalau nanti aku ada barang yang harus dibeli di minimarket?” tanya Kana ragu.

“Untuk sementara, percayakan kepada Kak Fatih dan Kak Kirana,” jawab Fatih tenang. “Kana tinggal bilang aja barang apa yang mau dibeli, oke?” bujuknya dengan kedipan mata serta senyum ceria mencoba meyakinkan Kana.

“Iya deh, Kak…,” jawab Kana bimbang.

“Sini, Kak. Biar aku aja yang bawa piringnya,” Lora dengan riang menawarkan bantuan setelah selesai bersantap siang.

“Wah, Lora pintar ya. Udah bisa bantu-bantu di rumah,” puji Fatih seraya membelai rambut Lora. “Kalau begitu, Kakak lanjut perbaiki pagar di luar ya,” lanjut Fatih mohon diri.

Sementara Fatih melanjutkan pekerjaannya memperbaiki pagar, Kana dan Lora membantu Kirana membereskan meja dan mencuci piring.

“Tenang aja, Kana,” ujar Kirana kepada Kana yang masih terlihat gelisah. “Kalau Kak Fatih bilang begitu, berarti dia akan benar-benar melakukannya. Kak Fatih itu tipe orang yang selalu memegang kata-katanya kok.”

“Nah, sekarang karena Kana dan Lora udah selesai bantu Kakak, kalian istirahat di kamar dulu ya,” imbuh Kirana berpesan. “Atau kalian mau main di bawah bareng Kak Kirana?”

Percakapan Video dengan Ayah dan Bunda[sunting]

Belum sempat keduanya menjawab, ponsel pintar yang dipegang Kana berdering.

“Wah, ada panggilan video dari Ayah dan Bunda!” seru Kana kegirangan.

“Mana, Kak? Aku juga mau ngobrol sama Ayah dan Bunda!” Lora antusias menanggapi.

“Ayo, ngobrolnya di ruang tengah aja ya,” Kirana segera mengarahkan keduanya dengan sigap menuju sofa di ruang keluarga agar mereka lebih leluasa mengobrol.


“Halo, Kirana, Kana dan Lora,” sapa Paman Rauzan dan Bibi Triana di ujung sambungan video. Dari latar belakang, terlihat keduanya sedang bersantai di teras sebuah bangunan dengan arsitektur khas Turki.

“Halo, Ayah, Bunda!” balas Kana dan Lora riang.

“Halo, Paman dan Bibi,” balas Kirana sopan.

“Kelihatannya di sana kalian udah selesai makan siang ya. Di sini kita baru selesai sarapan,” ungkap Paman Rauzan gembira.

“Kana, Lora, kalian nurut kan sama Kak Kirana dan Kak Fatih?” tanya Bibi Triana simpatik.

“Tenang aja, Bibi. Kana dan Lora anak-anak pintar, kok,” jawab Kirana memuji.

“Syukurlah,” ucap Bibi Triana lega. “Keadaan kamu di sana juga baik-baik kan, Kirana?”

“Syukur di sini semua keadaannya baik-baik aja, Bi,” ungkap Kirana lembut. “Kak Fatih banyak bantu kita di sini,” tambahnya.

“Ayah Bunda kapan pulang?” giliran Lora bertanya dengan manja.

“Kita belum tau, Sayang. Tergantung jadwal penelitian di sini, kemungkinan Ayah dan Bunda baru bisa pulang beberapa bulan lagi,” ungkap Paman Rauzan santai. “Sementara itu, Kana dan Lora jangan nakal di sana ya.”

“Aku kan udah kelas lima, Yah!” Kana merajuk.

“Hahaha… Iya deh. Jaga Lora baik-baik ya, Kana,” Paman Rauzan berpesan seraya tertawa ringan. “Lora sendiri gimana di kelas satu SD?” lanjutnya bertanya kepada Lora.

“Asyik, Yah! Aku dapat banyak teman baru,” jawab Lora ceria.

“Anak Ayah dan Bunda semuanya cerdas ya,” Bibi Triana memuji ketiga putrinya.

“Oh, udah waktunya Ayah mulai kerja. Besok kita lanjut ngobrol lagi ya, Kirana, Kana, Lora!” pungkas Paman Rauzan menutup obrolan hari itu.

“Dah, Ayah, Bunda!” ucap Kana dan Lora riang sambil melambaikan tangan di depan ponsel.

“Dah, Paman, Bibi,” ucap Kirana lembut sambil ikut melambaikan tangan.

Usai mengobrol, kantuk menyergap Kana dan Lora.

“Kana, Lora, kalau kalian mengantuk, ayo tidur di kamar,” perintah Kirana lembut.

“Baik, Kak…,” jawab Kana setengah sadar lalu berjalan perlahan ke kamar. Lora mengikuti di belakangnya.

Sementara Kana dan Lora tidur siang, Kirana kembali melanjutkan tugasnya merapikan rumah.

Sisi Negatif Media Sosial[sunting]

Sore menjelang, Fatih yang baru saja selesai memperbaiki pagar pun beristirahat di ruang keluarga sambil memeriksa pesan yang masuk ke ponselnya.

“Terima kasih atas kerja kerasnya hari ini, Kak Fatih,” ujar Kirana menggoda Fatih. “Silakan dinikmati minumannya,” lanjutnya seraya meletakkan segelas minuman dingin di hadapan sepupunya itu.

“Ah, terima kasih ya, Kirana,” balas Fatih polos.

“Udah selesai perbaikan pagarnya, Kak?” tanya Kirana lembut.

“Untuk perbaikan bagian pagar yang berkarat sejauh ini udah selesai. Besok tinggal lanjut pengecatan,” jelas Fatih sambil meneguk minumannya.

Tiba-tiba raut wajah Fatih berubah serius.


“Kenapa, Kak?” Tanya Kirana keheranan.

Untuk sejenak, Fatih membisu sementara jempol kanannya terus mengusap layar ponsel.

“Kirana, kayaknya Kak Fatih tau penyebab Kana akhir-akhir ini merasa diawasi,” ungkap Fatih dengan raut wajah serius. “Coba lihat ini,” lanjut Fatih menunjukkan layar ponselnya kepada Kirana.

“Ah, Kana punya akun media sosial?” ucap Kirana terkejut.

“Bukan cuma itu. Coba perhatikan foto-fotonya dan komentar yang ada di situ,” imbuh Fatih.

“Nyaris semuanya swafoto di lokasi sekitar sini,” ujar Kirana. “Lalu komentarnya… hampir semuanya berisi pujian untuk Kana dan Lora. Tunggu sebentar, apa mereka semua yang menulis komentar itu lelaki?” lanjutnya dengan raut wajah penuh kekhawatiran.

“Sepertinya begitu,” jawab Fatih pelan. “Bisa jadi di antara mereka ada yang mengintai Kana dan Lora karena paham lokasi sekitar sini.”

“Kalau benar begitu, ini gawat, Kak. Kita harus segera memperingatkan Kana dan Lora,” ujar Kirana panik.

“Kakak juga berpikir begitu,” balas Fatih serius. “Mungkin nanti setelah makan malam, kita ajak mereka berdua ngobrol. Untuk sekarang, ayo kita siapkan makan malam.”

“Wah, makan malamnya hari ini ikan mas goreng. Sedap nih!” seru Lora kegirangan saat melihat hidangan di meja makan.

Segera saja Fatih menghampiri Kana dan Lora untuk mengajak keduanya mengobrol selepas makan malam.

“Kana, Lora, kalian ada waktu setelah makan malam ini?“ tanya Fatih lembut. “Ada yang mau Kak Fatih dan Kak Kirana bicarakan, soal obrolan kita tadi siang.”

“Oke, Kak,” jawab Kana sedikit tegang.

Malam itu makan malam berlangsung normal tak ubahnya malam-malam sebelumnya. Setelah acara bersantap usai dan meja dirapikan, Fatih, Kirana, Kana dan Lora berkumpul di ruang keluarga.

“Nah, Kana, soal obrolan kita tadi siang. Kakak pikir Kakak tau penyebab dari perasaan Kana yang merasa seperti diawasi,” Fatih membuka obrolan.

“Tapi sebelum itu, boleh keluarkan ponsel yang Paman dan Bibi berikan sebelum mereka berangkat?” tambahnya.

Walaupun tidak mengerti maksud Fatih, Kana memutuskan untuk patuh dan mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Diletakkannya ponsel itu di meja yang ada di hadapannya.

“Baiklah, sekarang Kakak mau tanya. Apa tujuan Paman dan Bibi memberikan ponsel ini kepada kalian?” tanya Fatih halus.

“Eh… supaya Ayah dan Bunda bisa dengan mudah menghubungi aku dan Lora, juga untuk mendukung kegiatan belajar?” balas Kana seraya berpikir keras.

“Betul!” ujar Fatih tegas. “Sekarang pertanyaan berikutnya. Apa kalian udah tau sisi negatif dari media sosial?”

“Eh… maksud Kakak, masalahku berasal dari media sosial?” tanya Kana panik saat menyadari maksud Fatih.

“Pintar. Sekarang Kana paham kan maksud Kak Fatih?” jawab Fatih dengan senyum puas. “Coba buka akun media sosial Kana dan perhatikan isinya,” lanjutnya.

Segera saja Kana membuka akun media sosialnya yang menampilkan koleksi swafoto dirinya dan Lora.

“Kana, kamu harus tau kalau wajah itu termasuk bagian dari identitas kita,” jelas Fatih lugas. “Apalagi Kana juga sering berswafoto di lokasi sekitar sini kan? Dari sekian banyak yang mengikuti akun media sosial Kana, bukan mustahil ada segelintir yang penasaran dengan pribadi Kana yang sebenarnya,” imbuhnya rinci.

“Jadi apa yang sebaiknya aku lakukan sekarang, Kak?” tanya Kana dengan nada putus asa.

“Kakak lega Kana bertanya begitu,” balas Fatih ramah. “Untuk sekarang, Kakak mohon Kana hapus unggahan swafoto di media sosial. Kana tetap boleh unggah foto, tapi tolong batasi hanya foto yang gak menampilkan wajah Kana dan Lora,” jelasnya panjang lebar.

“Kakak harap Kana paham kalau ini demi kebaikan Kana dan Lora juga,” pungkas Fatih menyudahi penjelasannya.

“Baik, Kak,” ucap Kana pelan. Dengan berat hati ia harus menghapus unggahan swafoto yang sudah dipenuhi komentar pujian atas dirinya dan sang adik.

“Jangan sedih. Sebagai gantinya, akhir pekan ini akan Kakak ajak Kana dan Lora ke taman hiburan,” ujar Fatih mencoba menghibur kedua adik sepupunya.

“Asyik!” Seru Lora gembira. “Aku mau makan gula-gula kapas yang besar di sana, Kak!”

“Boleh, Lora,” balas Fatih hangat dengan membelai lembut rambut Lora.

Tertangkap[sunting]

Paginya, sebelum Kana dan Lora berangkat ke sekolah, Fatih sempatkan diri untuk lari pagi sekaligus memeriksa keadaan sekitar rumah. Betapa terkejutnya Fatih saat secara kebetulan ia memergoki seseorang yang memotret jendela kamar Kana dari kejauhan.

“Pak, motret ke mana sih?” tegur Fatih tegas seraya menggengam pundak pria berjaket kelabu itu untuk membalikkan badannya.

“Waaah!” teriak pria itu kaget. Tanpa sengaja ponsel yang digunakannya untuk memotret terlempar dari genggamannya.

Dengan sigap, Fatih menangkap ponsel itu sebelum menghantam permukaan tanah. Dari aplikasi kamera yang masih terbuka, ia melihat isi galeri foto ponsel itu.

“Ternyata Anda ini ya sumber masalahnya,” ujar Fatih geram setelah melihat banyak foto Kana dan Lora yang diambil secara diam-diam di dalam galeri.

Tak berpikir panjang, pria itu segera mengambil langkah seribu tanpa sempat membawa ponselnya. Tidak kurang akal, Fatih segera memotret pria itu sebagai bukti jika sewaktu-waktu diperlukan. Pada akhirnya, Fatih bersyukur bahwa sejak saat itu kedua adik sepupunya tidak pernah lagi merasa gelisah karena diawasi.