Permainan Tradisional Kabupaten Ciamis/Ucing Balédog

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Ucing Balédog
[sunting]

Ucing balédog adalah salah satu permainan yang ada di Kabupaten Ciamis, dan permainan ini persis dengan permainan ucing udag  hanya, bedanya ini menggunakan alat berupa gulungan kertas atau kain yang dibentuk bulat sebagai alat untuk melempar lawan. Ucing balédog sendiri jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah ucing artinya kucing, dan balédog artinya lempar. Jadi permainan ini si ucing akan ngabalédog atau melempar lawan mainnya, agar terbebas dari peran menjadi ucing. Permainan ini juga berkelompok, artinya hanya bisa dilakukan jika lebih dari dua orang.[1]

Cara dan Aturan Bermain
[sunting]

Aturan dan cara main pada permainan ucing balédog ini persis seperti ucing udag. Yaitu, untuk memulai permainan ucing udag ini terlebih dahulu harus dilakukan pengundian untuk menentukan siapa yang akan menjadi ucingnya. Pemilihan atau penentuan siapa yang akan menjadi ucing bisa dilakukan dengan cara hompimpah, suten, suten jepang atau dengan cara cingciripit. Bagi siapa pun yang menjadi ucing, maka dia harus pandai dalam berlari dan pandai melempar tepat sasaran kepada tubuh lawan. Jika dia berhasil melempar dan kena pada tubuh teman lainnya, maka dia selesai menjadi ucing, dan teman yang kena lemparan tadi sebagai penggantinya, dia menjadi ucing dan harus mencari yang lain untuk disentuh, begitu seterusnya.[1]

Nilai Permainan
[sunting]

Karena permainan ini hampir menyerupai ucing lumpat, maka nilai yang terkandung di dalamnya pun tidak beda jauh, yaitu mengasah strategi, mengasah kecerdasan, mengasah kekuatan fisik, melatih mental, melatih kefokusan dan ketepatan, dan lain sebagainya. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam sepanjang permainan, seluruh peserta permainan harus berstrategi, ucing berstrategi dan berusaha mengejar dan melempar lawan, dan yang lainnya berstrategi agar tidak terkena lemparan ucing. Semuanya berlarian, sehingga ada nilai olah raga yang dapat melatih fisik, serta belajar melatih mental, ketika menjadi ucing harus mampu menerima konsekuensi. Alih–alih menjadi tidak senang atau menangis karena terkadang menjadi ucing ini diolok-olok, justru kita harus belajar dari karakter kucing, yang lincah pandai menangkap tikus. Kucing juga mempunyai image yang baik dan lucu, maka mental ketika jadi ucing inilah dilatih.[1]

Rujukan
[sunting]

  1. 1,0 1,1 1,2 Ditulis berdasarkan pengalaman dan pengamatan langsung.