Lompat ke isi

Yuk, Kepoin Aku

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Yuk, Kepoin Aku

“Aku teman yang mengasyikkan,” ucapku penuh keyakinan. “Aku bisa menghadirkan berbagai orang dengan latar belakang berbeda dalam satu ruang dan dalam waktu yang cepat,” tambahku tak kalah yakin. “Semakin banyak teman maka semakin terkenal,” ya, bisa jadi. “Sebab ada kesempatan untuk membuktikan jati diri atau sekedar eksistensi.” Itu juga yang sangat disukai semua orang sebagai fitrahnya. “Aku juga bisa menjadi sarana untuk membangun komunitas,” tukasku. “Berinteraksi, bersosialisasi dan berkreasi.” “Bahkan bisa mendatangkan uang akibat naiknya kepopuleran.” Itulah beberapa penggambaran aku. Itu sih, masih sedikit tentang aku. Masih banyak lagi yang bisa dideskripsikan tentang aku. Mau tahu? Yuk, kepoin aku! Aku tumbuh setelah semua orang melalui banyak tahapan zaman. Aku muncul karena perkembangan teknologi yang semakin maju. Aku hadir karena tuntutan kepraktisan dan gaya hidup. Ya, aku sekarang menjadi bagian kehidupan yang sulit dipisahkan. Mulanya aku dianggap ‘lingkungan ketiga’ yang belum banyak punya pengaruh pada kehidupan. Namun seiring waktu, ditambah dengan adanya kemunculan virus covid-19 yang melanda di dunia, kehadiranku menjadi penolong bagi kehidupan manusia kala itu. Dengan adanya pandemi covid-19, semua aktivitas manusia terbatas. Manusia berbondong-bondong membatasi diri untuk berkegiatan di luar. Baik untuk bekerja, sekolah maupun sekedar menyapa saudara, kerabat, teman, tetangga maupun rekan di lingkungan kerja. Praktis, aku mengubah tatanan kehidupan manusia. Dan menjadi ‘lingkungan pertama’ yang bersinergi dengan aktivitas sehari-hari. Aku mendekatkan mereka yang jauh. Namun aku juga bisa menjauhkan mereka yang dekat. Siapakah aku? Yap, aku si media sosial yang hingga kini merajai semua platform digital. Meskipun pandemi covid-19 telah usai. Perlu diketahui media sosial awalnya berkembang pada tahun 1978 dengan penemuan papan buletin yang bisa diunduh dan bisa mengirimkan surat elektronik. Lantas pada tahun 1995 lahir Geocities. Sebuah situs yang melayani penyewaan penyimpanan data-data. Yang akan menjadi tonggak lahirnya situs-situs website saat ini. Kemudian muncul situs jejaring sosial yang bernama Sixdegree.com dan Classmates.com pada tahun 1997. Sejak saat itu mulai bermunculan situs-situs jejaring sosial baru. Di antaranya Blogger di tahun 1999. Disusul Friendster di tahun 2002, LinkedIn tahun 2003, Facebook tahun 2004, dan di tahun 2005 lahir Reddit dan YouTube. Pada tahun 2006 muncul Twitter. Tahun 2010 ada Instagram. Di tahun 2011 disusul Snapchat dan Line. Dan TikTok hadir pada tahun 2016 dan sempat menjadi penguasa situs jejaring sosial saat pandemi covid-19. Masih banyak lagi media sosial yang terus bermunculan dan bertumbuh mengikuti zaman. Bersaing mendapatkan pengguna dengan menambahkan performa. Tetapi tahukah kamu jika aku punya kehebatan dan kekuatan yang bisa mengubah perilaku manusia? Sejak dunia mengirim sinyal untuk membatasi semua aktivitas akibat pandemi, aku berperan penting mengubah perilaku manusia. Dan akibatnya, sekarang aku bagai candu bagi mereka. “Hai, aku Doatoda … aku dari Flores.” “Aku Hana, dari Aceh.” “Kenalkan aku Sinta, dari Jakarta.” Percakapan di atas mengenalkan dan mendekatkan orang-orang di berbagai wilayah Indonesia untuk saling menyapa dan mengenal. Hebat bukan, padahal hanya melalui situs jejaring sosial Facebook. Atau saat kalian memposting foto di Instagram. Seseorang di benua lain memberikan like dan berkomentar singkat, “Nice.” Padahal tak saling kenal. Atau saat percakapan guru kepada muridnya dalam group WhatsApp, “Besok bawa hape untuk tugas proyek P5. Jangan lupa satu kelompok untuk bawa 2 hape.” Dijawab oleh murid-murid, “Baik, Miss.” Atau ketika ada pengumuman mendadak malam-malam, “Nak, besok kita tidak belajar. Hanya upacara saja dalam rangka memperingati hari jadi kota Jakarta.” Disahut gembira oleh para murid dengan, “Baik, Miss.” Tentu dalam hati bersukacita. Praktis bukan. Merekrut dan membentuk komunitas baru. Tak memandang latar belakang. Asal punya kesamaan. Seperti; komunitas pencinta kucing, traveling, baking, fotografi, dan lain sebagainya. Bahkan dalam lingkup di mana kita tinggal juga memiliki komunitas untuk mempermudah komunikasi, seperti; Group RT 21, Group PKK Kampung Bening misalnya, dan masih banyak yang lagi. Banyak kehebatan lainnya yang dimiliki media sosial. Seperti menambah pertemanan, mendapat informasi baru dan cepat, menggiring opini, mengumpulkan massa, membuat komunitas, mungkin bisa juga menambah cuan. Namun, mungkin penggunanya tidak menyadari. Ada efek besar jika tidak bisa mengendalikan. Kalian akan kehilangan waktu. Menjadi pemalas dan menjadi introvert. Bisa juga menjadi korban cyber crime dan berita hoax. Bagi anak-anak dan pelajar yang belum matang secara psikologis, mereka masih sulit membuat dan mengambil keputusan. Pada akhirnya mereka akan terbuai dalam bermedia sosial. Lupa belajar, abai akan tugas, abai dengan lingkungannya. Asyik dengan waktu bermain dalam dunianya. Tidak hanya itu, pola interaksi sosial di masyarakat juga berubah lho sejalan perkembangan teknologi dan akibat pandemi covid-19. Acara kumpul keluarga, makan bersama, pertemuan reunian, serta pertemuan di waktu-waktu senggang bersama teman atau komunitas lain justru hanya menghadirkan fisik semata. Sebab kalian lebih memilih membalas sapaan teman dari jauh melalui media sosial secara emosional. Atau hanya sekedar memantau pergerakan interaksi dalam situs jejaring sosial yang diikuti. Itulah sebabnya aku bisa mendekatkan yang jauh sekaligus menjauhkan yang dekat.

Ya, aku seperti pisau bermata dua.

Bisa memberikan manfaat. Namun juga bisa mendatangkan keburukan. Semua tergantung pengguna yang memakai aku. Sekarang sudah pada tahu bukan, jika aku adalah si media sosial. Yang sangat yakin ada dalam di setiap ponsel yang dimiliki seseorang. Yang akan terus menemani dan menjadi sarana interaksi dan eksistensi manusia. Terus berkembang dan tumbuh sesuai kebutuhan zaman. Dan pastinya menjadi ‘lingkungan ketiga’ dalam sebutan namun secara pemakaian justru menjadi ‘lingkungan pertama’ bagi manusia. Pesanku bagi pengguna siapa saja. Bijak lah memakai media sosial. Apalagi bagi orang tua yang harus terus mengawasi dan selektif terhadap aplikasi-aplikasi yang diunduh anak-anaknya. Baik situs jejaring sosial maupun aplikasi-aplikasi lainnya. Sebab siapa lagi yang peduli, kalau bukan dari orang-orang terdekat.