Hadiah Ulang Tahun
Sinopsis
[sunting]Demi memberikan kado ulang tahun istimewa, Siska, seorang anak perempuan yang duduk di bangku kelas 7 SMP berusaha untuk mengumpulkan uang. Dibantu oleh sang ayah dan diiringi dengan ketekunannya, Siska pun belajar mengelola keuangannya.
Lakon
[sunting]- Siska
- Ayah
- Ibu
- Wulan
- Randi
- Bang Maman
Lokasi
[sunting]Kota Jambi
Cerita Pendek
[sunting]Kado Ulang Tahun
[sunting]Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Siska dan teman-temannya di kelas 7 SMP Nusantara membereskan buku dan alat tulis mereka, bersiap-siap untuk pulang. Ketika Siska tengah mengenakan tas ranselnya, dia mendengar percakapan beberapa temannya yang duduk di barisan depan.
“Wulan, ulang tahun tanggal 1 April ‘kan?” tanya Ratih sambil merapikan bukunya.
“Iya, nanti kalian datang ke pesta ulang tahunku, ya,” jawab Wulan bersemangat. “Aku bakal mengundang semua teman sekelas,” tambahnya sambil berseri-seri.
“Asyik, ada makan-makan!” timpal Agus yang duduk di barisan paling belakang.
“Jangan lupa bawa kado, ya hehe…” canda Wulan.
Di perjalanan pulang sekolah, sambil duduk di atas motor, Siska merenungkan percakapan teman-temannya barusan. “Ulang tahun Wulan tanggal 1 April… Sekarang tanggal 3 Maret,” Siska menghitung dengan jari-jarinya, “Berarti ada dua puluh delapan hari lagi sebelum ulang tahun Wulan, setelah itu—”
“Neng, sudah sampai depan rumah, nih,” Bang Maman, tukang ojek yang biasa mengantar Siska pulang pergi sekolah, memutus lamunannya.
“Eh iya, Bang, aku sampai gak sadar karena keasyikan melamun, haha…” Siska meringis. “Makasih ya, Bang.” Siska mengembalikan helmnya pada Bang Maman.
“Sama-sama, Neng.” Setelah mengantarkan Siska, Bang Maman pun tancap gas dan meninggalkan gerbang rumah Siska.
Setelah mandi dan membereskan isi tasnya, Siska membuka laci mejanya dan mengeluarkan celengan plastik unik berbentuk orang utan yang dibelinya ketika berjalan-jalan ke Taman Safari di Bogor. Dia menghitung isinya yang terdiri dari lembaran uang dua ribu dan lima ribu, dan beberapa uang logam. Setelah menghitung semuanya, ternyata jumlah uang tabungan Siska adalah Rp 50.000,00. “Uang tabunganku gak akan cukup untuk membeli kado,” pikir Siska. Setelah menimbang-nimbang sesaat, Siska pun pergi menghampiri ayahnya di kamar.
“Pa, lagi sibuk gak?” ujar Siska sambil melongok ke kamar orang tuanya. Ayah Siska tampak sedang asyik membaca sesuatu di ponselnya.
“Papa cuma lagi baca berita, Sis. Ada apa?” Ayah Siska mengalihkan pandangannya dari ponsel dan melambaikan tangannya pada Siska. “Kok kamu berdiri di depan pintu? Masuk aja sini, Nak.”
“Papa lagi baca berita apa sih memangnya?” Siska mengintip layar ponsel ayahnya dengan penasaran.
“Ini lho, Papa lagi membaca berita tentang jumlah penduduk miskin di Indonesia yang semakin meningkat tahun ini.” Papa menyodorkan ponselnya agar Siska bisa melihat dengan lebih jelas.
“Oooh… Kok bisa begitu ya, Pa?” tanya Siska sambil melihat sekilas judul berita pada ponsel.
“Ya penyebabnya ada banyak, Sis. Salah satunya, harga berbagai kebutuhan sehari-hari yang terus meningkat, apalagi sejak pandemi COVID-19 melanda, pendapatan sebagian masyarakat pun menurun.”
“Hmm…” Siska tampak termenung mendengar penjelasan ayahnya.
“Begitulah, Nak. Makanya kita harus pandai-pandai mengelola keuangan kita juga,” lanjut ayah Siska.
“Ngomong-ngomong soal uang, Pa, Siska mau minta solusi nih sama Papa,” ujar Siska.
Ayah Siska mengangkat alis, “Solusi?”
“Iya, Pa,” Siska duduk di sebelah ayahnya. “Jadi begini, Siska mau beli kado, tapi ternyata uang tabungan Siska tidak cukup. Siska mau menyerahkan kadonya di awal April. Apa boleh Siska pinjam uang Papa dulu, kemudian Papa potong aja dari uang jajan Siska sehari-hari?”
“Hmm, memangnya uang tabunganmu ada berapa, Sis?”
“Ada Rp 50.000,00, Pa. Sebelumnya Siska sudah memakai uang tabungan Siska untuk membeli sepatu baru. Itu lho yang Siska pakai waktu kita jalan-jalan ke Puncak liburan kemarin.”
“Memangnya kamu butuh berapa banyak untuk membeli kado?”
Siska tampak berpikir sejenak sebelum kemudian dia menjawab, “Sekitar Rp 200.000,00 kayaknya, Pa.”
Ayah Siska agak terkejut. “Memangnya siapa yang ulang tahun, Sis?”
“Papa juga kenal kok orangnya,” Siska tersenyum simpul.
Ayah Siska tampak berpikir dan kemudian ikut tersenyum. “Papa bisa aja sih meminjamkan uang padamu, tapi kalau seperti itu, kamu tidak akan bisa belajar.”
“Belajar apa, Pa?”
“Belajar mengelola uang,” jawab ayah Siska.
“Hmm… Tapi waktunya mepet, Pa. Siska khawatir uangnya gak terkumpul,”
“Kamu pasti bisa,” ayah Siska tersenyum meyakinkan. “Coba kamu ambil kertas kosong dan pulpen di laci paling atas dan bawa kemari,” ujarnya sambil menunjuk laci di seberang ruangan.
Siska melakukan hal yang diminta ayahnya. “Ini, Pa. Memangnya untuk apa kertasnya, Pa?”
Ayah Siska menulis sesuatu di atas kertas itu. “Nih, kamu lihat. Kamu bisa lho mencoba membuat anggaran pengeluaranmu sehari-hari.” Ayah Siska menggeser kertasnya agar Siska bisa ikut melihat. “Misalnya, Papa biasa memberimu uang jajan di sekolah Rp 20.000,00/hari. Berarti dalam seminggu, kamu mendapat Rp 100.000,00 dari Papa.”
“Betul, Pa…” Siska mengangguk-angguk.
“Berdasarkan kebiasaanmu, jika ada uang lebih pasti akan kamu tabung, ‘kan?” tanya ayah Siska. Siska kembali mengangguk. “Nah, tapi kamu pasti tidak pernah mencatat jumlah pengeluaranmu dan sisa uang yang kamu tabung.”
“Iya sih, Pa. Tapi setiap hari aku pasti menyisakan uang jajanku untuk ditabung.”
Ayah Siska mengangguk. “Itu kebiasaan yang baik, Nak. Makanya, sekarang Papa mau mengajarkanmu membuat anggaran untuk memudahkanmu dalam mengelola uang.” Ayah Siska lanjut menulis di kertas. “Kamu bisa membuat tabel seperti ini. Buat saja dua kolom, yang satu untuk jumlah uang yang kamu keluarkan sehari-hari, yang satu lagi untuk jumlah uang yang kamu tabung. Di akhir bulan, kamu bisa menghitung total uang yang kamu habiskan untuk jajan, dan yang kamu sisihkan untuk ditabung.”
“Waktu Siska mengambil uang tabungan untuk membeli sepatu baru, Siska kira uang tabungan Siska masih tersisa banyak, Pa, soalnya lembaran uangnya kelihatan banyak. Tapi waktu Siska hitung kembali, eeh, ternyata kebanyakan uang seribu dua ribu,” cerita Siska sambil terkekeh.
“Nah, coba dari awal kamu bikin anggaran seperti ini, kamu pasti tahu dengan jelas berapa banyak jumlah tabunganmu,” ujar ayah Siska.
“Benar juga ya, Pa,” ujar Siska sambil menggaruk kepala dan tersenyum.
“Pa! Sis! Yuk, makan malam dulu,” seru ibu Siska dari dapur di lantai bawah. “Ada menu kesukaan kalian lho!”
Siska dan ayahnya pun turun dan menghampiri ruang makan. Ibu Siska tengah meletakkan tiga piring mi yang masih mengepul di meja makan.
“Wah, ada mi gomak!” Siska berseru girang.
“Mama memang the best,” ujar ayah Siska.
“Hayo, kalian berdua sedang membahas apa di kamar tadi? Kayaknya seru sekali,” goda ibu Siska.
Siska dan ayahnya saling menatap dan menjawab berbarengan, “Ada deh, Ma, hehe…”
Usaha Siska Menabung
[sunting]Keesokan harinya di sekolah, Siska bertekad untuk tidak sembarang menggunakan uang jajannya lagi. “Mulai hari ini, aku akan menghemat uang jajanku, setidaknya sampai bulan April,” ujar Siska di dalam hati.
Ketika jam istirahat sekolah tiba, setelah Siska menghabiskan bekal nasi goreng teri kesukaannya, dia berjalan menuju kantin bersama Wulan.
“Kamu gak beli pempek goreng, Sis? Biasa kan kamu paling doyan,” ujar Wulan sambil membayar tempe mendoan dan tahu isi yang dibelinya.
“Gak dulu deh, Lan. Nanti jam istirahat kedua aja. Tadi juga aku sudah makan bekal dari rumah, sudah kenyang,” jawab Siska.
“Kamu yakin? Biasanya habis makan bekal dari rumah, kamu juga masih beli pempek goreng. Kok tumben sekarang gak mau?” goda Wulan sambil menyenggol pelan lengan Siska.
“Biasa itu lapar mata, Lan. Hari ini mataku gak lapar, hehe…” canda Siska.
“Bisa aja kamu jawabnya,” balas Wulan sambil tertawa.
Hari itu sepulang sekolah, Siska mengambil sebuah buku kosong dari lemari bukunya dan mulai membuat anggaran sesuai yang diajarkan ayahnya. “Hari ini, di jam istirahat kedua, aku membeli seporsi tekwan Rp 10.000,00,” gumam Siska sambil berpikir. “Berarti hari ini aku bisa menabung Rp 10.000,00,” Siska pun mencatatnya di buku. Dia melihat kalender dan menghitung dengan jarinya, “Aku punya sekitar dua puluh hari sekolah sampai bulan April tiba, seharusnya uangnya sudah terkumpul untuk membeli kado.” Selesai merencanakan semuanya, Siska pun menutup bukunya sambil tersenyum. “Aku pasti bisa,” pikirnya dalam hati.
Selama dua puluh hari, Siska menggunakan uang jajannya dengan cermat dan selalu mencatat pengeluaran dan sisa uang jajannya setiap hari. Terkadang, dia meminta ibunya untuk menyiapkan bekal lebih banyak agar dia tidak perlu jajan di sekolah. Setelah uang tabungannya cukup, Siska pun siap untuk membeli kado.
Hari itu, Siska menelepon salah seorang sahabatnya, Randi. “Halo, Randi, besok jadi ‘kan?”
Randi yang ada di seberang telepon menjawab, “Jadi apa ya, Sis?”
“Ih, kamu pura-pura lupa, ya? Kan kemarin di sekolah aku sudah bilang mau pergi ke mal untuk beli kado bareng kamu,” Siska mendengus.
“Hahaha… Aku ingat kok, Sis. Jangan marah dong, aku cuma bercanda,” tawa Randi.
“Dasar jahil,” ujar Siska gemas. “Oke deh. Besok pagi aku ke rumahmu, ya. Nanti kita pergi sama-sama.”
“Siap, Sis.”
Keesokan harinya, dengan membawa uang hasil tabungannya selama kurang lebih satu bulan, Siska pun pergi membeli kado di mal ditemani oleh Randi. Mereka juga tidak lupa membeli kertas kado cantik dan paper bag lucu untuk melengkapi kado yang dibeli.
Pada hari ulang tahun Wulan, Siska dan Randi hadir di pesta perayaannya sambil membawa kado mereka masing-masing. Wulan memotong tumpeng dan membagikannya kepada orang tua dan teman-teman terdekatnya.
“Tumpeng buatan mamamu mantap banget, Lan,” ujar Siska sambil mengangkat jempolnya.
“Hehe… makasih, Sis. Makasih juga ya kadonya,” jawab Wulan sambil tersenyum.
“Sama-sama, Lan.”
Randi yang baru datang, menyalami Wulan dan berkata, “Selamat ulang tahun ya, Lan.” Kemudian, dia menoleh pada Siska dan menggelengkan kepala, “Pikiranmu makanan melulu, Sis. Memangnya kamu sudah bilang selamat ulang tahun pada Wulan?”
Siska mencubit lengan Randi sambil menjawab, “Sudah, dong. Aku kan sudah datang dari tadi. Kamu aja yang telat datangnya.” Siska menjulurkan lidahnya pada Randi. Mereka pun tertawa terbahak-bahak.
Kejutan dari Siska
[sunting]Beberapa hari kemudian, di rumah Siska.
Siska dan ayahnya membawa sebuah kue stroberi dengan hiasan lilin-lilin di atasnya dan menghampiri ibunya yang sedang duduk di sofa sambil menonton acara televisi, “Ma, selamat ulang tahun, ya,”
Mama menoleh dan tersenyum. “Wah, terima kasih, Siska dan Papa.” Mereka pun duduk di sofa mengelilingi kue ulang tahun yang ada di atas meja. “Mama gak menyangka akan dikasih kejutan seperti ini.”
Setelah ibu Siska meniup lilin dan mengucapkan doa, Siska berjalan kembali ke kamarnya dan keluar sambil membawa sesuatu. “Kejutannya gak cuma itu, Ma.” Siska menyerahkan kado dengan ukuran cukup besar kepada ibunya. “Ini hadiah ulang tahun untuk Mama. Siska membeli ini dari uang tabungan Siska lho,” ujar Siska dengan bangga.
Ketika ibu Siska membuka kadonya, ternyata di dalamnya terdapat sebuah wajan anti lengket. Dia pun tersenyum, “Kamu tahu aja Mama perlu wajan baru.”
“Tahu dong, Ma. Siska kan suka melihat Mama masak di dapur. Siska sudah berencana untuk membeli ini sebagai hadiah ulang tahun Mama, tapi karena harganya agak mahal, Siska harus disiplin dalam mengumpulkan uang. Belum lagi, Siska harus membeli kado untuk Wulan yang kemarin berulang tahun.” Siska menoleh pada ayahnya. “Untung ada Papa yang membantu Siska membuat anggaran. Jadi Siska tidak kesulitan lagi, deh. Makasih, Pa,” senyum Siska pada ayahnya.
“Ini juga berkat usaha kerasmu sendiri, Nak. Uang tabunganmu tidak akan terkumpul apabila kamu tidak bijaksana dalam mengatur uang jajanmu,” puji ayah Siska sambil mengelus rambut Siska.
Siska tersenyum malu-malu. Sesaat kemudian, dia berkata, “Jadi, Pa, Ma, kapan kita potong kuenya? Siska sudah gak sabar nih mau cicipi kuenya, hehe…”
Mereka bertiga pun tertawa terbahak-bahak mendengarnya.