Lompat ke isi

Permainan Anak Tradisional Kalimantan Selatan/Basimban

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Basimpan adalah permainan anak tradisional Kalimantan Selatan, berasal dari kata simban yang berarti aktivitas mengangkat atau melempar untuk ditangkap kembali. Permainan ini umumnya dilakukan oleh anak perempuan, tetapi juga bisa diikuti oleh anak laki-laki. Tidak ada batasan jumlah pemain, bisa dilakukan minimal oleh dua orang atau lebih. Permainan basimban juga tidak memerlukan arena yang luas, bisa dimainkan di lantai rumah saja.

Alat Permainan

[sunting]
Alat yang dibutuhkan dalam permainan Basimban khas Kalimantan Selatan: bola karet dan batu-batu kerikil kecil.

Permainan ini memerlukan bola karet yang bisa memantul di lantai. Benda yang paling mudah ditemukan dan sesuai dengan kriteria misalnya bola kasti, tapi sering dimodifikasi dengan mengupas kulit luarnya, hanya menyisakan kulit bagian dalam yang terbuat dari karet dan bertekstur halus.

Permainan ini juga memerlukan sekumpulan benda kecil, umumnya berjumlah enam. Benda itu bisa terbuat dari cangkang kerang berukuran kecil, hingga bisa digenggam dengan satu tangan. Namun karena teksturnya yang seringkali tajam, banyak yang menggantinya dengan biji salak berukuran kecil, atau batu kerikil biasa.

Cara Bermain

[sunting]

Pemain terlebih dahulu menentukan siapa yang mendapat giliran pertama, bisa dengan metode hompimpa. Pemain pertama, sebut saja A, akan menghamburkan kerikil sembari memantulkan bola karet.

Berhubung ada enam kerikil, maka permainan akan dibagi dalam enam babak. Babak pertama, pemain mengambil satu demi satu kerikil sembari melempar bola kasti. Babak kedua, pemain mengambil dua kerikil sekaligus dalam satu lemparan bola karet. Permainan berlanjut hingga babak keenam, pemain harus mengambil enam kerikil sekaligus dalam satu lemparan bola karet.

Ilustrasi babak final (Culitan) dalam permainan Basimban khas Kalimantan Selatan.

Jika enam babak sudah dilewati dengan baik, maka pemain akan mencapai babak final yang biasa disebut Culitan (mencolek). Pertama, enam kerikil disebar di lantai, lalu dalam satu kali pantulan bola karet, pemain harus mengambil seluruh batu kerikil dan menangkap bola karet kembali (biasanya hanya menggunakan ibu jari dan jari telunjuk saja, karena jemari lainnya emnahan batu-batu kerikil dalam genggaman). Sekali lagi bola karet dilempar, tangan yang menggenggam batu kerikil, jari telunjuknya diarahkan ke lantai seperti gerakan mencolek, lalu menangkap bola karet lagi.

Kedua, bola karet disisihkan, lalu pemain melempar seluruh kerikil ke udara secara serempak, ia dengan cepat membalik agar punggung tangannya menghadap ke atas, dan batu-batu tersebut harus mendarat sepenuhnya di atas punggung tangan, tidak boleh ada yang jatuh. Di sini diperlukan keterampilan untuk mengatur batu agar tidak berserakan saat di udara, dan jatuh secara serempak di punggung tangan.

Ketiga, jika batu-batu kerikil sudah mendarat di atas punggung tangan, bola kasti diselipkan di antara ibu jari dan jari telunjuknya. Kemudian pemain mengangkat tangan hingga batu kerikil dan bola karet terlempar. Pemain harus menangkap seluruh kerikil dengan cepat seperti saat menangkap serangga terbang, lalu satu pantulan bola karet di lantai, kemudian bola karet itu ditangkap dengan jari-jemari yang masih bebas (sementara jemari lainnya masih menahan batu-batu kerikil dalam genggaman).

Jika satu rangkaian ini bisa diselesaikan dengan baik, maka ia adalah pemenangnya. Namun jika pemain A terhenti di salah satu babak, atau gagal menyelesaikan babak Culitan dengan sempurna, maka pemain B akan bergantian memulai permainan Basimban.[1]

Nilai Permainan

[sunting]

Permainan Basimban dapat mempererat persahabatan, membiasakan untuk berhitung, melatih keseimbangan tangan, juga mengasah fokus saat berupaya menangkap kerikil dan bola karet. Selain itu, permainan ini juga bisa melatih strategi, bagaimana cara agar kerikil bisa berkumpul secara berdekatan dan bisa diambil dengan hitungan tertentu di setiap babak.

Referensi

[sunting]
  1. Pengalaman pribadi Penulis, ditambahkan dengan hasil wawancara pada sumber primer lainnya, yakni Fitria Anggeriyani (32 tahun), di Balai Kota Pemkot Banjarbaru, Rabu, 15 Maret 2023, pukul 10.00 WITA.