Sejarah/Perang Paderi

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Ketika paham pembaruan yang dibawa oleh kaum Paderi dan ketika kekuasaan mereka semakin meluas, Raja Minangkabau saat itu, Yang Dipertuan Raja Alam Muning Syah merasa lebih aman jika dapat menyingkirkan diri sementara keluar daerah. Maka berangkatlah beliau mengiliri Batang Kuantan dan menetap di Lubuk Jambi.

Sementara itu, di Minangkabau sendiri, situasi peperangan sudah berubah. Letnan Jenderal Inggris Sir Stamford Raffles mengunjungi Pagar Ruyung melalui Sumawang pada 1818, lalu Inggris menyerahkan Padang kepada Belanda pada 1819. Residen Du Puy menjadi Residen Belanda pertama di sana.

Pada masa itulah, menurut berita Belanda, beberapa bangsawan Minangkabau (yang terkenal ialah Tuanku Suruaso) meminta bantuan kepada Belanda untuk mengembalikan keamanan di Minangkabau (lihat : Perjanjian Belanda - Pagaruyung). Sebab, kaum Paderi kain berkuasa. Wibawa kerajaan bisa dikatakan telah hilang. Di dalam sejarah tersebut bahwa Sultan Alam Bagagar Syah sendiripun, ketika Padang masih dikuasai Inggris, turut meminta bantuan Inggris.

Menurut keterangan pihak Belanda, raja-raja itulah yang menyilahkan Belanda masuk ke dalam negerinya. Masuklah Belanda ke pedalaman Minangkabau, pecahlah Perang Paderi dengan Belanda, pertama kali sekali pada 28 April 1821 di Sulit Air.

1 Maret 1822, Pagar Ruyung, yang sudah tidak beraja dan sudah lama dikuasai Paderi, dapat direbut Belanda. Setelah Pagar Ruyung didudukinya, tentara Belanda dengan pimpinan Kolonel Raf berulang-ulang berkirim kurir kepada yang dipertuan Muning Alamsyah, mempersilahkan Baginda pulang kembali ke Pagar Ruyung, sebab negeri sudah aman. Maksud Komandan Belanda itu untuk memperkuat posisinya dalam menghadapi kaum Paderi.

Beliaupun kembali pulang. Tetapi, dengan alasan bahwa beliau sudah amat tua, Baginda disuruh istirahat dan diberi pensiun. Sebagai gantinya, diangkatlah cucunya, Sultan Alam Bagagar Syah. Tetapi, bukan lagi seperti Yang Dipertuan atau Sultan Minangkabau yang bersemayam di Pagar Ruyung, melainkan menjadi Regen Tanah Datar dengan digaji.

Sultan Muning Alamsyah, tidak beberapa lama setelah kesultanannya dihapus itu, mangkat dalam usia 80 tahun (1 Agustus 1825).

Buku-buku tentang Perang Paderi yang dikarang oleh orang Belanda tidaklah ada yang menerangkan bagaimana kesan yang timbul dalam perasaan Sultan Alam Bagagar Syah. Jabatannya yang tertinggi menurut susunan Adat yang diterima dari nenek moyang : Raja Tiga Sila, Raja Adat di Bua, Raja Ibadt di Sumpu Kudus, dan Raja Alam di Pagar Ruyung, tidak dikembalikan, melainkan diturunkan pangkatnya jadi Residen, yang hanya terbatas buat Tanah Datar saja.

Setelah diangkat jadi Residen, kian hari, kian terasalah oleh Sultan Alam Bagagar Syah bahwa kedudukannya memang sudah direndahkan. Apa saja tugas Yang Dipertuan yang telah diturunkan pangkatnya itu? Mengumpulkan bantuan untuk tentara Belanda, menyediakan beras, menyediakan sapi dan kerbau, menyediakan pekerja.

Kedatangan Alibasya[sunting]

Setelah Belanda dapat membujuk Sentot Alibasya Prawirodirjo agar memisahkan diri dari Pangeran Diponegoro, Sentot dan tentaranya dikirim ke Minangkabau, digunakan untuk memerangi Kaum Paderi.

Dalam surat Gubernur Jenderal Van den Bosch kepada Letnan Kolonel Elout 24 Mei 1832 No 951 tertulis :

"Satu perkara lagi yang penting diselesaikan ialah penempatan pasukan Alibasya di Sumatera. Pasukan ini berkekuatan 1800 orang, diantaranya 800 telah terlatih baik dan telah berkali-kali membuktikan keberanian. Saya percaya, bahwa barisan ini lebih layak untuk peperangan dalam negeri. Bila dapat ditempatkan di Sumatera Barat, kita akan selalu mempunyai bala bantuan yang dapat dikerahkan bila perlu, dan akan banyak faedahnya.

Untuk menyenangkan hati Alibasya, baiklah diberikan kepadanya satu distrik dengan penduduk 5000-6000 jiwa di XIII kota, atau di tempat lain yang dipandang baik. Dikatakan kepada Alibasya, bahwa ia akan menjadi Raja, seperti Pangeran Mangkunegoro. Hubungannya dengan Gubernemen seperi Mangkunegoro pula. Pasukannya akan dibayar oleh Gubernemen. Negeri yang akan ditunjuk untuk diperintahnya hendaklah yang baik pengairannya, supaya ia berkesempatan menyuruh rakyatnya untuk mengerjakan sawah.

Saya sudah berbicara dengan Alibasya dan ia sendiri mau ditempatkan di Sumatera."



Referensi[sunting]

Hamka - Sulthan Alam Bagagar Shah