Lompat ke isi

Habis Gelap Terbitlah Terang/Surat-surat dalam tahun 1904

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
Habis Gelap Terbitlah Terang oleh Kartini, diterjemahkan oleh Armijn Pane
Surat-surat dalam tahun 1904

Rembang, 6 Maart 1904 (VIII)

[sunting]

Bunda kandungku yang dicinta.

O, hendaknya dapatlah kiranya oléhku memelukkan tanganku keléhér tuan, karena saya sangat berahi hendak menceriterakan sendiri ketelinga tuan dan akan menjadikan tuan kawanku dalam rahsia kami yang baik tentang bahagiaku yang amat menyenangkan hati. Kalau ada dengan takdir Allah pada achir bulan September akan datanglah rahmat kepada kami dan akan memperteguh tali kasih sayang kami yang sekarang telah memperhubungkan kami. Bundaku, o bunda kandungko, betapalah senang perasaanku kelak, bila anak yang akan lahir ini, yang berasal dari darah kami kedua, menyebutkan ibu kepadaku!

Dapatkah tuan memikirkan itu? Saya akan menjadi ibu kandung! Ibuku, telah saya jadikan orang tualah tuan karena itu!

Saya buat tuan akan menjadi ma' tuanya! Datangkah tuan nanti melihat cucu tuan itu? Akan pergi ke Betawi tidak dapatlah saya lakukan. Maksud kami mula-mula hendak pergi tamasya untun témpoh barang sebulan, tetapi sekarang kami wajib menghilangkan maksud itu. Dalam beberapa bulan ini saya tidak boléh mengendarai keréta dan lain-lainnya! Dan apabila anak kami telah lahir, sayapun tidak dapat pula pergi berjalan. Oleh karena itu Betawi tiadalah akan saya lihat lagi, yaitu selama tuan masih di Betawi sekarang. Apakah paédahnya saya pergi kesana lagi kalau tuan kedua tidak ada lagi disana? Suamiku sangat beruntung, berbahagia karena biji matanya yang masih dalam kandunganku ini.

Itulah saja lagi yang kurang dalam......bahagia kami.

Rembang, 10 April 1904 (III)

[sunting]

Sahabat-sahabatku yang terhormat.

Betapakah hérannya tuan melihat, yang tuan tidak sedikit juga mendapat kabar dari padaku tentang surat-surat yang terbit dari hati yang suci dan tentang pemberian tuan yang indah itu, pemberian yang sangat meriangkan, menyukakan hati kami. jika sekiranya tiap-tiap pikiranku yang mengenangkan tuan selalu dengan mengucap banyak terima kasih, sekalian itu saya tuliskan, tentulah akan bertimbun-timbun tuan mendapat surat dari padaku. Maafkanlah saya, o sahabat-sahabatku yang dicinta, karena surat ini tidak dapat lebih lekas mendapatkan tuan.

Perubahan dari seorang anak gadis yang sederhana telah menjadi isteri, ibu dan perempuan dari seorang kepala negeri yang tertinggi, -yakni suatu perubahan dalam dunia Bumiputera yang tidak sedikit artinya-amat besar, sehingga saya sejak bermula tidak dapat sedikit jua memikirkan hal yang lain dari pada mengenangkan daya upaya bagaimana patutnya saya melakukan kewajibanku yang baru itu.

Bukanlah kewajiban itu saja yang saya ichtiarkan, tetapi adalah pula suatu percobaan yang harus saya tanggungkan. tidak berapa lamanya sesudah kami kawin, maka suamiku jatuh sakit keras. Kemudian saya sendiri mulai pula sakit-sakit. Sampai sekarang hawa negeri Rembang belumlah begitu sesuai dengan badanku. Kamipun disini tinggal ditepi laut juga. Dalam hal tinggal ditepi laut di Jepara menjadikan suatu kesukaan, maka diam ditepi laut di Rembang mendatangkan suatu gangguan. Disini kami harus hati-hati menjaga angin laut, yang kurang séhat itu karena mengandung hawa kerang dan lumpur. Tetapi marilah sekarang saya, pun jua atas nama suamiku, mengucapkan terima kasih dahulu kepada tuan kedua, atas tanda mata yang bagus itu, yang tuan berikan kepada kami pada hari kawin kami. Lebih-lebih pula saya amat menyukai hadiah itu, karena ia menggambarkan Thuringerwoud, yang masyhur lagi telah acap kali tuan ceriterakan kepadaku, yaitu suatu tempat pula, kemana sahabat-sahabatku bangsa jérman suka sekali pergi tamasya.

Gambaran yang indah dan porterét kota Jena yang bagus itu, kami gantungkan dibilik tempat kami duduk-duduk, tempat suamiku menyimpan kekayaannya dalam hal gambar-menggambar, karena iapun seorang yang amat suka kepada gambar-gambar dan patung-patung yang bagus-bagus. Kerap kali saya melihat akan gambar-gambar itu dengan segala suka hati, dan dalam hal yang demikian melayanglah beberapa pikiranku dengan cinta dan terima kasih kepada sahabatku di Jena.

Betapalah baik hati tuan, sesungguhnyalah amat baik, karena tuan hendak mengirimi saya "boomkuk", suatu macam kué asal dari jérman, yang tidak boléh tinggal dalam peralatan. Tuan tidak dapat menyampaikan kenang-kenangan itu menjadi suatu hal yang sesungguhnya kejadian; tetapi bagiku sekalian itu, saya pandang seperti telah kejadianlah dan saya hormatilah ia benar-benar.

Sekarang saya hendak menceriterakan kepada tuan hal keadaan hidupku yang baru dan kaya sekarang ini, bukankah tuan suka sekali mendengar hal itu? Tuan dahulu selalu mengacuhkan benar betapa hidupnya sahabat tuan anak perempuan Jawa itu, dan acap kali bersusah hati memikirkan nasibnya pada waktu yang akan datang.

syukur, syukurlah apa yang tuan takutkan dahulu, rupanya tiadalah ada bersebab. Bukankah sekarang perempoan muda itulah yang telah menulis kalimat-kalimat itu kepada tuan, dan lihatlah pula dimatanya betapa bahagia dan kesenangan hatinya telah bersinar-sinar, sehingga tidak dapatlah ia mencari kata-kata yang akan menceriterakan sekalian kesukaan hatinya dan bahagia itu!

Suamiku...... bukan saja ia suami kepadaku, tetapi iapun sahabatku sepikiran juga. Kalau tidak demikian masakan saya akan diambilnya menjadi isterinya, dan masa­kan saya dapat menambahkan diri saya kepadanya! Seluruh tanah Jawa orang telah tahu, bahwa saya ini berlainan dari pada perempuan yang lain.

Segala yang saya pikirkan dahulu, sudahlah pula dipikirkannya dan telah banyak pula yang telah dikerjakannya; saya pikir hidupku seperti sekarang ini telah menjadi lebih kukuh untuk mencari hak kebébasan perempuan bangsa Jawa, dan akan menjadi penunjuk jalan bagi meréka itu. Karena pertama-tama sebagai isteri seorang yang terpandang tinggi kehormatannya, dan kedua dapat mengharap pertolongan dari pada suamiku akan menyampaikan cita-citaku, yang dahulu membayang-bayang dalam pemandanganku, sehingga sekarang saya telah mempunyai dua macam hidup, yaitu: hidup yang kaya dan hidup yang cukup.

Saya tahu yang tuan kedua akan bersukacita mendengarkan hal itu. Sahabat tuan kedua, anak Jawa yang kecil ini telah sampai ketempat yang sentosa, sungguhpun dahulu ia selalu menaruh pikiran yang bercabul. Saya suka benar yang tuan kedua dapat melihat saya dalam dunia hidupku yang sekarang ini.

Tuan tahu, yang saya tidak sedikit jua suka akan kekayaan dan darajat yang tinggi dalam dunia Bumiputera. Kedua keadaan itu tidak adalah harganya kepadaku, kalau sekiranya tiadalah suamiku yang memberikannya kepadaku. Sekarang keduanya itu menjadi suatu perkakas kepadaku, supaya maksudku itu lekas sampai.

Hati anak negeri bangsa Jawa sangat melekat kepada orang bangsawannya; sekalian yang datang dari kepala-kepala negerinya meréka itu amat suka dan mudah menurut. Kalau dengan cara demikian saya berdiri disisi suamiku, tentulah lebih lekas dan lebih mudah saya sampai kehati anak negeri. Maksud kami tentang pengajaran dan pendidikan akan diteruskan juga, meskipun saya telah kawin.

di rumah orang tuaku telah kami mulai pekerjaan itu, dan sekarang adik-adikku yang perempuanlah yang memajukan pekerjaan kami itu. Sekolah kami di Jepara telah mempunyai dua puluh dua orang murid, anak-anak perempuan kepala-kepala negeri; adik-adikkulah yang memberi pengajaran. Disini saya telah mulai pula pekerjaan itu, anak-anakku yang perempuanlah yang menjadi murid-muridku yang pertama-tama. Dengan hal yang demikian, dapatlah anak-anak perempuan Jawa menyampaikan kenang-kenangan dan mimpi-mimpinya ketika kecil dahulu.

Rembang, 8 Juni 1904 (VIII)

[sunting]

Kami tidak pergi keluar rumah dan jarang pula menerima orang, sungguhpun demikian hidupku selalu ramai. Se­nang, senanglah hatiku! Tiap-tiap hari waktuku telah saya bahagi-bahagi untuk suamiku, rumah tanggaku, anak-anakku dan anak-anak piaraku. sebagian besar dari waktu itu, habislah untuk anak-anak itu. jikalau bapak telah pergi kekerjanya, maka anak-anakpun bekerjalah de­ngan saya sampai pukul dua belas. Pukul setengah satu bapak mendapati sekawan anak-anak yang telah bersih, sudah mandi, tetapi o, sedang lapar benar-benar. Pukul setengah dua meréka itu disuruh pergi tidur, dan kalau bapak telah pergi ketempat tidur pula, dan saya waktu itu tidak terlalu payah, maka bekerjalah saya dengan anak-anak gadis. Pukul empat saya telah hadir diméja tempat minum téh. jika anak-anak telah sudah minum susu dan telah dimandikan,maka boléhlah meréka pergi menghalaukan ternak ayam ke dalam kandang, atau pergi berjalan-jalan bersama-sama dengan kami, atau bermain-main dalam kebun.

Kemudian kami duduklah sebentar pada waktu matahari hendak terbenam, sambil memperkatakan ini dan itu. Kalau pasukan anak-anak kami telah masuk, maka haripun malamlah. Bapak duduk membaca surat kabar dan anak-anakpun duduk mengelilingi bundanya. Saya duduk di atas kursi malas, dan di atas pangkuanku duduklah dua orang yang kecil sekali pada sebelah-menyebelah kursiku seorang, dan pada lututku dua orang yang tertua.

Kami duduk bermain-main atau berceritera. Dengan cara demikian maka waktu makanpun datanglah. Oléh karena anak-anak itu maka kamipun lekaslah pula pergi makan. Si anak yang kecil sekali duduk dekat bunda. Si kecil itu selalu membukakan tutup gelas minum bundanya dan kemudian ia pula akan menutupnya kembali. Tiada seorang jua yang boléh mengerjakan pekerjaan itu lain dari pada si kecil itu. Dan bila ia tidak boléh mengerjakannya, tahulah ia bahwa ia telah mendapat hukuman. Pukul delapan sekalian anak-anak dibawa ketempat tidur, lalu ditidurkanlah mereka itu. Dan kami orang tua-tu duduk bersama-sama bercengkerma, memperbincangkan segala hal dan lain-lain sebagainya, sampai mata yang mengantuk mengerahkan kami pula pergi kepulau Kapuk, dan hal itu tiadalah selarut di Jepara, melainkan lebih lekas. Kami bangunpun lekas pula, pagi-pagi benar.

Hari Minggu hari témpoh untuk kami berdua; pada hari itu pagi-pagi benar pergilah kami berjalan-jalan. Sesudah makan pagi saya ajarlah anak-anak gadis itu sebentar masak-memasak, dan kemudian barulah bunda memasak-masak, suatu pekerjaan yang pada hari lain tiada dapat dikerjakannya. Pekerjaan itu tiada banyak, tetapi suamiku lebih suka, yang saya duduk dtekatnya. Ia menjamu saya dengan bermain gamelan sambil bernyanyi. Sayapun merasa lebih suka, yang saya duduk dekatnya. Tetapi lagu-lagu gamelan itu sangatlah merawankan hatiku, karena ia mengenangkan kembali dalam ingatanku waktu-waktu yang dulu, waktu yang saya tidak boleh pikirkan dan kenangkan lagi. Ia menjadikan saya lemah dan bermuram durja. Dengan hal yang begitulah saya menghabiskan waktu setiap hari dengan sabar, senang dan damai sebagai sebuah anak sungai, yang mengalir dalam rimbapun dengan senang dan damai pula; dan ialah puLa yang merasai kesedapannya.

jikalau anak yang dalam kandunganku ini, anak perempuan, apakah cita-citaku untuknya? Saya berharap yang ia akan hidup, hidup yang kaya dan sempurna! Hidup, yang telah dimulai oleh ibunya, saya harap ialah yang akan menyempurnakannya. Ia tentulah tiada akan dipaksa membuat barang sesuatunya, yang tiada setuju dengan perasaannya. Apa yang dibuatnya, ia akan mengerjakan itu dengan kemauannya sendiri. Ia tentu akan mempunyai seorang bunda, yang akan menjaga keadaan perasaan hatinya dan mempunyai seorang bapak, yang tiada akan memaksanya membuat apa-apa. Kepada bapaknya tiadalah mengapa, kalau anaknya yang perempuan se'umur hidupnya tiada bersuami. yang diindahkan oléh bapaknya, ialah yang ia tiada akan merendahkan kehormatan kami. yang bapaknya menghormati tinggi perempuan-perempuan, yang sebagai anakku yang kucinta-cinta keadaannya, sudahlah dinyatakannya dengan mengambil saya jadi isterinya.

O, jika sekiranya tuan tahu, bagaimana asut dan fitnah atas diriku, yang telah dibebarkan orang kian kemari! Apa yang telah sampai ketelingaku, sebelum saya kawin ialah suatu pujian, kalau dibandingkan dengan sekalian yang saya ketahui, sesudah saya telah kawin. Percayalah saya, bahwa suamiku dlulu wajiblah mempunyai keberanian akan memberikan hati, tangan dan naman ya kepadaku. Dahulu ia tidak sedikit jua mempercayai hal keadaanku, yang diceriterakan orang kepadanya. Dalam hatinya adalah suatu kepercayaan yang tidak dapat digoyang oléh seorang juapun, kepercayaan itu yakni: "kami adalah mempunyai cita-cita yang baru, cita-cita yang tidak dapat diketahui oléh orang banyak, dan karena itulah maka ia melindungi citacita itu dengan sekuat-kuatnya." Isteri suamiku yang pertama masih hidup, tatkala suamiku mempertahankan saya, bila orang mencoba hendak mengaibkan namaku. Dan ia merasa, yang saya akan membuat sesuatu pekerjaan yang besar dalam hidupnya, dan sekalian ahli dalam rumah itu amat cinta kepadaku. Rupan ya adalah perasaan, kecintaan yang gaib, yang seolah-olah akan jadi tanda-tanda yang mengisyaratkan, bahwa adalah apa-apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Melainkan saya sendirilah yang tiada memikirkan dan memimpikan, bahwa tanda-tanda itu akan terjadi pada nasibku yang akan datang.

Saya belum lagi memberi murid-muridku témpoh; meréka itu mendapat témpoh nanti bulan September, bila anakku telah lahir kedunia. Empat belas hari sesudah beranak, tentulah saya wajib bersenang diri dulu. Sesudah empat belas hari itu, maka anakkupun masuklah kebilik sekolah. Siaya telah membuat sebuah bilik kecil dalam sekolah, tempat menidurkannya, bila bundanya mengajar saudara-saudaranya laki-laki dan perempuan. Kalau demikian hampir sama benarlah halku nanti dengan ceritera Hilda van Suylenburg, yaitu seorang ibu yang pergi bekerja mencari rezeki dengan anaknya yang masih menyusu.

Rembang, 30 Juni 1904 (VIII)

[sunting]

Bilakah pula saya dapat berkirim-kiriman sunat kembali seperti dahulu dengan tuan?

Dari segala pihak datanglah cacatan mengatakan karanganku yang sekarang terlalu buruk. Tetapi lain diari itu, saya tiada dapat membuat. Saya sekarang ada mempunyai suatu kerja yang berat, dan itulah suatu kewajiban yang amat sukar melakukannya dengan sebaik baiknya. Muridmuridku belajar rajin dan hati-hati. Sekarang adalah banyaknya dua belas orang, dan dua orang di antaranya telah ber'umur. Saya sekarang sedang asyik bekerja membuat pakai-pakaian, yang berguna untuk cucu tuan yang akan lahir itu. Adik-adikku yang perempuan berharap anak perempuanlah hendaknya, dan suamiku, anak.laki-laki. Bila anakku kelak perempuan, berganda-gandalah kasihku kepadanya, karena sekalian ahli rumah disini beringin kepada anak laki-laki.

Rembang, 17 Juli 1904 (VIII)

[sunting]

Bunda kandungku yang dicinta!

janganlah tuan ukur kasihku kepada tuan, dan kesukaanku yang bertali dengan segala hal-ihwal tuan dan suami tuan dengan luasnya atau banyaknya surat-suratku.

Sekarang walaupun dengan sebaik-baiknya kehendak dunia ini, tidak dapatlah oléhku akan menulis banyak dan kerap kali biar kepada siapa juapun. Lebih-lebih sekarang tidak benar, karena saya kerap kali sakit-sakit. Saya baru-baru ini telah sakit keras dan sakit selesma serta telah banyak merasai penanggungan. Berkat pertolongan Allah semuanya telah lepas! Sungguhpun demikian saya wajib juga berhati-hati. O, saya wajib, saya mau séhat untuk anak kami itu.

Bukan buatan banyak susah payahnya seorang ibu untuk menjaga anaknya! Segala sakit-sakit itu tentulah datangnya dari ibu. O, ibuku, saya wajib ingat-ingat dan hati-hati betul dalam segala hal. Telah sebulan lamanya saya terinra hanyalah kaum keluarga saja, dan meréka itu boléhlah datang ke dalam bilikku. Saya tulis surat ini sedang berbaring di atas kursi pand yang, duduk' seperti biasa amat susah.

Pekan yang lalu ibuku ada disini. Ibu yang dicinta itu tidak tahu merasai beban yang berat, asal saja beban itu untuk kebaikan anak-anaknya. Setelah ia datang dari Pemalang melihat Kardinah sakit, dan dari situ dengan segera iapun berangkat pula kemari, tatkala suamiku telah mengirim kawat kepadanya, karena keputusan asa melihat kesakitanku. Suami yang baik itu takut benar mengenangkan hal yang akan terjadi itu. Ia tidak dapat melihatku menanggung kesakitan. Kasihan saya kepada suamiku yang malang itu, karena dalam hatinya lebih banyak ia menanggung dari padaku, tatkala saya sakit keras itu. Ia mau membalikkan bumi ini, asal saya terpelihara dari pada penanggungan dan kesakitan itu,

Rembang, 10 Augustus 1904 (VIII)

[sunting]

Bundaku yang dicinta, saya kerap kali wajib mengenangkan tuan, lebih-lebih dalam beberapa hari ini. Dan acap kali apabila saya mengenangkan tuan, tibalah padaku suatu perasaan yang lemah lembut, yang bercampur dengan hati yang amat rawan. Rawan hatiku, karena tuan sekian jauhnya dari padaku, dan beberapa lamanya lagi entah tidakkan dapat kucapai pula.

Apakah sebabnya maka meréka yang sama hatinya dan yang bersaudara pikiran, satu dengan yang lain amat berjauhan tempatnya? Saya boléh menjadi sangat bersusah hati, apabila saya amat bercinta kepada tuan. Saya adalah yang duduk tercengang, tidak mendengar dan tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi dikelilingku. Rasanya saya ada, dan hidup dalam waktu yang lama telah lalu, waktu yang penuh dengan suka dan duka, waktu yang amat saya sukai dalam hidupku, karena pada waktu itulah kasih sayang tuan kepadaku semisal kembang cahaya dalam hatiku. Saya menanggung dan saya bersukacita sekali. Hatiku penuh dengan rawan dan pilu, tetapi dalam itu amat kaya dengan terima kasih, terima kasih yang terbit dari pada hati yang senang dan bahagia yang manis, yang diberikan oléh kecintaan tuan kepadaku.

tidak puas-puasnyalah saya mengucap syukur kepada Allah, yang ia telah membawa tuan kepada kami.

..........................................................................

"Apakah sebabnya maka orang Jawa menjadi semiskin itu?" tanya orang. Pada halnya meréka yang bertanya itu telah menjadi bingung memikirkan, bagaimanakah akalnya supaya ia boléh mendapat uang. Dan siapakah yang mesti jadi miskin? Tentulah orang kecil, anak-negeri, dan tentang sakit dan senang meréka itulah pula yang sangat berusaha, bersusah payah, sehingga orang perlu mengangkat suatu komisi yang mahal belanjanya untuk memeriksa asal-asal kemunduran anak-negeri itu!

"Apakah sebabnya maka orang Jawa menjadi semiskin itu?" Dan tukang-tukang menyabit rumput, yang pencahariannya dari sepulceh sampai dua belas sén sehari dikenakan belasting.

Tiap-tiap seékor kambing atau biri-biri yang disembelih, orang wajib membayar bia dua puyuh sén. jadi nyatalah tukang-tukang menjual satai yang membantai dua ékor biri-biri tiap-tiap hari mesti membayar bia 144 rupiah setahun. Dan berapakah keuntungan tukang-tukang satai itu? Hanyalah cukup akan dimakannya. Dari orang tuaku di rumah telah banyaklah saya ketahui, tetapi disini, dari suamiku, yang senantiasa samiarsama berpikir dengan saya, dan sayapun semata-mata hidup bersama-sama dengan dia dan dengan kerjanya dan dengan usahanya, lebih lagi, o, lebih banyak lagi saya dapat mengetahui, yang mula-mulanya saya tidak tahu, ya, tidak saya sangka-sangka bahwa hal itu sebenarnya terjadi.

O, bukan buatan banyaknya kelaliman yang amat dahsyat, dan orang yang berhati adil, yang menjadi pegawai negeri mestilah banyak penanggungannya. Ia wajib banyak melihat dan mengerjakan sekali, segala yang berlawanan dengan keadilan itu. .................................................................. Tabik bundaku! Barangkali surat ini suratku yang penghabisan sekali kepada tuan! Kenangkanlah kerap kali anak tuan ini, yang amat mencintai tuan kedua. Sampaikan salam kami kedua kepada suami tuan, dan tuanpun saya tekankanlah dengan eratnya kehatiku.

'Anak kandung tuan,

KARTINI.

Rembang, 24 Augustus 1904 (VIII)

[sunting]

Bundaku yang dicinta, jadinya bukanlah surat yang achir, suratku yang baru-baru ini tuan terima dari padaku. Saya telah takut, barangkali surat itulah yang achir sekali, karena waktuku telah sangatlah diekatnya, hal itu telah terasa oléhku. Bundaku, barangkali cucu tuan lebih lekas lahir kedunia dari pada waktu yang kami sangkakan dahulu.

Tabik kekasihku. Teguhkanlah hati tuan kedua! Dalam hatiku selalu saya mendoa: "O Allah, peliharakanlah sekalian sahabat-sahabatku yang kucintai!"

Dengan teguh saya tekankan tuan kehatiku.

'Anak kandung tuan,

KARTINI.

Rembang, 7 September 1904. (VIII)

[sunting]

Bundaku yang dicinta. Bagaimanalah kiranya saya akan mengucapkan terima kasih kepada tuan atas baju yang sebagus itu yang tuan kirimkan untuk anak kami. Baju itu amat besar harganya bagi kami, karena kami mengetahui bagaimana susahnya tuan mengerjakan pemberian itu untuk cucu tuan. Dari Rukmini kami mendengar, yang tuan selalu kurang séhat sejak kembali ke Bè­tawi dari perjalanan tuan itu. Apalagi kalau dipikirkan, sedang tuan didalam kurang senang itu banyak lagi kerja yang memusingkan kepala tuan, dan senantiasa pula banyak digoda oléh kesusahan hari-hari, masih ada juga dapat waktu oléh tuan, akan membuat pekerjaan yang harus dilakukan dengan sabar untuk pakaian anak kami. Sesungguhnya amat teguhlah persahabatan tuan dengan anak tuan ini, dan amat dalam berurat dan berakarnya dalam hati tuan, sayang tuan itu kepadaku.

Dengan air mata berlinang-linang, dengan banyak syukur kepada Allah dan dengan hati yang amat senang kulihatlah pakaian itu kemarin, dari sekali kesekali, berulang-ulang dengan tiada jemu-jemunya.

Bukan buatan banyaknya yang dikatakan pakaian itu kepadaku!

O, bundaku yang dicinta! Dengan keadaan itulah tuan menjadikan anak tuan amat berbahagia. Dokoh yang bagus itu nanti mestilah saya kenakan diléhér cucu tuan, bila baju itu tidak dapat dipakainia lagi. Bagi sementara sayalah akan menyimpannya, sampai ia boléfi mengerti kalau saya ceriterakan padanya tentang tuan yang kucinta, yang telah dikirimkan oléh Tuhan yang mahakuasa kepada bundanya ini, supaya dokoh itu boléhlah disayanginya seperti ibunya menyayangi tanda-mata itu sekarang.

Suamiku berkata kepadaku kemarin waktu menerima hadiah tuan itu: "Tulislah lekas surat kepada bunda, Ni, kalau tidak nanti terlambat!"

Saya ikutlah perkataannya itu, hatikupun sudahlah pula berkehendak demikian. Anak kami belumlah lahir, tetapi setiap saat boléhlah terjadi. Saya merasa kedatangannya itu sudah dekat benar!

Terimalah ucapan dan terima kasihku banyak-banyak atas nasihat yang meriangkan hatiku itu, wahai kekasihku! Pikiran yang datangnya sejauh itu, dari seorang kekasihnya yang kucintai sebagai badanku, yang berharap dan meminta doa bagi saya, sangatlah kiranya menguatkan tulangku, menyegarkan badanku, ya, sesungguhnya menyegarkan tubuhku benar!

Meréka yang melihat saya baru-baru ini mengatakan saya amat bergirang hati. Bagaimanalah saya tidak akan bergirang hati, karena sekian besarnya bahagia yang kunantikan?

Alangkah lamanya waktu kesakitan ini? Dan sesungguhnya sudahlah senilai dengan bahagia yang dicinta itu. Saya telah bercinta benar-benar kepada biji mataku itu. Sangatlah pula menyenangkan hatiku mengetahui, bahwa dalam beberapa hari ini banyaklah meréka yang bersama-sama hidup dengan daku menanggungkan dalam hatinya seperti perasaanku sekarang.

Masakan saya tidak ma'lum, betapa hal keadaan tuan di rumah tuan, hidup berjam-jam memikirkan halku, berharap dan mendoakan anaknya.

jikalau sekalian banyaknya meréka yang mendoakanku, tentulah Tuhan yang mahatinggi tidak akan bertuli diri. Bundaku, saya percaya sunggoch, yang penanggungan anak tuan ini akan baik juga akhirya. Tentulah tuan akan mendengar kabar dengan segera, jika kejadian yang besar itu telah berlaku.

O, kekasihku, kalau sekiranya dapat tuan berdiri dekat ayunan anak kami itu! Alangkah besarnya bahagiaku menurut perasaan diriku! Saya tahu yang tuan mestilah akan menyayangi anak kami itu, biarpun ia lebih dungu dari pada bundanya! Asal otak dan hatinya tiada dungu, tiadalah mengapa, bukankah, bundaku? Kalau sekiranya tiadalah jin dan sétan mengganggunya, mustahillah hal itu akan terjadi. Tetapi azimat tuan tentulah akan menjaganya dan mengusir sekalian jin yang jahat itu dari pada cucu tuan.

Ibuku telah dua pekan tinggal disini, bersama-sama dengan seorang nénék tua akan menjaga dan menolongku dalam saat-saat kesakitan yang akan datang itu.

Disinilah saya dibela, dimanjakan serta dijagai sebagai seorang puteri. Tempat berbaring-baring dan tempat tidur semuanya telah sedia dibilik kami menanti kedatangan biji-mata kami itu.

Bundaku, apa kabar sekarang, wahai tuan yang akan menjadi ma' tua, dan bagaimana pula kabarnya suami tuan sekarang? O, saya berharap sungguh-sungguh, bila surat ini sampai ketangan tuan, yang tuanpun dalam selamat wa'lafiat jua hendaknya.

Apa kabar Edie sekarang? Masih dinegeri cina juakah ia? Dengan segala suka hati saya telah membaca sebuah karangannya dalam surat-bulanan "Elseviers."

Alangkah pandainya ia mengarang! Saudaraku Edie, adakah ia akan mengenangkan saya? Saya selalu bersedih hati, karena saya belum pernah bertemu muka dengan dia! Dan sekarang harapanku tentulah sama sekali putus!

jikalau tuan menulis surat kepadanya, saya harap tuan tumpangkan salam saudaranya Kartini ini, dan ceriterakanlah kepadanya betapa bagusnya bahagia saya sekarang, dan kami kedua mengenangkannya selalu dengan sukacita.

Alangkah harum baunya buah itu, samalah dengan bedak langir Bumiputera. Baju kiriman tuan itu saya telah simpan dalam sebuah peti kecil bersama-sama dengan pakaian-pakaian yang lain, supaya boléh menjadi harum pula. Alangkah harumnya bau biji mataku itu nanti!

Selamat malam, bundaku yang dicinta, terimalah ucapan terima kasihku sekali lagi. Sampaikan salam kami kedua kepada suami tuan dan terimalah cium yang terbit dari hati.

'Anak kandung tuan,

KARTINI.

Epilog

[sunting]

Surat itu ialah surat Kartini yang achir sekali. Pada 13 hari bulan September lahirlah anaknya seorang laki-laki, dan empat hari kemudian dari pada itu, maka Kartinipun dengan sekonyong-konyong pulanglah kerahmatu'llah. Ia waktu itu ber'umur lebih sedikit 25 tahun, didoakan dan dicintai dengan hati yang amat sedih oléh sekalian meréka, yang mengenal dan menyayanginya dalam hidupnya.