Yenicke bara nurdyana

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

hukuman HUKUMAN YANG BAIK Yenicke Bara Nurdyana

Hari ini aku pikir adalah hariku yang naas, Pak Ahmad tanpa pemberitahuan mengadakan ujian matematika. Padahal semalam aku tidak belajar. Kata pak Ahmad ujian matematika kali ini selain untuk mengukur pemahaman kami tentang bidang datar, dan mengetahui karakter setiap murid. Keringat dingin membasahi kening dan hidungku. Ku baca soal-soal pada lembar ujian, “Astahgfirullah sulitnya...”, gumamku. Tak satu pun soal yang aku tahu jawabannya. “Bagaimana aku mengerjakannya?” batinku. Kelasku hening. Teman-teman sibuk dengan kertas ujian masing-masing. Semua tampak semangat mengerjakan ujian. “apakah mereka semua belajar ?”, "atau hanya aku yang tidak tahu jika hari ini ada ujian matematika?” dan banyak pertanyaan yang muncul di benakku. Saat aku menoleh ke arah Sofyan, kebetulan dia juga melihat ke arahku. Segera ku tanya, ”Hai Sofyan, apakah kamu tahu jawaban nomor 1?”. Sofyan mengangguk. “Aku menyontek dung !”, pintaku. Sofyan pun menunjukkan hasil jawaban yang ada di kertas ujiannya. Segera aku sikat jawaban itu. Setalah selesai menyalin jawaban nomor 1, aku mencolek teman yang duduk di depanku. “Hasbi, menyontek nomor 2 dung!”, bisikku. Awalnya Hasbi menolak, katanya menyontek itu perbuatan curang, Kalau ketahuan pasti akan di hukum pak guru. Ku yakinkan Hasbi, bahwa pak guru tidak akan melihat. Berkali-kali ku colek punggungnya. Lama-lama Hasbi pun memberikan jawaban nomor 2 padaku. Aku tersenyum senang. “Terima kasih Hasbi”, kataku. Hasbi hanya diam tertunduk seolah dia terpaksa memberikan jawaban padaku. Ada rasa bersalah dalam diriku karena melakukan kecurangan saat ujian. Tetapi, aku abaikan perasaan itu karena jika nilai ujianku jelek, ibuku pasti akan bersedih. Soal ketiga, aku coba mengutak-atik sendiri soal yang ada, sedikit coretan semakin lama semakin banyak coretan pada jawaban nomor 3, sedangkan hasil belum aku dapat. Kembali aku putus asa. Mengeluh, mengapa Pak Ahmad membuat soal sangat sulit. Irfan duduk di bangku sebelah kanan bangkuku. Dia adalah anak yang pandai. Berkali kali aku coba memanggilnya, tapi Irfan tidak mendengar. Irfan tetap asyik dengan lembar ujiannya. Aku lihat pak guru sedang berjalan menjauh dari bangkuku. Segera aku remas kecil kemudian ku lempar ke arah Irfan. Kertas remas itu jatuh di kaki meja Irfan. Sayangnya sebelum Irfan mengambil kertas tersebut, pak Ahmad memungutnya terlebih dahulu. “Deg !” Jantungku berhenti berdetak. “Innalillah... mati aku”, seruku dalam hati. “Apakah kertas ini milikmu, Lukman ?” tanya pak Ahmad padaku dengan tatapan mata yang tajam. Lidahku kelu, keringat dingin mulai menetes di belakang telinga. Tanpa bisa berkata, aku mengangguk mengiyakan. “Bawa lembar ujian kamu, kemudian tunggu bapak di luar kelas”, perintah pak Ahmad tegas. Aku hanya mengangguk kemudian berdiri dan melangkah keluar kelas. Rasanya ingin sekali aku menangis karena malu dilihat teman sekelas. “Ah... Aku Lukman Si Curang”, ejek diriku. Setelah di depan kelas pak Ahmad bertanya mengapa aku berbuat curang pada saat ujian ?, bukankah Allah tidak menyukai perbuatan curang ?. “Saya mengaku salah pak, saya semalam tidak belajar, jika nilai ujian saya jelek saya kuatir ibu saya akan sedih” jawabku dengan rasa menyesal. “Oke, kali ini bapak maafkan kesalahanmu, tapi hukuman karena berbuat curang tetap harus dijalankan, hukumannya kamu harus menyalin semua rumus bidang datar yang ada di buku, anggap saja hukuman itu sebagai cara kamu mengingat kembali rumus bidang datar yang sudah bapak ajarkan”, terang pak Ahmad. “Terima kasih Pak, saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi”, jawabku senang. Pak Ahmad memang guru yang bijak, beliau tidak pernah menghukum murid di depan murid lain, dan tidak pernah menghukum kami dengan kekerasan. Hukuman kami adalah belajar. Sebulan berlalu. Namun sejak kejadian memalukan itu aku tidak pernah melewatkan belajar walau hanya membaca ulang materi yang sudah dipelajari di sekolah. Aku berpikir aku harus selalu membaca agar aku tidak lupa. Dan jika sewaktu-waktu ada ujian mendadak, aku siap. Pengalaman adalah guru yang paling baik. Pengalaman burukku saat curang di kelas, menjadi guru yang mengajarkanku bahwa berbuat curang selain merugikan diri sendiri juga pastinya akan dimurkai Allah. Hari ini Sabtu. Pak Ahmad kembali mengadakan ujian mendadak, tidak seperti ujian sebelumnya, ujian kali ini aku benar-benar siap. Setiap soal aku baca dan jawab dengan baik. Alhamdulillah, membaca ulang materi pelajaran yang sudah diajarkan merupakan salah satu cara sukses menjawab soal ujian yang diberikan guru dengan benar. Aku pernah sekali berbuat curang, dan aku berjanji tidak akan mengulangi lagi.

“Orang mukmin tidak akan terperosok dua kali pada satu lubang yang sama.” Hadits Shahih Bukhari No. 2023.