Permainan Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta/Watu Gatheng
Watu Gatheng
[sunting]Watu Gatheng atau bisa disebut Gatheng saja, merupakan permainan yang menggunakan alat berupa kerikil atau batu gatheng. Permainan ini sudah ada sejak awal abad ke-17 [1] Permainan yang berkembang hingga ke luar Jawa ini dimainkan secara individu, sehingga dua orang pemain sudah cukup untuk menjalankan permainan. Namun, agar suasana permainan semakin seru, maka lebih banyak pemain semakin menyenangkan.
Untuk memainkan Gatheng, diperlukan batu kerikil berukuran sebesar kerikil dengan masing-masing bentuknya mirip atau sama. Sebagai arena bermain, dibutuhkan tempat yang datar dengan ukuran 0,5 x 0,5 meter. Selain itu, permainan watu Gatheng diiringi lagu yang dinyanyikan para pemainnya. Berikut syair lagunya:
“genjeng-genjeng debog bosok, jambe wangen, mur murtigung-mur murtigung walang wadung dening cengkung, rondhe-rondhe pira, salah pira luwe, salawe aja na badhe, picak jenggol pira kiye, cakuthu-cakuthu badhoganmu tahu besu aku dewe carang madu" [1]
Cara Bermain
[sunting]Semua peserta permainan mengelilingi area permainan. Selanjutnya untuk menentukan giliran, pemain melakukan hompimpa dan ping sut. Pemain yang menang akan mendapatkan giliran bermain lebih dahulu, bergantian jika satu pemain kalah.
Mula-mula, pemain menggenggam kelima kerikil lalu menyebarkannya ke arena bermain, lalu mengambil salah satu batu kerikil. Satu batu kerikil yang pertama digenggam itu kemudian dilempar ke udara dan bersamaan dengan itu, pemain harus mengambil kerikil kedua lalu menangkap kerikil yang mengudara tanpa menyentuh tanah atau menyentuh kerikil lain yang masih tersebar. Jika berhasil menangkap kerikil yang mengudara, maka dilanjutkan mengambil kerikil ketiga hingga kelima dengan cara yang sama (melempar satu kerikil ke udara). Jika pemain gagal menangkap kerikil saat di udara atau menyentuh kerikil lainnya, maka ia kalah atau mati. Dalam hal ini, giliran kemudian berganti ke pemain selanjutnya.
Apabila tahap mengambil satu kerikil berhasil dilewati, selanjutnya pemain dapat melewati tahap Garo. Di tahap ini, dengan tetap melempar salah satu baru ke udara, pemain perlu mengambil 2 batu kerikil sekaligus. Jika sukses di tahap ini, permainan bisa dilanjutkan ke tahap galu, gapuk, umbul, garuk, dulit, dan sawah [2]. Pemain yang berhasil melewati semua tahapan itu ia mendapatkan poin atau sawah. Permainan watu gatheng ini dapat melatih kecakapan dan ketangkasan motorik. Disamping juga meningkatkan keterampilan interpersonal.
Referensi
[sunting]- ↑ 1,0 1,1 https://repositori.kemdikbud.go.id/14158/1/Pembinaan nilai budaya melalui permainan rakyat daerah istimewa yogyakarta.pdf
- ↑ Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta (jogjaprov.go.id)[1]